tirto.id - Aplikasi kaum alay. Stigma itu sangat melekat pada TikTok, khususnya di Indonesia. Tak dapat disangkal, TikTok kini telah menjelma menjadi aplikasi media sosial dengan angka pertumbuhan paling cepat, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga dunia. Kok bisa?
Kepopuleran TikTok di Indonesia tak bisa dipisahkan dari Bowo Alpenliebe alias Prabowo Mondardo. Pada 2018 lalu, bocah laki-laki yang akrab dipanggil Bowo ini menghebohkan publik Indonesia. Suatu hari, Bowo yang populer melalui TikTok menggelar acara jumpa penggemar dan memungut biaya untuk foto bersama.
Bowo yang kala itu masih berusia 13 tahun langsung dirisak oleh warganet. Banyak yang menganggapnya tidak layak melakukan acara jumpa penggemar, apalagi yang berbayar. Warganet juga menyoroti perilaku penggemar yang rata-rata seumuran Bowo. Mereka menilai kelakuan para penggemar tidak masuk akal karena berlebihan memuja Bowo yang penampilannya dianggap alay oleh sebagian warganet.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyayangkan kelakuan warganet yang merisak Bowo di media sosial. “Sangat tidak layak orang yang sudah dewasa memaki-maki Bowo dengan bahasa yang tidak pantas,” kata Retno Listyarti, Komisioner Bidang Pendidikan KPAI pada Juli 2018.
Tak hanya itu, aplikasi ini sendiri juga sempat diblokir oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika karena dianggap memiliki konten negatif, khususnya bagi anak-anak. Namun, setelah melalui proses negosiasi, TikTok kembali dapat digunakan sampai hari ini.
Popularitas yang Melejit
TikTok kini sudah menjadi salah satu aplikasi media sosial raksasa di dunia, menyaingi Facebook, Twitter dan Instagram. Pada November lalu, aplikasi ini telah memiliki lebih dari 500 juta pengguna di 150 negara. Di Indonesia per Juli lalu, TikTok mengklaim memiliki 10 juta pengguna.
Aplikasi ini telah diunduh lebih dari 1 miliar kali. Menurut data dari SensorTower, TikTok telah diunduh di Amerika Serikat sekitar lima juta kali dengan pendapatan mencapai $2 juta dolar AS per Februari 2019. Seperti dilansir Techcrunch, sejak mendapatkan investasi senilai $3 miliar, ByteDance, perusahaan yang menciptakan TikTok, kini telah menjadi start-up teknologi bernilai paling tinggi di dunia, dengan valuasi mencapai $75 miliar dolar.
Kesuksesan ini tidak lepas dari akuisisi TikTok terhadap aplikasi lipsync populer Musical.ly dengan nilai $1 miliar dolar pada 2017. Sebagai catatan, TikTok dikenal dengan nama Douyin di Cina. Yang menarik, angka 500 juta pengguna TikTok itu belum mencakup jumlah pengguna Douyin. Di Cina, Douyin memiliki sekitar sekitar 300 juta pengguna aktif per bulannya. Jumlah ini merupakan angka pengguna per November 2018 lalu.
TikTok bukan satu-satunya aplikasi terkenal dari ByteDance, perusahaan ini juga dikenal dengan aplikasi Toutiao, sebuah aplikasi agregasi berita berbasis Artificial Intelligence (AI) dan merupakan salah satu aplikasi yang paling banyak dipakai di Cina dengan lebih dari 120 juta pengguna. ByteDance boleh dibilang fenomenal. Ia berhasil mendobrak dominasi tiga raksasa Internet di Cina: Baidu, Alibaba, dan Tencent.
Di AS, dilansir dari Wired, TikTok kini tidak hanya dicintai oleh remaja 14 tahun yang senang ber-lipsync ria. Para pelawak, atlet dan sejumlah jenama terkemuka seperti Coca Cola, Nike, ABC dan Google bahkan telah beriklan di TikTok. Khloe Kardashian bahkan dibayar untuk mengunggah konten bersponsor di TikTok. Tak hanya itu, banyak meme populer yang beredar di Internet juga disinyalir berawal dari aplikasi video singkat ini.
Hal yang sama juga terjadi di India. Dilaporkan South Cina Morning Post (SCMP), aplikasi ini juga populer di kalangan selebriti India. Kurang lebih 50 pelawak dan aktor India memiliki lebih dari satu juta follower di TikTok. Salah satunya bintang yang tengah naik daun, Bangia.
“Ada begitu banyak tantangan menarik untuk diikuti, ratusan filter, stiker, dan efek bisa dipilih agar video terlihat wah,” kata Bangia tentang alasannya menggunakan TikTok.
Pengguna di India, berdasarkan data dari Similar Web, mewakili kurang lebih 40 persen dari total 500 juta pengguna TikTok.
Alay adalah Kunci
TikTok adalah kombinasi dari sejumlah elemen yang dapat ditemukan di wahana-wahana media sosial yang telah beredar. Ia menyediakan lagu-lagu layaknya Spotify untuk dikombinasikan dalam video singkat berdurasi 15 hingga 60 detik layaknya Snapchat atau Vine yang kini telah dimatikan Twitter.
Louise Matsakis dari Wired menyebut TikTok sebagai aplikasi penyedia variety show yang tidak pernah berakhir. “[Aplikasi ini] murni hiburan,” tulisnya.
Namun, ada satu hal yang sama dirasakan oleh para pengguna di berbagai belahan dunia. Konten-konten yang diunggah di media sosial ini memang kerap bikin meringis. Taylor Lorenz dari Atlanticmenyatakan ada banyak konten di TikTok yang “sangat ‘menyakitkan’ dan memalukan untuk dilihat sehingga yang dapat dilakukan oleh penontonnya hanyalah tertawa".
Pengguna dapat dengan mudah menemukan konten berisi video berbagai macam orang melakukan hal-hal ganjil. Jimmy Fallon, pembawa acara talkshow populer di AS The Tonight Show, misalnya, baru-baru ini mengunggah tantangan bernama “tumbleweedchallenge”. Ia menantang para pengguna TikTok untuk berguling-guling di lantai bak tanaman tumbleweed ketika sebuah lagu diputar.
Tantangan aneh ini, anehnya, mendapat reaksi luar biasa di TikTok. Fallon mengklaim ada 8.000 video yang dibuat untuk menjawab tantangannya. Video-video itu ditonton lebih dari sembilan juta kali hanya dalam beberapa hari.
“Edan. Terima kasih,” komentar Fallon terhadap respons luar biasa dari para pengguna TikTok.
Bagi Lorenz, keanehan-keanehan inilah yang menjadi daya tarik dari TikTok dan membuatnya populer. Ia mengatakan unsur fun sebagai elemen utama dari segala konten ‘alay’ yang diunggah di media sosial ini.
Konten unggahan semua orang, tulis Lorenz, mulai terlihat serupa sehingga "video-video TikTok terasa aneh dan baru”. “[TikTok] adalah aplikasi yang penuh dengan orang-orang yang memposting konten aneh ke internet tanpa rasa sadar diri atau rasa malu. [Konten ini] mudah untuk diolok-olok, tapi itu juga yang mungkin membuat TikTok sukses.”
Meski demikian, konten bukanlah hal tunggal yang membuat orang kecanduan TikTok. New York Times dan CNN melaporkan bahwa kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) sedikit banyak berperan penting.
Media-media ini mencatat bahwa melalui AI, TikTok mencatat kebiasaan pengguna dan konten-konten yang mereka sukai. Kebiasaan pengguna ini kemudian dimanfaatkan oleh teknologi machine learning untuk mengurasi konten yang disuguhkan kepada pengguna.
Perlu dicatat, aplikasi ini bukannya tanpa kontroversi. Pada Febuari lalu, misalnya, TikTok dituduh telah mengambil data dari anak berusia di bawah 13 tahun secara ilegal di AS. Di India, masih dari SCMP, aplikasi dituduh telah menyebarkan konten-konten seksual. TikTok juga dituding melalukan pengambilan data untuk kepentingan Cina.
Terlepas dari kontroversi yang ada, TikTok membuktikan bahwa ke-alay-an sesungguhnya disukai oleh banyak orang/
Editor: Windu Jusuf