tirto.id -
Presiden Prabowo Subianto, Batujajar 10 Agustus 2025
Delapan puluh tahun usia Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah perjalanan panjang yang sarat dengan makna sejarah, pengorbanan, dan pengabdian. Sejarah Indonesia tidak dapat dipisahkan dari perjalanan TNI.
Sejak lahir dari rahim perjuangan rakyat pada 5 Oktober 1945, TNI bukan sekadar alat pertahanan, melainkan penjaga eksistensi dan arah perjalanan bangsa. TNI tumbuh bukan dari keputusan politik, tetapi dari semangat rakyat yang mengangkat senjata demi kemerdekaan.
Dari laskar-laskar rakyat, Badan Keamanan Rakyat (BKR) hingga Tentara Keamanan Rakyat (TKR), terbentuklah cikal bakal kekuatan yang menjadi perisai kedaulatan Indonesia. Sepanjang perjalanan sejarah, TNI selalu hadir di titik-titik penting bangsa ini. Ketika negara baru lahir dan dihadapkan pada agresi militer, TNI berdiri di garis depan mempertahankan republik.
Ketika bangsa menghadapi pemberontakan dan ancaman disintegrasi, TNI menegakkan kembali persatuan nasional. Saat reformasi menuntut perubahan, TNI membuka diri, mereformasi jati dirinya, dan menegaskan kembali posisi sebagai tentara profesional yang tunduk pada otoritas sipil.
TNI tidak pernah berhenti bertransformasi, dari tentara revolusioner menjadi angkatan bersenjata profesional, dari simbol perjuangan fisik menjadi penjaga ketahanan nasional dalam arti luas, termasuk di bidang kemanusiaan, pembangunan, dan kini di ruang digital. Transformasi ini bukan sekadar modernisasi alat utama sistem senjata, tetapi juga pembaruan pola pikir dan nilai pengabdian, agar selalu relevan dengan zaman.

Sejarah mencatat, TNI lahir dari keberanian rakyat bersenjata setelah Proklamasi 17 Agustus 1945. Pada 5 Oktober 1945, Pemerintah Republik Indonesia mengumumkan pembentukan TKR yang kemudian menjadi cikal bakal TNI. Laskar-laskar rakyat, barisan pemuda, santri, hingga bekas anggota PETA dan Heiho melebur ke dalam satu wadah demi mempertahankan kemerdekaan yang baru seumur jagung. Di sinilah TNI sejak awal memiliki identitas yang berbeda dengan tentara kolonial, ia lahir bukan dari tradisi profesionalisme barat semata, melainkan dari denyut semangat rakyat yang menolak kembali dijajah.
Pada masa revolusi mempertahankan kemerdekaan, TNI yang masih muda dihadapkan pada kekuatan militer Belanda yang jauh lebih modern. Namun, keunggulan moral dan dukungan rakyat menjadi penentu. Perang Gerilya yang dipimpin Jenderal Sudirman menjadi bukti paling nyata.
Dengan kondisi sakit paru-paru, Sudirman tetap memimpin perang rakyat semesta. Doktrin ini menjadi identitas TNI hingga kini. Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta (Sishankamrata), yang mengakar pada keyakinan bahwa seluruh rakyat adalah bagian dari pertahanan negara. Fakta sejarah ini meninggalkan jejak kuat bahwa keutuhan bangsa tidak mungkin bertahan tanpa simbiosis mutualisme antara rakyat dan TNI.
Selepas pengakuan kedaulatan RI pada 1949, TNI menghadapi tantangan menjaga integrasi nasional. Munculnya beberapa pemberontakan di wilayah Indonesia seperti pemberontakan DI/TII di Jawa Barat, PRRI/Permesta di Sumatera dan Sulawesi, hingga pemberontakan PKI Madiun 1948 dan G30S/PKI 1965, semuanya menjadi ujian berat.
![Pelantikan Jendral Soedirman dilakukan oleh Presiden Soekarno [Foto/Perpustakaan Nasional] Jendral Soedirman](https://mmc.tirto.id/image/2016/11/12/jendralsudirman-heroofwar.GeneralSudirman-Indonesia.jpg)
Dalam setiap peristiwa tersebut, TNI tampil di garis depan menjaga keutuhan negara. Data menunjukkan lebih dari 20 operasi militer dilakukan TNI pada periode 1950–1965. Dukungan rakyat tetap menjadi kunci, karena medan operasi mencakup daerah yang luas dan sulit dijangkau.
Setelah 1965, TNI (saat itu ABRI) tidak hanya menjadi kekuatan pertahanan, tetapi juga ikut serta dalam kehidupan politik dan pemerintahan melalui doktrin Dwifungsi ABRI. Di satu sisi, Dwifungsi memberi peran besar bagi ABRI dalam menjaga stabilitas politik dan keamanan di tengah ancaman disintegrasi.
Namun, di sisi lain, dominasi peran politik ini menimbulkan kritik. Banyak kalangan menilai Dwifungsi menjauhkan ABRI dari rakyat, karena terlalu dalam masuk ke ranah sipil. Meski begitu, peran ABRI pada era pembangunan Orde Baru juga tercatat nyata, antara lain melalui ABRI Masuk Desa (AMD) yang membantu membangun infrastruktur dasar di pedesaan, jalan, sekolah, dan fasilitas kesehatan.
Kini, di abad ke-21, TNI tidak lagi hanya menjaga batas wilayah, tetapi juga menjaga batas nilai dan kebenaran. Dalam menghadapi perang siber, ancaman ideologis, radikalisme, hingga bencana kemanusiaan, TNI menunjukkan kemampuannya untuk beradaptasi tanpa kehilangan jati diri.
Seiring tumbuh dan berkembangnya NKRI, TNI pun terus menyesuaikan langkahnya, menjadi institusi yang tumbuh bersama rakyat, bertransformasi seiring dengan kemajuan bangsa. TNI bukan hanya saksi perjalanan sejarah, tetapi penopang utama keberlangsungan NKRI. Selama rakyat mencintai bangsanya, dan TNI menjaga rakyatnya, maka Indonesia akan selalu berdiri tegak kuat karena TNI-nya, besar karena rakyatnya, dan jaya karena persatuannya.
Fakta ini tidak lahir begitu saja, melainkan buah dari sejarah panjang yang sejak awal menegaskan bahwa TNI adalah “Anak kandung rakyat”.
Reformasi dan Transformasi TNI
Reformasi 1998 menjadi titik balik penting, TNI secara resmi memisahkan diri dari Polri pada tahun 1999, menanggalkan dwifungsi, dan kembali menegaskan jati dirinya sebagai alat pertahanan negara.Transformasi ini membawa TNI pada orientasi baru, netral dalam politik praktis, profesionalisme berbasis pertahanan, pengabdian kepada rakyat melalui Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Sejak saat itu, berbagai undang-undang mempertegas peran TNI, salah satunya adalah UU No. 34 Tahun 2004 yang kini diperbarui menjadi UU No. 3 Tahun 2025 tentang TNI.
Transformasi terkini yang dilakukan TNI di era presiden Prabowo Subianto adalah dengan mengembangkan konsep ‘Pertahanan Pulau Besar’ dengan mengembangkan satuan-satuan TNI di pulau-pulau besar untuk mengawal kedaulatan dan pembangunan yang sesuai dengan Asta Cita pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Pengembangan satuan TNI dengan mereformasi organisasinya diproyeksikan agar bisa mencapai tingkat keberhasilan yang maksimal dan mampu menjawab setiap kesulitan rakyat dengan quick response yang tinggi.
Oleh karena itu dengan pengembangan satuan dan reformasi organisasi TNI yang telah dilakukan saat ini, TNI harus mempunyai ukuran keberhasilan yang mampu menjawab harapan dan keraguan publik terhadap kebijakan yang dilakukan pemerintah. Pengembangan dan reformasi organisasi TNI yang telah dilakukan sudah pasti mendapatkan tanggapan beragam dari publik.
Harapan-harapan baru akan muncul seiring optimisme masyarakat terhadap kinerja TNI yang lebih baik dan profesional. TNI dengan polesan terbarunya diharapkan mampu memperkuat kepercayaan diri pemerintah untuk melanjutkan pembangunan menuju era keemasan bangsa Indonesia. Meningkatnya rasa aman yang nyata di daerah terutama di perbatasan negara, kawasan ekonomi strategis, ALKI, bandara dan pelabuhan.
Peresmian 6 Kodam, 14 Kodaeral, 3 Kodau dan pengembangan satuan Kopassus, Marinir dan Kopasgat akan dipandang positif bila diikuti pelayanan keamanan dan tingkat kenyamanan yang terasa sampai tingkat provinsi/kabupaten. Harapan lain publik dinyatakan dengan keinginan meningkatnya profesionalisme dan netralitas politik TNI, reformasi organisasi dibaca sebagai penguatan pertahanan, bukan perluasan peran TNI di ruang sipil.

Di bagian lain, harapan akan meningkatnya kecepatan respons TNI terhadap penanggulangan bencana dan penanganan gangguan keamanan masyarakat muncul setelah digelarnya program ini. Dislokasi pasukan manuver TNI yang merata di seluruh pulau besar, menambah keyakinan masyarakat akan kehadiran cepat pasukan TNI di saat bencana dan gangguan keamanan terjadi tanpa harus menunggu perbantuan dari pusat.
Bencana alam yang sering terjadi di nusantara harus dapat teratasi dengan kesiapan tingkat tinggi satuan-satuan TNI yang telah tergelar di seluruh penjuru tanah air. Dengan menguatkan kemampuan mitigasi, penanganan dampak bencana secepat mungkin, serta penanggulangan bencana mesti ditingkatkan. Semua ini agar rakyat terdampak dapat sebanyak mungkin terselamatkan dan program pembangunan dapat kembali berjalan pasca-bencana.
Demikian juga dengan tingkat keberhasilan operasi militer selain perang yang terkait kedaulatan seperti penanganan separatis, terorisme, konflik horisontal, dan pengamanan perbatasan menjadi ukuran keberhasilan pengembangan satuan TNI ini untuk menjaga kedaulatan Indonesia.
Penyebaran satuan TNI yang telah dilakukan saat ini juga membawa harapan akan meningkatnya taraf kehidupan ekonomi di daerah. Pembangunan pangkalan baru TNI di daerah akan menggerakan ekonomi masyarakat dan menambah perputaran fiskal. Penambahan anggaran untuk pengembangan satuan TNI tentunya akan memberi manfaat terhadap pertumbuhan ekonomi lokal.
Selain bergulirnya anggaran ke daerah, akan terjadi juga pengembangan sentra baru ekonomi masyarakat dan serapan tenaga kerja sekitar pangkalan/markas baru TNI. Bertambahnya prajurit baru untuk mengawaki satuan-satuan baru TNI menjadi bagian dari pertumbuhan ekonomi di daerah. Mereka otomatis akan membelanjakan sebagian pendapatanya untuk berbelanja di daerah di mana mereka bertugas.
Peningkatan standar pengamanan rantai pasok hilirisasi di semua kawasan dan sentra ekonomi seperti pelabuhan, kawasan industri, jalur pertambangan, dan energi dan objek vital lainnya. Di sini peran komando kewilayahan TNI sangat dibutuhkan untuk menggerakan seluruh program pembangunan yang dicanangkan pemerintah. Dengan digelarnya batalion-batalion teritorial, pembangunan harus dapat memastikan peran kekuatan TNI dalam mengawal suksesnya rencana pembangunan nasional yang telah direncanakan.
TNI dan Kepercayaan Publik
Di antara seluruh lembaga negara di Indonesia, Tentara Nasional Indonesia secara konsisten menempati posisi teratas dalam survei tingkat kepercayaan publik. Berbagai lembaga riset seperti LSI, Indikator Politik, Kompas, dan Litbang Kemenhan mencatat bahwa sejak dua dekade terakhir, lebih dari 80% rakyat Indonesia menyatakan percaya dan bangga terhadap TNI. Angka yang sangat stabil bahkan di tengah dinamika sosial-politik dan perubahan kepemimpinan nasional.
Kepercayaan ini bukan hasil pencitraan, tetapi lahir dari akar sejarah dan pengalaman kolektif bangsa. TNI senantiasa hadir dalam setiap fase perkembangan Indonesia bersama rakyat dan seluruh komponen bangsa. Semua jejak pengabdian ini berangkat dari semangat pengorbanan tanpa pamrih. Sejak awal, TNI tidak berdiri di atas rakyat, melainkan bersama rakyat dan untuk rakyat.
Ungkapan Presiden Prabowo Subianto bahwa “TNI adalah anak kandung rakyat” bukan sekadar retorika, melainkan refleksi historis dan moral dari jati diri prajurit Indonesia. Rakyat mempercayai TNI karena melihat bahwa TNI selalu hadir di tengah masyarakat: membantu saat bencana, membangun infrastruktur di pelosok, mengajar di perbatasan, hingga menegakkan keamanan dalam operasi kemanusiaan. Ketika lembaga-lembaga lain kerap dinilai terjebak dalam kepentingan politik atau ekonomi, TNI tampil sebagai representasi pengabdian yang tulus dan disiplin.
Mengapa rakyat begitu percaya kepada TNI?
Jawabannya jelas, kepercayaan ini didapat dengan sejarah panjang pengabdian. Pertama, kedekatan historis dan emosional. Rakyat menyadari bahwa TNI lahir dari perjuangan mereka sendiri. Tidak ada garis pemisah antara rakyat dan prajurit. Dalam setiap masa krisis dan permasalahan yang menimpa negara ini, TNI selalu berada di garda depan.
Kedua, netralitas dan integritas dalam dinamika politik. Reformasi internal TNI sejak 1998 telah memulihkan kepercayaan publik. TNI menjauh dari politik praktis, fokus pada fungsi pertahanan, dan menunjukkan profesionalisme dalam menjaga stabilitas nasional. Ketiga, kehadiran nyata di lapangan. Program seperti TMMD (TNI Manunggal Membangun Desa), TNI Manunggal Air, dan berbagai kegiatan TNI dalam mengatasi kesulitan rakyat memperlihatkan wajah prajurit yang bekerja tanpa pamrih.
Keempat, keteladanan disiplin dan kepemimpinan moral. TNI tetap menjadi simbol keteguhan nilai-nilai luhur: disiplin, kesetiaan, dan loyalitas. Di tengah kemerosotan etika publik dan budaya instan, TNI tampil sebagai penjaga moral dan semangat kebangsaan.
Dengan tingkat kepercayaan publik yang tinggi, TNI tidak harus berpuas diri dan puas dengan kinerja saat ini. Kepercayaan publik ini sebuah tantangan yang harus dijawab dengan berbagai upaya yang lebih keras dan konsisten dalam menunaikan tugas pokoknya. Agar kepercayaan ini tidak luntur, TNI terus melakukan pembinaan profesional dan moral melalui tiga pendekatan utama.
- Pembinaan Teritorial Modern (Binter Adaptif)
Melalui Babinsa, Koramil, Kodim, Korem dan Kodam. TNI menjaga hubungan emosional dengan masyarakat di tingkat akar rumput. Pendekatan ini bukan sekadar pengawasan, tetapi bentuk kemitraan sosial dan kepedulian langsung.
- Transparansi, Akuntabilitas, dan Reformasi Organisasi
TNI secara bertahap menyesuaikan diri dengan tuntutan zaman dan prinsip good governance, memastikan setiap kebijakan pertahanan memiliki dasar hukum, akuntabilitas, dan nilai publik.
- Perbantuan kepada lembaga-lembaga negara dan Masyarakat
Berdasarkan UU No. 3 Tahun 2025 tentang TNI, prajurit kini memiliki mandat konstitusional dalam perbantuan lintas sektor, seperti dalam penanganan bencana, konflik sosial, krisis pangan, energi, dan keamanan nasional.
Tidak dapat dipungkiri, masih ada sebagian kelompok yang menaruh curiga terhadap keterlibatan TNI di berbagai bidang. Mereka mencoba mengeksploitasi kesalahan dan kelemahan TNI dengan menebar opini-opini negatif. Namun, kepercayaan rakyat terbentuk bukan dari opini elit atau pengamat, melainkan dari pengalaman langsung di lapangan.
Saat rakyat melihat prajurit membantu korban banjir, mengamankan pemilu dengan damai, mengatasi wabah Covid-19 atau membantu mengangkat hasil panen petani, mereka memahami bahwa TNI bukan alat kekuasaan. TNI adalah pelindung rakyat. TNI tidak menuntut validasi, melainkan membuktikannya setiap hari melalui tindakan.
Kepercayaan itu tumbuh dari keteladanan, pengorbanan, dan konsistensi dalam menempatkan kepentingan rakyat di atas segalanya. Tingkat kepercayaan publik yang tinggi terhadap TNI adalah modal sosial terbesar pertahanan bangsa.
Perbantuan TNI: Dasar Hukum dan Perdebatan Publik
UU No. 3 Tahun 2025 menegaskan bahwa selain fungsi pokok pertahanan, TNI juga dapat diberdayakan untuk membantu pemerintah dalam tugas tertentu. Dalam undang-undang yang baru ini ada 16 tugas OMSP yang diberikan kepada TNI, di antaranya terdapat tugas-tugas perbantuan.
Perbantuan TNI yang saat ini sudah sering dilakukan adalah menanggulangi dampak bencana alam, pengungsian dan pemberian bantuan kemanusiaan, membantu pemerintah daerah, membantu Polri menjaga keamanan dan ketertiban. Namun, hingga kini belum ada Peraturan Pemerintah (PP) yang merinci tata cara pelaksanaannya. Akibatnya, sebagian kalangan khawatir bahwa perbantuan TNI akan menyerupai dwifungsi lama.

Perlu diluruskan, peran TNI di bidang lain saat ini seperti yang tercantum dalam UU No. 3 Tahun 2025 berbeda dengan dwifungsi ABRI di masa lalu. Dwifungsi ABRI pada masa orde baru, ABRI aktif dalam politik, mengisi jabatan sipil, bahkan memiliki perwakilan di DPR/MPR. ABRI saat itu masih diawaki TNI dan Polri.
Sedangkan tugas perbantuan dalam OMSP di era setelah Reformasi, TNI tetap fokus pada pertahanan, sementara perbantuan di luar itu hanya bersifat sementara, terbatas, dan berdasarkan permintaan lembaga pemerintah yang membutuhkan perbantuan. Perbantuan ini berdasarkan hukum yang berlaku. Contoh nyata: peran TNI dalam penanggulangan karhutla di Kalimantan, penertiban hutan lindung, serta pendampingan petani dalam program ketahanan pangan. Semua dilakukan dalam kerangka hukum, bukan dominasi politik.
Perbantuan TNI Bukan Dwifungsi ABRI. Tuduhan bahwa amanat perbantuan TNI dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 identik dengan Dwifungsi ABRI adalah keliru. Pandangan tersebut sering muncul karena sebagian kalangan masih memandang keterlibatan TNI dalam urusan sipil dengan kacamata masa lalu. Padahal konteks, landasan hukum, dan mekanisme pengawasan saat ini sangat berbeda.
Pada masa Orde Baru, Dwifungsi ABRI memberikan peran politik struktural kepada militer baik dalam eksekutif, legislatif, maupun birokrasi sipil. ABRI saat itu bukan hanya alat pertahanan, tetapi juga komponen kekuasaan politik yang ikut menentukan arah pemerintahan. Kebijakan tersebut memang lahir dari semangat stabilitas nasional pasca-1965, tetapi seiring waktu menimbulkan tumpang tindih kewenangan dan penurunan kepercayaan publik.
Sebaliknya, dalam UU No. 3 Tahun 2025, perbantuan TNI bukan bentuk partisipasi politik, melainkan tugas operasional yang bersifat sementara, terbatas, dan berbasis permintaan negara. TNI hanya dapat terlibat bila ada permintaan resmi dari instansi pemerintah, didasarkan pada kepentingan nasional yang mendesak, dan dilaksanakan dengan tetap menjunjung hukum dan prinsip supremasi sipil.
Perbantuan ini diatur dalam kerangka pertahanan semesta, yaitu keterpaduan seluruh sumber daya nasional untuk menghadapi ancaman nonmiliter seperti bencana, krisis pangan, pandemi, keamanan maritim, atau disinformasi digital. Dalam konteks ini, TNI bukan menjadi aktor politik, melainkan komponen pertahanan negara yang bersifat adaptif dan responsif.
Selain memiliki dasar hukum, keterlibatan TNI di berbagai bidang adalah bentuk panggilan hati nurani. Prajurit TNI terbiasa hadir di tengah masyarakat, hidup bersama rakyat, dan memahami kesulitan mereka. Saat banjir bandang menenggelamkan rumah warga, prajurit tanpa diminta turun langsung membantu evakuasi. Saat harga pangan melambung, prajurit mendampingi petani agar produksi meningkat. Saat kebakaran hutan melanda, prajurit ikut berjibaku memadamkan api di garis depan.
Bahkan ketika negara ini dilanda wabah Covid-19, pemerintah mengerahkan seluruh kekuatan TNI untuk membantu percepatan vaksinasi di seluruh wilayah Indonesia. Upaya ini membuahkan hasil yang gemilang. Inilah wajah humanis TNI yang terus menjaga jati dirinya sebagai tentara rakyat dan tentara profesional.
Perbantuan TNI sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 Tahun 2025 adalah manifestasi profesionalisme dan adaptasi pertahanan modern, bukan kembalinya Dwifungsi ABRI. TNI kini beroperasi dalam sistem demokrasi yang menjunjung supremasi sipil, akuntabilitas publik, dan transparansi hukum.
Perbantuan TNI justru menjadi bukti bahwa militer Indonesia telah berevolusi menjadi tentara rakyat yang profesional dan responsif, yang tidak haus kekuasaan, tetapi siap menjadi garda terdepan saat bangsa membutuhkan.
TNI Hanya Kuat Jika Bersama Rakyat
Hingga saat ini TNI adalah kekuatan pertahanan utama yang memiliki peran sentral dalam menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa. TNI lebih dari sekedar pasukan bersenjata atau bagian dari rakyat Indonesia yang disiapkan untuk berperang mempertahankan negara.
TNI memiliki jati diri yang mencerminkan nilai, prinsip, karakter, dan orientasi moral yang membedakannya dengan instansi militer di negara negara lain. Jati diri TNI adalah identitas atau ciri khas yang dimiliki oleh seluruh prajurit TNI dari pangkat terendah sampai dengan pangkat tertinggi di TNI, bahkan para purnawirawan TNI walaupun mereka sudah tidak lagi berkhidmat di TNI. Jati diri TNI tetap melekat dan menjadi jiwa prajurit TNI selama hayat dikandung badan, kapan pun, dan di manapun.
Definisi formal dari jati diri adalah pemahaman tentang diri sendiri, termasuk kepribadian, karakteristik, dan pandangan hidup yang membentuk bagaimana kita dilihat orang lain dan bagaimana kita melihat diri kita sendiri. Jadi diri TNI menjadi pembeda TNI dengan instansi dan profesi lain. Jati diri ini harus selalu dipegang teguh oleh setiap prajurit TNI dalam menjalankan tugas, baik di lapangan maupun dalam kehidupan sehari hari.
Jati diri TNI mencakup empat pilar utama, Tentara Rakyat, Tentara Pejuang, Tentara Nasional, dan Tentara Profesional. Ini adalah identitas yang menggambarkan semangat perjuangan, jiwa keprajuritan dan dedikasi TNI dalam melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
Sebagai tentara rakyat, TNI berasal dari rakyat dan berjuang untuk kepentingan rakyat. Rakyat bukan hanya pendukung, tetapi juga bagian integral dari eksistensi TNI. Hubungan inilah yang menjadikan TNI kuat secara moral dan sosial. Kedudukan TNI tidak berdiri diatas rakyat melainkan bersama rakyat.
Sebagai tentara pejuang, TNI mewarisi semangat perjuangan para pendahulu bangsa. Tugas TNI tidak semata mata bersifat teknis militer, melainkan juga mengandung nilai pengabdian dan pengorbanan. Dalam setiap medan tugas, prajurit TNI dituntut untuk siap menghadapi tantangan dengan keberanian, disiplin, dan dedikasi tinggi.
Sebagai tentara nasional, TNI tidak memihak pada golongan, agama atau kepentingan politik tertentu. Netralitas politik menjadi salah satu prinsip penting dalam menjaga keutuhan negara. TNI berdiri diatas semua golongan demi mewujudkan persatuan nasional.
Kemudian sebagai tentara profesional, TNI terus mengembangkan kemampuan dan kompetensi sesuai dengan perkembangan jaman. Profesionalisme tercermin dalam keahlian, kesiapan operasional serta kedisiplinan dan integritas prajurit. Pendidikan dan latihan berkelanjutan yang diselaraskan dengan perkembangan ancaman adalah kunci dalam membentuk TNI yang tangguh, modern dan adaptif.

Dalam usianya yang ke-80, TNI menghadapi tantangan baru. Perang kognitif di mana ruang digital dijadikan sebagai “Battle Field” yang menyerang Human Mind adalah fakta yang mengancam kewarasan berpikir anak bangsa dalam berbagai sendi kehidupan. Ancaman siber yang saat ini telah merubah pola pertahanan konvensional menjadi lebih digital, demikian juga ancaman terorisme masih mungkin meracuni pluralisme rakyat Indonesia ke arah radikalisme, dan bencana ekologis yang wajib dimitigasi seawal mungkin akibat dari kekhasan geografis Indonesia yang rawan bencana.
TNI masa kini wajib mengokohkan idealisme dan meningkatkan profesionalismenya sebagai garda utama bangsa dengan readiness paling tinggi. TNI siap dalam mendukung pembangunan nasional menuju Indonesia Emas 2045. Namun, modal kepercayaan rakyat yang tinggi, kuatnya jati diri dan predikat sebagai “Anak (Paling) Kandung Rakyat” adalah kekuatan terbesar TNI untuk menghadapi masa depan menuju keemasan Indonesia.
Delapan puluh tahun usia TNI, dipenuhi dengan pembuktian nyata bahwa TNI lahir dari rakyat, tumbuh bersama rakyat, dan akan terus mengabdi untuk rakyat. Memegang kepercayaan rakyat yang tinggi adalah buah dari konsistensi pengabdian yang telah ditunaikan. Selama TNI tidak melupakan asal-usulnya, menjaga jati dirinya, dan setia kepada rakyat, maka TNI akan terus menjadi benteng kokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia hingga seratus tahun Indonesia Merdeka dan seterusnya.
Editor: Rina Nurjanah
Masuk tirto.id


































