tirto.id - Komite Aksi Penolakan Otonomi Khusus Papua mengadakan aksi di depan kantor Kementerian Dalam Negeri, Selasa (14/7/2020). Mereka tak mau otonomi khusus di sana kembali diberlakukan.
"Kami menolak otonomi khusus jilid dua karena bukan kehendak rakyat Papua, serta mengutuk keras elite politik Papua yang mengatasnamakan rakyat Papua untuk agenda dialog dan perpanjangan otonomi khusus," ujar Koordinator Aksi Eto Rumpaday, dalam siaran pers tertulis.
Massa juga meminta pemerintah membebaskan tahanan politik Papua, menghentikan segala bentuk diskriminasi terhadap tahanan politik, mahasiswa maupun rakyat Papua dan berikan akses bagi jurnalis asing ke Papua.
Selain itu, massa minta agar surat keputusan pemberhentian empat mahasiswa Universitas Khairun Ternate dicabut. Kemudian mendesak pemerintah menarik aparat dari tanah Papua.
"Kami juga menolak Pepera 1969 yang tidak demokratis dan berikan rakyat Papua hak menentukan nasib sendiri sebagai solusi," kata Eto.
15 Juni lalu puluhan orang yang tergabung dalam Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP) berkumpul di Taman Pandang Istana, kawasan Monas, Jakarta Pusat. Saat itu mereka menuntut pembebasan Buchtar Tabuni cs yang proses hukumnya digelar di Balikpapan.
Mantan tahanan politik Papua, Surya Anta Ginting dalam orasinya mengatakan tidak semua orang yang ditahan di Balikpapan saat ini terlibat langsung dalam aksi tolak rasisme tahun lalu. Ia pun menilai pasal makar terlalu mudah digunakan oleh pemerintah Indonesia, padahal dalam rumusannya, sebuah tindakan baru bisa dikatakan makar jika ada serangan.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Reja Hidayat