tirto.id - Lima tahanan politik Papua di Jakarta batal bebas hari ini lantaran didakwa kasus makar. Perubahan itu diberitahukan oleh petugas Rutan Salemba, Jakarta Pusat.
"Katanya mereka dikenakan pasal makar, jadi harus jalani sesuai masa tahanan. Padahal mereka sudah dipanggil ke meja register dan sudah bawa pakaian untuk keluar, bahkan mereka sudah di rapid test," kata Yumilda, istri dari Dano Tabuni, ketika dihubungi Tirto, Selasa (12/5/2020).
"Padahal kemarin malam, mereka sudah tanda tangan surat bebas," imbuh Yumilda. Maka para tahanan politik ini harus menjalani hukumannya. "Kami tunggu sampai masa tahanan selesai."
Surya Anta dkk mestinya bebas pada hari ini lantaran memenuhi syarat yang diatur dalam pembebasan bersyarat di program asimilasi dan integrasi dalam rangka pencegahan dan penanggulangan penyebaran COVID-19. Salah satu pendamping tahanan politik, Pendeta Suarbudaya menyatakan mereka kecewa atas keputusan tersebut.
"Ini berarti aturan hukum pembebasan tahanan berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan HAM soal COVID-19 itu diskriminatif, sebab itu tidak mencakup dan berlaku bagi tahanan politik," kata Suarbudaya ketika dihubungi Tirto.
Menurut dia alasan 'terdakwa kasus makar' sangat dibuat-buat oleh pihak rutan. "Jelas dibuat-buat, 38 ribu tahanan kriminal, koruptor dan lainnya dibebaskan karena COVID-19. Orang yang dianggap berseberangan sikap politik haknya, ditahan? Padahal di (Rutan) Pondok Bambu diduga ada 12 orang positif (Corona)," jelas Suarbudaya.
Berkaitan dengan pembatalan kebebasan, pihak tahanan politik akan menghubungi pihak jaksa agar proses asimilasi berhasil.
"Kami akan terus tekan agar peraturan Kemenkumham soal COVID-19 berlaku juga buat tapol Papua. Kalau tidak, komitmen negara melindungi rakyatnya dari COVID-19 sangat diragukan," kata Suarbudaya.
Ada tiga berkas dalam kasus makar ini, yaitu Nomor 1303/Pid.B/2019/PN.Jkt.Pst atas nama Paulus Suryanta Ginting Surya, Ambrosius Mulait, Issay Wenda, dan Charles Kossay; Nomor: 1304/Pid.B/2019/PN.Jkt.Pst atas nama Dano Anes Tabuni; dan Nomor: 1305/Pid.B/2019/PN.Jkt/Pst atas nama Ariana Elopere.
Mereka didakwa dengan tuduhan makar dan pemufakatan jahat, Pasal 106 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP atau Pasal 110 ayat (1) KUHP. Jaksa Penuntut Umum menuntut Issay Wenda dihukum 10 bulan, yang lain 17 bulan.
Namun hakim memvonis lebih ringan dari tuntutan. Arina Elopere, Dano Tabuni, Paulus Suryanta Ginting, Ambrosius Mulait, dan Charles Kossay diputus bersalah dan divonis 9 bulan penjara, sementara Issay Wenda 8 bulan penjara.
Issay telah bebas sesuai program asimilasi pada 28 April, namun lima terdakwa lainnya urung. Per 1 Mei, para terdakwa genap 8 bulan dipenjara (dikurung sejak 1 September 2019). Jika tak banding, mereka tinggal menjalani sisa masa tahanan.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Restu Diantina Putri