tirto.id - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonis enam tahanan politik Papua, Jumat (24/4/2020). Sidang daring ini dipimpin oleh Hakim Ketua Purwanto serta Hakim Anggota Djunaedi dan Heru.
Ada tiga berkas dalam kasus ini, yaitu Nomor 1303/Pid.B/2019/PN.Jkt.Pst atas nama Paulus Suryanta Ginting Surya, Ambrosius Mulait, Issay Wenda, dan Charles Kossay; Nomor: 1304/Pid.B/2019/PN.Jkt.Pst atas nama Dano Anes Tabuni; dan Nomor: 1305/Pid.B/2019/PN.Jkt/Pst atas nama Ariana Elopere.
Mereka didakwa dengan tuduhan makar dan pemufakatan jahat, Pasal 106 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP atau Pasal 110 ayat (1) KUHP. Jaksa Penuntut Umum menuntut Issay Wenda dihukum 10 bulan, yang lain 17 bulan.
Hakim memvonis lain. Putusannya lebih ringan. Arina Elopere, Dano Tabuni, Paulus Suryanta Ginting, Ambrosius Mulait, dan Charles Kossay diputus bersalah dan divonis 9 bulan penjara, sementara Issay Wenda 8 bulan penjara.
Kuasa hukum terdakwa, Oky Wiratama Siagian, mengatakan "hakim dalam pertimbangannya ragu-ragu." Dan ketika hakim ragu, "maka terdakwa harus dibebaskan sesuai dengan asas in dubio pro reo," katanya kepada reporter Tirto, hari ini (24/4/2020).
Oky bilang di satu sisi hakim mempertimbangkan kalau pasal makar berpotensi disalahgunakan oleh negara terhadap rakyat dan memang ada peristiwa SARA di Surabaya yang berakibat demonstrasi menentang rasisme di mana-mana--termasuk aksi yang digelar para terdakwa di Istana pada 28 Agustus 2019. Namun hakim juga mengatakan meski kebebasan berekspresi adalah ciri demokrasi, tetap harus dilakukan dalam koridor hukum yang tidak bertentangan dengan ideologi negara.
Hakim juga menilai aksi para terdakwa merupakan aksi damai, "tapi dilakukan dengan cara lain, yakni mengibarkan bendera Bintang Kejora, lagu Papua berjudul Bukan Merah Putih," kata Oky.
Hakim pun mengatakan kasus makar menuai pro dan kontra, serta "membuka cakrawala berpikir majelis," kata Oky. "Ini juga bukti keragu-raguan hakim."
Meski menilai semestinya dibebaskan, ia dan tim hukum mengatakan masih pikir-pikir untuk mengajukan banding.
Per 1 Mei nanti, para terdakwa genap 8 bulan dipenjara (dikurung sejak 1 September 2019). Jika tak jadi banding, mereka tinggal menjalani sisanya.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Rio Apinino