tirto.id - Peneliti Indonesia Corruption Watch Lalola Easter menyampaikan, dalam beberapa waktu belakangan ada kecenderungan perlawanan balik dari para tersangka, terdakwa, maupun terpidana untuk melaporkan kembali ahli ke persidangan.
Lola mencontohkan kasus Basuki Wasis, ahli IPB yang digugat untuk dimintai ganti rugi oleh terpidana korupsi. Menurutnya, hal seperti ini harus menjadi fokus dari para calon Komisioner Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
“Ada kasus Basuki Wasis, seorang ahli dari IPB yang kemudian digugat secara perdata untuk diminta ganti rugi oleh terpidana korupsi Nur Alam,” ujar Lola di Kantor ICW, Kamis (18/10/2018).
Mantan Gubernur Sulawesi Tenggara ini menggugat Basuki membayar ganti rugi sebesar Rp3,14 Triliun. Sidang perkara ini juga sedang berjalan di PN Cibinong dan memasuki tahap pembacaan Putusan Sela pada 24 Oktober mendatang.
Dalam kasus Nur Alam, KPK pertama kali memasukkan unsur kerusakan lingkungan dalam hitungan kerugian negara di kasus korupsi. Basuki diminta KPK untuk menghitung kerugian negara akibat kerusakan lingkungan yang dipicu korupsi Nur Alam. Jaksa KPK kemudian menyimpulkan korupsi yang dilakukan Nur Alam merugikan negara Rp4,3 triliun.
“Belakangan kemudian muncul juga kasus gugatan perdata kepada ahli dari IPB Bambang Hero, gugatan dilakukan oleh korporasi yang menjadi pihak terlapor dalam kasus kebakaran hutan. Jadi bisa saja mereka [yang terancam] bukan saksi atau korban yang mengalami langsung, tapi ahli dari suatu tindak pidana.” kata Lola.
Menurut Lola, tren ini bisa saja meningkat di masa mendatang. Bahkan mungkin saja kasus laporan balik di luar yang terekspos media jauh lebih banyak.
Dalam undang-undang perindungan saksi dan korban, yang dilindungi tidak dibatasi hanya saksi dan korban tapi juga pihak lain yang terkait dengan tindak pidana tertentu perlu dilindungi. “Misalnya ahli, saksi pelapor, juga whistle blower.”
Menurut Pasal 10 UU No 31 Tahun 2014 dijelaskan bahwa saksi, korban, saksi pelaku, dan atau pelapor tidak dapat dituntut tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata atas kesaksian atau laporan yang akan, sedang, atau telah diberikannya. Kecuali kesaksian atau laporan tersebut diberikan tidak dengan iktikad baik.
Kemudian, dalam hal terdapat tuntutan hukum, tuntutan tersebut wajib ditunda hingga kasus yang ia laporkan atau ia berikan kesaksian telah diputus oleh pengadilan dan memperoleh kekuatan hukum tetap.
“Baru-baru ini juga presiden mengeluarkan PP untuk memberikan insentif kepada pelapor tindak pidana korupsi, pertanyaannya bagaimana kemudian pelapor ini mendapatkan jaminan keamanan manakala hal itu tidak tercermin dari kejadian sebelumnya?” tanya Lola.
Kecenderungan pelaporan balik itu tidak hanya terjadi di kasus korupsi, tapi juga terjadi di perkara lain yang punya kecenderungan mempengaruhi psikis saksi, saksi ahli, atau pelapor.
“Makanya kami ingin perlindungan terhadap saksi, pelapor, korban lebih ditingkatkan. Karena mereka yang akan membantu kelancaran penegakan hukum. Itu yang harus jadi konsen bagi komisioner LPSK yang nantinya akan dipilih.”
Penulis: Rizky Ramadhan
Editor: Yandri Daniel Damaledo