tirto.id - Pemerintah Jepang ingin menekan angka bunuh diri di negaranya sebanyak 10 persen dalam 10 tahun, salah satunya dengan cara mengurangi jumlah jam kerja ekstrem, yang selama ini dianggap berperan dalam meningkatkan angka bunuh diri. Selama ini Jepang dikenal sebagai salah satu negara dengan angka bunuh diri terbesar di dunia.
Diwartakan Antara, Jepang tercatat sebagai negara dengan tingkat bunuh diri tertinggi di antara negara-negara maju yang tergabung dalam Group of Seven (G7), dan pemerintah setempat menggambarkan situasi tersebut "kritis" dengan lebih dari 20.000 orang bunuh diri setiap tahun.
Selain itu, tingkat bunuh diri di Jepang juga mencapai rasio 18,5 kasus per 100.000 orang pada 2015 dan pemerintah ingin menurunkan rasionya menjadi kurang dari 13 kasus per 100.000 orang pada 2025.
Meski bunuh diri di Jepang telah menurun dari puncaknya sebanyak 34.427 kasus pada 2003, sementara tahun 2016 negara itu mencatatkan 21.897 kasus bunuh diri.
Rencana untuk menekan angka bunuh diri telah disetujui dalam pertemuan kabinet pada Selasa (25/7/2017), ditinjau kembali setiap lima tahun. Yang pertama dilakukan pada 2007.
Dalam rencana itu, Pemerintah Jepang juga akan mendorong beberapa langkah untuk mengatasi tindak bunuh diri akibat pekerjaan, dan mengatakan pengurangan jumlah jam kerja dan mencegah pelecehan oleh atasan adalah langkah penting.
Selain itu, Tokyo juga meningkatkan upaya mengatasi kematian karena kerja paksa setelah seorang karyawan muda di biro iklan terbesar Jepang Dentsu bernama Matsuri Takahashi bunuh diri, yang secara reguler melakukan lebih dari 100 jam lembur dalam sebulan.
Kematian Matsuri Takahashi pada 2015 menjadi berita utama nasional. Kejadian itu sekaligus mendorong pemerintah untuk membuat rencana yang meminta batasan waktu kerja maksimal 100 jam per bulan. Namun sejumlah pengamat mengatakan ini masih terlalu tinggi.
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto