tirto.id - Hukuman untuk Aman Abdurahman akan ditentukan beberapa jam lagi. Nasib terdakwa sejumlah kasus terorisme pada rentan 2016-2017 akan diputuskan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (22/6/2018).
Sidang vonis ini bukan kali pertama buat Aman. Bekas narapidana kasus terorisme ini pernah divonis tujuh tahun penjara pada 21 Maret 2004 dan sembilan tahun penjara pada 20 Desember 2010. Berbeda dengan dua sidang sebelumnya, Aman kini didakwa sebagai aktor utama.
Ia didakwa melanggar pasal 14 jo pasal 6 subsider pasal 15 jo pasal 7 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme serta pasal 14 jo pasal 7 subsider pasal 15 jo pasal 7 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Aman dianggap bertanggung jawab atas serangkaian teror seperti peledakan bom di Thamrin 2016, bom Kampung Melayu 2017, peledakan gereja di Samarinda, dan penusukan aparat di Markas Polda Sumatera Utara. Berdasar pasal-pasal tersebut, jaksa menuntut Aman hukuman mati.
“Dengan memperhatikan ketentuan UU baik KUHAP maupun UU 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menuntut supaya Majelis Hakim PN Jaksel menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana mati,” ujar jaksa Anita saat membacakan surat tuntutan di Ruang Sidang Kusumaatmadja, PN Jakarta Selatan, Jumat 18 Mei 2018.
Tuntutan itu tidak membuat Aman merasa gentar. Dalam membacakan penutup pleidoi di ruang sidang Prof. Oemar Seno Adji di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Jumat (25/5/2018), Aman siap dihukum apa pun. Ia menyebut hukuman yang akan dijatuhkan hakim pasti dibalas Tuhan.
“Silakan kalian bulatkan tekad untuk memvonis saya. Mau vonis seumur hidup silakan, atau mau eksekusi mati silakan juga,” kata Aman. “Tidak ada sedikit pun gentar dan rasa takut dengan hukuman zalim kalian. Di hatiku ini, aku hanya bersandar kepada Sang Penguasa Dunia dan akhirat dan nantikan lah oleh kalian balasan kezaliman di dunia dan akhirat."
Aman tak hanya ‘menantang’ tapi juga membuka sisi lain dalam penanganan kasusnya. Lelaki asal Cimalaka, Sumedang, Jawa Barat ini mengklaim pemerintah sempat mengajaknya berkompromi. Tawaran ini diajukan pemerintah melalui Rohan Gunaratna, seorang ahli terorisme dari Singapura.
“Saya Insya Allah keluar dari penjara berupa mayat sebagai syahid atau keluar dalam keadaan hidup sebagai pemenang dalam prinsip ini.”
Berpotensi Dihukum Mati
Menjelang vonis, Asludin Hatjani yang merupakan penasihat hukum Aman Abdurrahman, menerangkan kliennya sudah siap divonis. Aman tak mempersiapkan apa pun untuk mendengarkan putusan hakim. “Ustaz Oman [Aman] siap mendengarkan putusan,” kata Asludin kepada Tirto.
Asludin mengaku dirinya akan banding apabila vonis sama dengan tuntutan, meski rencana itu tergantung keputusan Aman. “Saya sebatas memberikan nasihat hukum,” kata Asludin.
Sementara itu, Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan belum memberi tanggapan menjelang vonis ini. Jaksa Mayangsari, anggota tim JPU kasus Aman, belum merespons sambungan telepon atau pesan singkat dari Tirto.
Secara terpisah, ahli hukum pidana dari Universitas Jenderal Soedirman Hibnu Nugroho menilai sikap Aman yang sudah siap menghadapi vonis dan mempersilakan dirinya dihukuman mati dianggapnya bisa menjadi pertimbangan memberatkan. Aspek pertimbangan ini, menurut Hibnu, akan menjadi kunci dalam vonis yang diberikan majelis.
Ia memprediksi majelis hakim akan memberikan vonis yang sesuai dengan tuntutan jaksa, lantaran Aman pernah divonis untuk dua kasus terorisme juga sikapnya selama persidangan dinilai tidak kooperatif. “Dari aspek teori, saya kira tuntutan jaksa mau tidak mau diterapkan [hakim] seperti itu [hukuman mati],” kata Hibnu kepada Tirto.
Hibnu menyebut vonis ini akan menjadi gambaran sikap pemerintah dalam melawan terorisme. Ia meminta majelis hakim tidak takut untuk menghukum mati Aman dan tak mengacuhkan penolakan dari masyarakat tentang penerapan hukuman mati.
“Di KUHP, kita masih menganut hukuman mati. Saya kira enggak masalah. Tinggal pilihan nanti hakim pilih yang mana, apakah hukuman mati atau seumur hidup,” kata Hibnu.
Dampak Vonis untuk JAD
Vonis majelis hakim tak hanya akan ditunggu Aman. Sejumlah pengikut Aman di Jamaah Anshar Daulah diduga juga menunggu vonis tersebut. Vonis tersebut akan punya dampak buat gerakan teror di Indonesia.
Pengamat terorisme dari UI Ridlwan Habib memprediksi dua kemungkinan yang muncul setelah vonis. Pertama, bisa muncul gerakan balas dendam dari simpatisan Aman di luar pimpinan JAD. “Simpatisan-simpatisan baru itu rata-rata punya semangat. Mereka ini kemungkinan besar melakukan serangan balasan,” kata Habib kepada Tirto.
Kemungkinan kedua, kata Ridlwan, JAD kian solid lantaran vonis menjadi momentum untuk berkonsolidasi. Tak hanya itu, vonis mati akan menempatkan Aman Abdurrahman sebagai sosok yang disegani seperti Imam Samudera cs di Jamaah Islamiyah.
Kondisi ini yang perlu diwaspadai aparat penegak hukum, terlebih Indonesia akan menghadapi pilkada serentak dan pemilu 2019. Aparat harus lebih memantau kondisi keamanan jelang dan pasca-putusan hakim.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Mufti Sholih & Maulida Sri Handayani