tirto.id - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyambut baik putusan vonis yang dijatuhkan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk Aman Abdurrahman. Sebab, dalam putusannya, hakim juga mengabulkan permohonan kompensasi atau pemberian ganti rugi dari negara bagi 16 korban aksi teror yang melibatkan Aman.
"Kami mengapresiasi majelis hakim yang mau mengabulkan permohonan kompensasi untuk 16 korban," kata Wakil Ketua LPSK Lili Pintauli Siregar dalam siaran resminya yang diterima Tirto pada Jumat (22/6/2018).
Pada perkara Aman Abdurrahman, LPSK memfasilitasi permohonan kompensasi untuk 16 korban, yang terdiri atas 13 korban teror bom Thamrin dan 3 korban bom Kampung Melayu. Para korban itu sebagian merupakan petugas kepolisian dan lainnya masyarakat sipil. Total kompensasi yang diajukan sebenarnya Rp1,3 miliar, namun yang dikabulkan oleh hakim sedikit lebih rendah, yakni Rp1,017 miliar.
"Kompensasi tersebut akan diberikan melalui anggaran LPSK, dan akan segera diproses sesuai dengan ketentuan," kata Lili.
Dalam putusannya hari ini, majelis hakim menjatuhkan vonis hukuman mati kepada Aman. Pemimpin Jamaah Ansharut Daulah (JAD) itu dinilai terbukti terlibat dalam rangkaian aksi teror sejak 2016. Selain menjatuhkan hukuman mati, hakim memerintahkan Aman tetap dipenjara.
Aman dinyatakan terbukti bersalah dalam kasus bom Sarinah 2016, bom Kampung Melayu 2017, bom gereja Samarinda, penusukan aparat di Markas Polda Sumatera Utara dan serangan teror lain di Indonesia selama kurun sembilan tahun terakhir.
Vonis tersebut sama dengan tuntutan jaksa penuntut umum pada sidang 18 Mei 2018 lalu. Di sidang itu, Aman menyatakan tidak berencana banding atas vonis untuknya. Namun, tim kuasa hukum Aman menyatakan masih pikir-pikir.
Menurut Lili, putusan hakim yang memuat perihal kompensasi itu menjadikan proses peradilan kasus terorisme tidak hanya sebagai sarana menghukum pelaku, namun juga memperhatikan derita korban. Hal ini, kata Lili, sesuai dengan hak korban terorisme yang diatur dalam UU Perlindungan Saksi dan Korban serta UU Anti Terorisme.
"Korban perlu diperhatikan haknya, karena mereka inilah subyek yang paling menderita akibat tindakan teroris," ujar Lili.
Dia menjelaskan pemberian kompensasi dari negara bisa berguna bagi korban untuk pemulihan derita akibat serangan teror, yang meliputi aspek medis, psikologis maupun psikososial.
"Ini yang dulu luput dari perhatian, namun syukur Alhamdulillah mulai bisa diimplentasikan sejak tahun lalu, di mana pada kasus bom Samarinda, korbannya juga mulai dikabulkan permohonan kompensasinya," kata Lili.
Lili berharap agar vonis-vonis seperti ini bisa menjadi pedoman bagi hakim yang menangani perkara terorisme lainnya, termasuk kasus teror yang belum lama terjadi dan juga mengakibatkan banyak korban di Surabaya.
"LPSK siap membantu korban sesuai kewenangan yang dimiliki LPSK, baik untuk layanan rehabilitasi, perlindungan, hingga fasilitasi kompensasi," ujar Lili.
Editor: Addi M Idhom