Menuju konten utama

TII Khawatir Abolisi & Amnesti Jadi Alat Bebaskan Tokoh Koruptor

Bagus meminta Presiden Prabowo dan DPR RI menjelaskan secara publik secara benderang urgensi pengambilan keputusan amnesti dan abolisi.

TII Khawatir Abolisi & Amnesti Jadi Alat Bebaskan Tokoh Koruptor
Peneliti Transparency International Indonesia (TII), Bagus Pradana. FOTO/ti.or.id

tirto.id - Peneliti Transparency International Indonesia (TII), Bagus Pradana, khawatir bahwa pemberian amnesti dan abolisi yang diberikan Presiden Prabowo Subianto, ke depannya akan dimanfaatkan pelaku korupsi, terutama pejabat tinggi Tanah Air dalam menghadapi hukum kasus korupsi. Hal tersebut dinilai tentu akan mengganggu proses pemberantasan korupsi di dalam negeri.

“Ditakutkan ada preseden cara-cara amnesti dan abolisi ini ke depan berulang untuk menuntaskan kasus korupsi, atau dijadikan strategi ulang, terutama jika ada kasus korupsi yang menyeret tokoh-tokoh yang dianggap penting di negara ini,” kata Bagus saat dihubungi Tirto, Jumat (1/7/2025).

Ia pun menambahkan, "Ada preseden ke arah sana, amnesti dan abolisi bisa jadi pilihan cara untuk membebaskan koruptor."

Bagus juga melihat adanya kejanggalan atas pengampunan hukum yang dilayangkan kepada kedua terdakwa korupsi itu. Pertama, katanya, ketika suatu kasus korupsi telah dilimpahkan ke pengadilan, maka tata cara pengambilan keputusan atau penyelesaian kasus, seharusnya ditindak dengan cara hukum pidana.

Dia pun mencurigai bahwa penyelesaian kasus tersebut disisipkan dengan cara-cara politis. Dengan demikian, pengambilan tindak pidana kasus korupsi itu berpotensi mengabaikan prinsip keadilan yang mana seharusnya menjadi ranah hukum untuk pembuktiannya.

“Siapa yang benar-benar korupsi, berapa kerugian negara akibat tindakan melanggar hukum yang dilakukannya, kemudian siapa saja orang-orang yang terlibat dalam kasus korupsi, itu menjadi tidak bisa dibuktikan lagi,” terang Bagus.

“Hukum yang seharusnya menjadi panglima untuk menjaga kebenaran di sini menjadi hilang, tergantikan oleh manuver politik, dalam hal ini melalui kebijakan amnesti dan abolisi ini, kasusnya diputihkan, dan dianggap tidak ada,” imbuhnya.

Maka dari itu, Bagus meminta agar pemerintah, terutama Presiden Prabowo Subianto, serta DPR RI dapat segera menjelaskan urgensi jelas kepada publik dalam mengambil keputusan pemberian amnesti dan abolisi tersebut.

“Sekarang untuk konteks Hasto Kristiyanto dan Tom Lembong, apakah penjelasan terkait urgensi dari keputusan amnesti dan abolisi ini terjelaskan? Pertanyaan ini yang harus segera dijawab dengan segamblang-gamblangnya oleh pemerintah,” tegasnya.

Bagus pun mengingatkan pemerintah bahwa jangan sampai akibat dari kebijakan-kebijakan yang menimbulkan kontroversial, membuat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah memudar. Dia pun menyinggung kebijakan pembekuan rekening dormant dari PPATK yang semakin menurunkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.

“Justru semakin tambah menurun lagi hingga mempengaruhi stabilitas nasional,” katanya.

Apabila pemerintah tidak segera memberikan penjelasan rinci kepada publik, maka dia menilai keputusan amnesti dan abolisi berpotensi menimbulkan kontra produktif, serta melemahkan prinsip rule of law. Tak hanya itu, keputusan pemberian amnesti dan abolisi juga diperkirakan akan menguatkan indikasi patron-klien dalam politik.

“Kondisi ini sangat tidak baik bagi iklim politik di Indonesia yang telah disepakati berhaluan ke paham demokrasi. Selain politik, ekonomi nasional juga bisa terpengaruh. Sebab Investasi itu sangat bergantung pada rule of law atau kepastian hukum, bukan pada kedekatan politik yang rawan dengan manipulasi,” pungkasnya.

Diketahui, Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, mengumumkan persetujuan pemberian abolisi bagi terdakwa kasus dugaan korupsi impor gula, Thomas Trikasih Lembong atau Tom lembong. Hal itu tertuang dalam surat permohonan konsultasi nomor Pres/R43/Pres-07/2025 yang dilayangkan oleh Presiden Prabowo Subianto kepada DPR RI.

“Tentang pemberian abolisi terhadap Saudara Tom Lembong," kata Sufmi Dasco Ahmad dalam konferensi di DPR RI, Kamis (31/7/2025).

Dasco juga menyampaikan bahwa Presiden Prabowo mengajukan permohonan amnesti untuk terdakwa kasus suap dan perintangan penyidikan Harun Masiku, Sekretaris Jenderal DPP PDIP, Hasto Kristiyanto kepada DPR RI.

“Terhadap 1.116 orang yang telah terpidana diberikan amnesti termasuk Saudara Hasto Kristiyanto," katanya.

Baca juga artikel terkait KASUS KORUPSI atau tulisan lainnya dari Nabila Ramadhanty

tirto.id - Flash News
Reporter: Nabila Ramadhanty
Penulis: Nabila Ramadhanty
Editor: Andrian Pratama Taher