tirto.id - Massa aksi yang tergabung dalam sejumlah perkumpulan petani dan elemen lainnya, menggelar unjuk rasa Hari Tani Nasional di kawasan Gedung DPR/MPR RI, Jakarta pada Rabu (24/9/2025) hari ini.
Demo tersebut berlangsung sejak pagi hari. Berdasarkan pantauan di lapangan, massa tersebut terlihat mulai memadati kawasan gedung parlemen sejak sekitar pukul 09.00 WIB.
Update Demo Hari Tani Nasional Sore Ini di Jakarta, Apa Sudah Bubar?
Situasi terbaru demo Hari Tani Nasional hingga artikel ini ditulis, sejumlah orang masih terlihat berkumpul di kawasan Gedung DPR/MPR RI pada Rabu sore hari ini. Sebelumnya, perwakilan massa sudah menemui pihak DPR RI dan pemerintah yang diwakili sejumlah menteri.
Sebagaimana disiarkan YouTube Parlemen TV, perwakilan massa tersebut dipersilakan masuk ke Ruang Sidang Komisi XIII DPR RI untuk beraudiensi dengan perwakilan pemerintah dan DPR sekitar pukul 13.00 WIB.
Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria, Dewi Sartika, mengatakan ada sekitar 100-an perwakilan petani dan elemen lainnya yang dipersilakan masuk ke ruang sidang.
Mereka di antaranya termasuk Serikat Petani Pasundan, Serikat Pekerja Tani Karawang, Pergerakan Petani Banten, Serikat Petani Majalengka, Persatuan Petani Cianjur, dan sebagainya.
Dalam audiensi tersebut hadir pula Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad dan sejumlah pimpinan Komisi IV DPR RI.
Kemudian juga Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid; Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni; Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana; hingga Kepala Staf Kepresidenan Muhammad Qodari.
Sementara itu, kelompok petani yang berunjuk rasa hari ini membawa sejumlah tuntutan, antara lain:
1. Presiden dan DPR segera menjalankan Reforma Agraria dengan pekerjaan utama: Redistribusi tanah kepada rakyat, penyelesaian konflik agraria dan pengembangan ekonomi sosial rakyat di kawasan produksi mereka sesuai dengan UUPA 1960. Karena itu, evaluasi menyeluruh harus segera dilaksanakan Presiden terhadap kementerian dan lembaga yang tidak menjalankan, menyesatkan dan menghambat agenda ini. DPR segera membentuk Pansus untuk memonitor progress pelaksanaan Reforma Agraria;
2. Presiden segera mempercepat penyelesaian konflik agraria dan redistribusi tanah, setidanya pada 1,76 juta hektar Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA) Anggota KPA, menertibkan dan mendistribusikan 7,35 juta hektar tanah terlantar, 26,8 juta hektar tanah yang dimonopoli konglomerat serta tanah masyarakat yang diklaim PTPN, Perhutani/Inhutani dan klaim hutan negara pada 20 ribu desa kepada Petani, Buruh Tani, Nelayan, Perempuan, serta pemulihan hak Masyarakat Adat;
3. Presiden segera membentuk Badan Pelaksana Reforma Agraria yang bertanggung-jawab langsung kepada Presiden demi mewujudkan mandat Pasal 33 UUD 1945, TAP MPR IX/ 2001 tentang PA-PSDA dan UUPA 1960;
DPR dan Presiden bersama-sama gerakan masyarakat sipil segera menyusun dan mengesahkan RUU Reforma Agraria sebagai panduan pelaksanaan secara nasional dan
4. Presiden dan DPR RI segera mencabut UU Cipta Kerja yang melegalkan perampasan tanah dan korporatisasi pagan, dan mengembalikan arah ekonomi-politik-hukum agraria nasional kepada Pasal 33 UUD 1945;
5. Presiden segera memenuhi hak atas perumahan yang layak bagi petani, nelayan, buruh dan masyarakat miskin kota, sekaligus menjamin pemenuhan hak atas tanah bagi perempuan;
6. Presiden segera memerintahkan POLRI-TNI untuk menghentikan represifitas di wilayah konflik agraria, membebaskan Petani, Masyarakat Adat, Perempuan, Aktivis dan Mahasiswa yang dikriminalisasi, sekaligus menarik TNI-POLRI dalam program pangan nasional, dan mengembalikan pembangunan pertanian-pangan-peternakan-pertambakan kepada Petani, Nelayan dan Masyarakat Adat;
7. Presiden segera menghentikan penerbitan izin dan hak konsesi perkebunan, kehutanan, tambang dan pengadaan tanah (HGU, HPL, HGB, HTI, jin lokasi, IUP) bagi PSN, KEK, Bank Tanah, Food Estate, KSPN dan IKN yang menyebabkan ribuan konflik agraria, penggusuran dan kerusakan alam, dan segera mengembalikan kepada rakyat sebagai prioritas Reforma Agraria;
8. Presiden dan DPR RI memprioritaskan APBN/APBD untuk redistribusi tanah, penyelesaian konflik agraria, pembangunan infrastruktur, teknologi, permodalan pertanian, subsidi pupuk, subsidi solar, benih dan Badan Usaha Milik Petani-Nelayan-Masyarakat Adat dalam rangka Reforma Agraria dan pembangunan pedesaan;
9. Presiden harus mendukung dan membangun industrialisasi pertanian-perkebunan-perikanan-peternakan-pertambakan yang dimiliki secara gotong-royong oleh petani dan Nelayan dalam Model Ekonomi Kerakyatan Berbasis Reforma Agraria demi mempercepat pengentasan kemiskinan, kedaulatan pagan dan terjadinya transformasi sosial di pedesaan.
Editor: Iswara N Raditya
Masuk tirto.id


































