tirto.id - Menteri Koordinator Hukum, Hak Asasi Manusia (HAM), Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Imipas), Yusril Ihza Mahendra, menyebutkan tidak ada kriteria pidana khusus untuk transfer narapidana antarnegara.
Menurut Yusril, hal itu akan diatur dalam RUU tentang pemindahan narapidana antaranegara yang saat ini tengah dibahas pemerintah.
Yusril menyatakan terdapat syarat khusus untuk mentransfer pidana antarnegara, yakni pidana yang dikenai kepada terpidana dianggap sebagai pidana juga di negara yang meminta transfer. Contohnya, seseorang dikenai pidana karena kasus aborsi.
Lalu, jika di negara yang meminta transfer tidak menganggap aborsi sebagai pidana, terpidana tersebut tidak dapat ditransfer. Contoh lain, seseorang dikenai pidana karena kasus zina. Jika di negara yang meminta transfer tak menganggap zina sebagai pidana, terpidana tersebut tak dapat ditransfer.
"Di sini dianggap kejahatan, di negara yang bersangkutan dianggap kejahatan juga. Itu baru bisa dipindah," kata Yusril di Jakarta Selatan, Selasa (19/8/2025).
"Kalau di sini dianggap kejahatan, di sana tidak, dan sebaliknya, itu enggak bisa dipindahkan," sambung Yusril.
Yusril sebelumnya menyebutkan pembahasan RUU transfer narapidana antarnegara dilanjutkan lantaran banyak permintaan transfer narapidana dari negara lain. Menurut Yusril, RUU itu pertama kali dibahas pada 2016. Namun, pembahasan kala itu berhenti.
"Sekian lama terhenti dan sudah terdapat suatu tuntutan mendesak untuk menyelesaikan RUU ini karena banyaknya permintaan pemindahan narapidana negara-negara sahabat kepada pemerintahan kita," kata Yusril.
Yusril menjelaskan RUU itu akan menggabungkan dua RUU yang telah dibahas sebelumnya, yakni aturan tentang pemindahan narapidana dan aturan tentang pertukaran narapidana. Dalam RUU itu, pemerintah pusat mengacu kepada konvensi internasional soal pemindahan narapidana yang telah diratifikasi, yakni konvensi tentang transnasional organize crime atau Konvensi Palermo.
Menurut dia, sejumlah kementerian/lembaga telah menyetujui draf RUU. Nantinya, pemerintah akan mengajukan draf RUU kepada Presiden Prabowo Subianto.
"Diajukan sebagai satu RUU kepada Presiden melalui Sekretariat Negara, dan tentu nanti akan melakukan sinkronisasi RUU. Ini yang kita harapkan pada akhir tahun ini, RUU ini sudah dibahas oleh DPR RI," ucapnya.
Di satu sisi, pemerintah pusat selama ini menggunakan langkah lain saat ada permintaan transfer narapidana, yaitu practical arrangement atau perjanjian internasional. Hal ini dilakukan lantaran Pemerintah RI belum memiliki produk hukum tetap soal transfer narapidana antarnegara.
Penulis: Muhammad Naufal
Editor: Fransiskus Adryanto Pratama
Masuk tirto.id


































