tirto.id - Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menjatuhkan vonis mati kepada pemimpin Jamaah Ansharut Daulah (JAD), Aman Abdurrahman alias Oman Rachman. Aman terbukti secara sah dan meyakinkan terlibat dalam rangkaian aksi teror sejak 2016.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Oman Rahman alias Aman Abdurrahman alias Abu Sulaiman bin Ali Sulaiman dengan pidana mati," ujar Ketua Majelis Hakim Akhmad Jaini di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Jumat (22/6/2018).
Aman dinyatakan terbukti bersalah dalam kasus bom Sarinah 2016, bom Kampung Melayu 2017, bom gereja Samarinda, hingga penusukan aparat di Markas Polda Sumatera Utara serta serangan teror lain di Indonesia selama kurun sembilan tahun terakhir.
Vonis hukuman mati tersebut sama dengan tuntutan jaksa penuntut umum pada sidang 18 Mei lalu. Selain menjatuhkan hukuman mati, hakim memerintahkan Aman tetap dipenjara. Aman pun langsung sujud syukur di ruang pengadilan. Pihak kepolisian pun langsung mengamankan Aman yang terlihat sempat sujud. Mereka langsung membuat barikade. Hakim pun meminta agar petugas tidak membuat barikade.
"Petugas keamanan silakan menepi," tegas Hakim Jaini.
Sementara itu, pertimbangan majelis hakim yang memberatkan atas vonis hukuman mati ini adalah pertama, Aman residivis kasus terorisme. Ia disebut sebagai pendiri gerakan Jamaah Ansharut Daulah, organisasi yang jelas-jelas menentang Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kedua, Aman dinilai sebagai penganjur, penggerak pengikutnya untuk jihad, amaliyah teror sehingga menimbulkan banyak korban. Khususnya aparat.
Kemudian, Aman menyebar tentang syirik demokrasi telah dimuat di internet dalam blog yang ternyata dapat diakses secara bebas sehingga dapat memengaruhi banyak orang.
Hakim pun menyatakan bukti barang bukti 1-11 dirampas untuk dimusnahkan. Barang bukti bom Thamrin. Mereka juga menyatakan beberapa barang bukti digunakan untuk perkara terdakwa teroris lain dengan nama Kiki Muhammad Iqbal di perkara peledakan bom Kampung Melayu, barang bukti untuk Juhanda, kemudian bukti 1-52 digunakan untuk perkara atas nama Zainal Ansari. Kemudian ada pula bukti yang digunakan untuk perkara lain dengan nama pelaku Gilmar Umar alias Omar.
Hakim juga mengabulkan permohonan dan saksi perkara Aman. Mereka mengabulkan permohonan para saksi perkara Sarinah Thamrin dan Kampung Melayu tentang pergantian uang hingga Rp 1.017.107.363,-. Pengadilan memerintahkan negara memberikan uang tersebut kepada para korban saksi Aman.
Aman pun langsung menyatakan tidak banding menanggapi putusan hakim. "Saya tidak ada banding," tegas Aman. Namun, penasihat hukum Aman, Asludin Hatjani menyatakan pikir-pikir meskipun Aman sempat melambaikan tangan. "Penasihat hukum sendiri pikir-pikir," kata Asludin.
Sebelumnya Aman didakwa melanggar pasal 14 jo pasal 6 subsider pasal 15 jo pasal 7 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme serta pasal 14 jo pasal 7 subsider pasal 15 jo pasal 7 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Aman dianggap bertanggung jawab atas serangkaian teror seperti peledakan bom di Thamrin 2016, bom Kampung Melayu 2017, peledakan gereja di Samarinda, dan penusukan aparat di Markas Polda Sumatera Utara. Berdasar pasal-pasal tersebut, jaksa menuntut Aman hukuman mati.
“Dengan memperhatikan ketentuan UU baik KUHAP maupun UU 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menuntut supaya Majelis Hakim PN Jaksel menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana mati,” ujar jaksa Anita saat membacakan surat tuntutan di Ruang Sidang Kusumaatmadja, PN Jakarta Selatan, Jumat 18 Mei 2018.
Aman terbukti melakukan tindak pidana terorisme sebagaimana Pasal 14 jo Pasal 6 UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri