Menuju konten utama

Warga Merauke Cerita Jadi Korban Food Estate saat Bersaksi di MK

Warga Wogekel, Merauke, Papua Selatan, menceritakan pengalamannya yang dirugikan program strategis nasional (PSN) lumbung pangan nasional.

Warga Merauke Cerita Jadi Korban Food Estate saat Bersaksi di MK
Liborius Kodai Moiwend selaku warga Wogekel, Merauke, Papua Selatan, saat memberikan keterangan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Senin (22/9/2025). (Sumber: istimewa/YouTube Mahkamah Konstitusi)

tirto.id - Liborius Kodai Moiwend selaku warga Wogekel, Merauke, Papua Selatan, menceritakan pengalamannya yang dirugikan program strategis nasional (PSN) lumbung pangan nasional (food estate). Hal ini ia ceritakan saat dihadirkan sebagai saksi pemohon dalam agenda sidang uji materiil UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi UU (UU Cipta Kerja) di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (22/9/2025).

"Korban dari PSN lumbung padi nasional di Kampung Wogekel," kata Liborius saat memulai kesaksiannya.

Ia semula menyatakan proyek tersebut berlangsung tanpa pernah berbincang dengan pimpinan permukiman di Wogekel. Pihak yang mengerjakan proyek langsung menghadirkan ratusan ekskavator ke kawasan Papua Selatan pada 12 Agustus 2024.

"Pertama kali PSN ini masuk tidak pernah duduk dengan tuan-tuan dusun, jadi dia masuk seperti pencuri," ucap Liborius.

"Ekskavator sebanyak 300 buah, lewat Dermaga Dwi Karya Reksa Abadi, perusahaan perikanan," sambung dia.

Liborius mengatakan ratusan ekskavator itu hendak menuju hutan yang akan dijadikan lumbung pangan. Namun, di perjalanan, ekskavator itu menemukan kali.

Kepada pimpinan Wogekel, pimpinan proyek disebut meminta izin untuk menutup kali agar ekskavator dapat menuju lokasi proyek. Pimpinan Wogekel tak mengizinkan penutupan kali tersebut.

Liborius menyebutkan ekskavator itu kemudian mencari jalan lain. Pada 15 Agustus 2024, ekskavator lalu membabat hutan. Padahal, hutan tersebut dijadikan sebagai lokasi mencari makan warga setempat.

"Membongkar tanggal 15 Agustus. Gusur mulai jalan, tidak izin ke tuan dusun. Bongkar hutan, kami mulai bikin aksi, aksi pemalangan. Mereka setop, tidak bekerja lagi. Hari ketiga mereka kerja lagi, pembongkaran mulai jalan," urai dia.

Karena masih ada aksi, TNI diturunkan mengamankan lokasi pembabatan hutan. Liborius mengaku warga merasa ketakutan akan kehadiran aparat TNI.

Di satu sisi, untuk food estate tersebut, rawa hingga hutan dihancurkan. Warga lantas kehilangan tempat mencari makan mereka. Pembabatan hutan itu berujung pada kegagalan pembangunan proyek food estate.

"Sudah bongkar, mereka bilang mau cetak sawah. Cetak sawah itu tidak jadi, hanya bongkar saja. Cetak sawah tidak jadi, cuma pembongkaran saja. Terlalu sekali PSN ini," katanya.

"Jadi, kami cari makan di mana. Dulu kami masiy bisa minum air di rawa-rawa, hutan, di situ. Yang ada air garam itu masuk. Jadi, kami tidak bisa minum air di situ," sambung Liborius.

Sebagai informasi, gugatan uji materiil UU Cipta Kerja tercatat dengan nomor perkara 112/PUU-XXIII/2025. Terdapat 21 pemohon dalam perkara tersebut. Berikut merupakan sejumlah petitum dalam permohonan mereka:

1. Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya;

2. Menyatakan Pasal 3 huruf d Lampiran Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;

3. Menyatakan Pasal 10 huruf u dalam Pasal 123 angka 2 Lampiran Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;

4. Menyatakan Pasal 173 Ayat (2) dan Ayat (4) Lampiran Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;

5. Menyatakan Pasal 19 Ayat (2) dalam Pasal 31 angka 1 Lampiran Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856), yang menyatakan “Dalam hal untuk kepentingan umum dan/atau Proyek Strategis Nasional, Lahan budidaya Pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dialihfungsikan dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai “Dalam hal untuk kepentingan umum, Lahan budidaya Pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dialihfungsikan dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”;

6. Menyatakan Pasal 44 Ayat (2) dalam Pasal 124 angka 1 Lampiran Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856), yang menyatakan “Dalam haluntuk kepentingan umum dan/atau Proyek Strategis Nasional, Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dapat dialihfungsikan dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai “Dalam hal untuk kepentingan umum, Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dapat dialihfungsikan dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

Baca juga artikel terkait PROYEK FOOD ESTATE atau tulisan lainnya dari Muhammad Naufal

tirto.id - Flash News
Reporter: Muhammad Naufal
Penulis: Muhammad Naufal
Editor: Fransiskus Adryanto Pratama