Menuju konten utama

Wonder Egg Priority: Jalan Berliku Memulihkan Batin dari Trauma

Wonder Egg Priority mengusung topik trauma bunuh diri yang berat dengan pendekatan animasi penuh warna.

Wonder Egg Priority: Jalan Berliku Memulihkan Batin dari Trauma
Ohto Ai dari serial anime Wonder Egg Priority. FOTO/NNS

tirto.id - Serial anime Wonder Egg Priority adalah tontonan yang unik sekaligus penting. Ia mengusung topik yang sesungguhnya berat—juga kelam, tapi dibawakan dengan gaya animasi yang kawai dan penuh fantasi. Lebih dari itu, konteksnya sangat relevan dengan realitas yang dihadapi kalangan remaja di Jepang.

Wonder Egg Priority dirilis oleh studio CloverWorks pada Januari 2021 lalu. Naskah ceritanya digarap oleh penulis naskah drama terkenal Nojima Shinji dan disutradarai oleh Wakabayashi Shin.

Cerita dan gaya animasi Wonder Egg Priority sekilas mirip dengan serial anime populer dari dekade silam, K-ON! (2009). Keduanya sama-sama mengupas keseharian sekelompok remaja putri dalam bentuk animasi dinamis, berwarna cerah, serta karakter-karakter dengan desain yang atraktif dan menggemaskan.

Meski memiliki pendekatan naratif yang sama, keduanya tentu tetap memiliki perbedaan. Yang segera terlihat jelas adalah premis cerita dan konteksnya. K-ON! Berkisar pada dinamika keseharian sekelompok remaja putri dalam sebuah band sekolah. Ia mengajak penontonnya bernostalgia ke masa-masa sekolah menengah.

Sementara itu, Wonder Egg Priority berkisah tentang para remaja putri yang berusaha mengatasi trauma masa lalu dan penyesalan akibat kehilangan sahabatnya karena bunuh diri.

Menurut situs ulasan anime Sakugabooru, kemiripan itu agaknya memang tak terhindarkan. Pasalnya, K-ON! adalah anime dengan tentang kelompok remaja putri yang sukses di pasaran dan mendapat apresiasi positif. Karena itu, banyak produser dan studio kemudian meniru gaya animasi dan penceritaannya. Beberapa mampu menghadirkan kesegaran, meski banyak juga yang jadi sekadar epigon.

Sebab lain, Wakabayashi punya pengalaman mengerjakan anime bersama dengan Horiguchi Yukiko, animator K-ON!. Bersama Horiguchi, Wakabayashi terlibat pengerjaan serial anime 22/7 The Diary of Our Days (2018) yang juga menganut gaya animasi K-ON!.

Jadi, tak heran jika Wakabayashi mengusung kembali pengaruh visual Horiguchi dalam Wonder Egg Priority. Untunglah, Wakabayashi tidak lantas mengekor mentah-mentah sehingga Wonder Egg Priority mampu mengesankan pemirsanya. Ia punya premis asli dan plot yang mendalam dibalik visualnya yang kawai.

Berdasarkan situs My Anime List, 12 episode Wonder Egg Priority sejauh ini berhasil meraih rating tinggi: 8,12. Melihat animo positif itu, CloverWorks pun memutuskan untuk menayangkan episode ke-13 pada 29 Juni mendatang.

Telur Ajaib dan Dunia Mimpi

Cerita Wonder Egg Priority bermula dari Ohto Ai yang sedang bergulat dengan kesedihan usai sahabatnya, Nagase Koito, tewas bunuh diri. Itu adalah kehilangan yang sangat menyakitkan. Pasalnya, Koito pergi tanpa menceritakan masalah apa yang sedang menderanya kepada siapa pun, termasuk Ai.

Suatu kali, Ai yang kuyu itu bertemu seekor kumbang misterius yang menuntunnya ke sebuah tempat aneh. Di tempat itu, Ai mendapati sebuah gashapon yang mengeluarkan telur ajaib. Ai kemudian terbawa ke dunia mimpi yang aneh saat dirinya tidur.

Di dunia mimpi itulah, telur ajaibnya menetaskan seorang remaja perempuan sebayanya. Remaja itu rupanya sudah mati bunuh diri di dunia nyata. Ai lalu terseret dalam misi untuk menjaga atau menyelamatkan remaja itu dari makhluk-makhluk aneh di dunia mimpi itu.

Ai harus mengalahkan Wonder Killer, yaitu monster raksasa yang merupakan manifestasi trauma yang memicu si remaja melakukan bunuh diri—para perundung, fan penguntit, hingga guru yang kasar. Dia juga harus berhadapan dengan dua musuh lain, yaitu See-No-Evils yang melambangkan orang-orang apatis dan Haters yang melambangkan orang-orang yang suka melakukan perundungan.

Itu bukan misi yang mudah karena luka yang didapat Ai di dunia mimpi akan muncul juga di dunia nyata. Meski berisiko tinggi, Ai memutuskan untuk terus mengambil telur ajaib dan menyelamatkan sebanyak mungkin remaja. Pasalnya, entitas penjaga dunia mimpi itu berjanji akan menyelamatkan sehabatnya yang bunuh diri jika Ai mampu menyelamatkan cukup banyak remaja.

Gashapon dan dunia mimpi itu jugalah yang mempertemukan Ai dengan tiga kawan baru, yaitu Aonuma Neiru, Kawai Rika, dan Sawaki Momoe. Ketiganya ternyata juga mengalami tragedi yang sama dengan Ai, kehilangan orang terdekat yang bunuh diri.

Diikat oleh telur ajaib dan latar belakang yang sama, keempatnya lalu menjadi teman dekat. Layaknya remaja perempuan lainnya, mereka saling berkunjung ke rumah satu sama lain untuk bermain, berbagi cerita, dan makan bersama. Ada kelucuan, kepolosan, juga keseruan khas masa remaja terjadi di antara mereka.

Tapi, di lapis terdalam, Wonder Egg Priority membentangkan kisah bagaimana masing-masing dari mereka bertarung melawan trauma, penyesalan, dan ketakutan yang mendera usai orang terdekatnya bunuh diri.

Proses Mengobati Luka Batin

Pada 2017, Jepang tercatat sebagai negara dengan tingkat bunuh diri tertinggi di antara negara-negara maju yang tergabung dalam Group of Seven (G7). Pasalnya, setiap tahun, lebih dari 20.000 orang dilaporkan bunuh diri. Pemerintah Jepang pun menggambarkan situasi tersebut dalam status "kritis".

Selama beberapa tahun setelah itu, Pemerintah Jepang membuat berbagai program dan kebijakan untuk menekan angka bunuh diri di negaranya.

Misalnya, dengan mengurangi jam kerja dan pencegahan pelecehan di tempat kerja. Pada 2018, Kementerian Kesehatan, Buruh, dan Kesejahteraan Jepang juga membuka layanan konsultasi daring yang bisa diakses melalui berbagai media sosial dan jaringan hotline khusus. Sasarannya adalah kalangan remaja dan dewasa muda yang selalu bersinggungan dengan internet.

Berbagai program dan kebijakan itu menunjukkan hasilnya pada 2019, kala total kasus bunuh diri berada pada titik paling rendah sejak sensus pertama pada 1978.

Meski begitu, kasus bunuh diri di kalangan anak dan remaja usia di bawah 20 tahun tetap menjadi momok. Data dari Kementerian Kesehatan Jepang menunjukkan angka bunuh diri anak dan remaja pada 2019 mencapai 659 kasus—naik 10 persen dari tahun sebelumnya dan merupakan angka yang tertinggi sejak 2000.

Hingga kemudian pandemi COVID-19 menerjang dan memicu krisis kesehatan mental. Seturut pemberitaan CNN, per Oktober 2020 saja, angka kematian karena bunuh diri di Jepang telah melebihi angka kematian tersebab COVID-19.

Konteks inilah yang membuat Wonder Egg Priority relevan dengan Jepang kekinian. Ketika seseorang melakukan bunuh diri, orang-orang terdekatnyalah yang kemudian terluka. Secara tersirat, serial anime ini mengajak penontonnya—remaja 17 tahun ke atas—untuk mendiskusikan masalah pelik itu.

Uniknya, Wakabayashi membawa diskusi itu ke alam imajinatif. Dunia mimpi tempat Ai dan kawan-kawannya melawan monster-monster jahat adalah manifestasi dari psike mereka. Tempat mereka memproses rasa duka dan mencoba berdamai dengan realitas.

Misi mereka menyelamatkan remaja yang menetas dari telur ajaib boleh jadi adalah semacam “kesempatan kedua” atau “penebusan” yang harus mereka lewati untuk sembuh dari luka kehilangan atau perasaan bersalah.

Pendekatan ini mengingatkan saya pada The Bridge to Terabithia (1977) karya Katherine Paterson. Sebagaimana dikutip laman NPR, Paterson menulis novel itu usai anaknya kehilangan teman dekatnya yang meninggal karena suatu kecelakaan.

Bridge to Terabithia menceritakan seorang anak yang menghadapi rasa kehilangan usai teman dekatnya meninggal. Dia mencoba mengobati luka batinnya dengan terus menghidupkan dunia imajinasi yang dulu sering dimainkannya bersama sang teman. Bagi anak-anak, imajinasi adalah alat bantu untuk memproses kejadian di dunia nyata.

Infografik Wonder Egg Priority

Infografik Wonder Egg Priority. tirto.id/Fuad

Kritik

Meski banyak penggemar anime terkesan, Wonder Egg Priority tentu tak lepas dari kritik. Salah satu kritik itu datang dari Lilia Hellal. Melalui ulasannya di RiceDigital, anime ini sebenarnya gagal dalam beberapa hal, meski sukses secara komersial.

Kegagalan pertama yang ditunjuk Hellal adalah inkonsistensi dan lemahnya pengembangan karakter. Inkonsistensi itu, misalnya, terlihat kala Ai dengan mudahnya menerima Neiru sebagai teman. Padahal, sebelumnya, dia sempat kesulitan untuk mendekat pada Koito.

Nojima sebagai penulis skenario juga gagal memberi detail dan bahkan sceen time yang cukup agar penonton mampu memahami perkembangan karakter Momoe dan Neiru. Penonton akan segera menyadarinya jika membandingkan keduanya dengan Rika yang sama-sama berperan sebagai side-kick.

Dan lagi, Momoe dan Neiru tidak memiliki alur khusus untuk menjelaskan latar belakang mereka.

“Ini adalah indikasi bahwa Wonder Egg Priority membutuhkan lebih banyak episode untuk menambahkan adegan dan momen yang diperlukan untuk menunjukkan perkembangan karakternya secara alami dan membuatnya lebih realistis,” tulis Hellal.

Masalah kedua yang diungkap Hellal adalah kegagalan anime ini mendalami isu bunuh diri sebagai permasalahan utama. Menurutnya, Wonder Egg Priority terlalu fokus mengupas proses pemulihan trauma para karakter utamanya, tapi mengesampingkan para korban bunuh diri.

Para korban bunuh diri yang menetas kembali di dunia mimpi itu tidak pernah mendapat porsi karakterisasi yang cukup. Penonton hanya diperlihatkan secara sekilas bahwa mereka punya satu masalah besar yang tidak dapat mereka selesaikan sendiri. Penonton tidak benar-benar diajak menyelami sebab utama yang mendorong mereka bunuh diri.

Tapi, anime ini boleh jadi memang dimaksudkan untuk hanya mengeksplorasi perspektif orang-orang yang ditinggal bunuh diri. Tentang bagaimana empat tokoh utama anime ini menghadapi penyesalan dan berhenti menyalahkan diri sendiri atas apa yang terjadi pada orang terdekatnya.

==========

Jika Anda merasakan tendensi untuk melakukan bunuh diri, atau melihat teman atau kerabat yang memperlihatkan tendensi tersebut, amat disarankan untuk menghubungi dan berdiskusi dengan pihak terkait, seperti psikolog, psikiater, atau klinik kesehatan jiwa.

Baca juga artikel terkait WONDER EGG PRIORITY atau tulisan lainnya dari Pia Diamandis

tirto.id - Film
Kontributor: Pia Diamandis
Penulis: Pia Diamandis
Editor: Fadrik Aziz Firdausi