tirto.id - Rumah singgah yang dihuni oleh para eks tahanan politik 1965, eks Tapol Papua hingga kelompok LGBTQ mengalami kesulitan pendanaan. Hal tersebut diungkap oleh warganet @sekarjoget.
Salah satu pengelola rumah Pendeta Gereja Komunitas Anugerah Salemba (GKA) Suarbudaya Rahadian mengatakan terdapat 20 orang yang bertempat tinggal di sana.
"Ada lansia 2 orang, bayi 1 orang, dan sisanya dewasa muda usia 20 sampai 30 tahun," ujar Suara kepada reporter Tirto, Selasa (29/9/2020).
Mereka membutuhkan biaya untuk melanjutkan sewa rumah sekitar Rp150 juta per tahun. Sementara batas waktu penyewaan rumah akan berakhir 30 September mendatang. Serta membutuhkan sembako, susu bayi dan perlengkapan mandi.
Twitter do your magic!
— budhe tara (@sekarjoget) September 29, 2020
Kami, para penghuni rumah singgah di Jakarta, perlu 50jt untuk membayar kekurangan sewa kontrakan sebelum Rabu (30/9), jam 10 pagi, atau kami akan diusir.
Kami sangat bersyukur atas donasi sekecil apapun, bisa dikirim ke Jenius: $olivmuxng (inisial O.S.) pic.twitter.com/sqA0S2yZWd
Jika ada pihak yang ingin berdonasi, katanya, bisa melalui BTPN Jenius atas nama Oktavia Siregar dengan nomor rekening 9039003672.
Rumah singgah tersebut dikelola oleh GKA dengan bantuan pendanaan dari Rainbow Christian Fellowship—yayasan bidang advokasi keragaman orientasi seksual dan ekspresi gender.
Jumlah penghuni rumah yang berlokasi di Jakarta Selatan semula 6 orang, lalu bertambah menjadi 12-20 orang.
"Sejak COVID-19 banyak yang tinggal di sini karena tidak dapat bayar indekos. Masalah muncul ketika banyak donor tidak dapat membantu karena terkendala pandemik," ujarnya.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Zakki Amali