tirto.id - Pemerintah resmi memulai pelaksanaan vaksinasi COVID-19 untuk anak usia 6 hingga 11 tahun sejak 14 Desember. Setidaknya ada 26,5 juta anak yang ditargetkan. Vaksinasi usai anak ini akan dilakukan secara bertahap, dimulai dari provinsi dan kabupaten/kota dengan kriteria cakupan vaksinasi dosis 1 di atas 70 persen dan cakupan vaksinasi lansia di atas 60 persen.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengklaim target vaksinasi 26,5 juta anak akan berjalan lancar dan tidak memakan waktu lama. Sebab, vaksinasi anak terakomodir di sekolah sehingga sasaran vaksinasi anak jelas.
“Anak-anak pasti berada di sekolah. Tidak perlu dicari lagi, tinggal vaksinatornya datang dengan perangkat yang lain semuanya akan mudah dilaksanakan,” kata Muhadjir dalam keterangan tertulis, Jumat (17/12/2021).
Muhadjir pun menyebut pemerintah bisa memvaksin sebanyak 6,6 juta anak dengan dosis pertama hingga akhir 2021. “Dengan target untuk akhir Desember ini nanti mencapai 6,6 juta, saya kira nanti bisa dipenuhi. Karena vaksinnya sudah siap dan kemudian akan dilanjutkan vaksinasi untuk anak 6-11 tahun pada 2022," ucapnya.
Muhadjir juga mengingatkan bahwa vaksinasi penting tidak hanya untuk memutus mata rantai COVID, tetapi juga melindungi anak saat sekolah tatap muka.
Berdasarkan data pemerintah per 17 Desember 2021, sebanyak 8,8 juta jiwa dari 106 kabupaten/kota dari 11 provinsi yang sudah memenuhi kriteria tersebut, yakni Banten, DI Yogyakarta, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Kepulauan Riau, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Utara, dan Bali.
Sedangkan vaksin yang digunakan saat ini adalah jenis Sinovac dan sudah punya EUA dari BPOM. Total ada 6,4 juta dosis vaksin Sinovac yang akan digunakan hingga akhir Desember 2021 dan pada 2022 direncanakan pengadaan baru untuk memenuhi kebutuhan 58,7 juta total dosis vaksin untuk 26,5 juta anak usia 6-11 tahun.
“Kepada orang tua saya mohon anaknya dimotivasi dibesarkan hatinya dan diupayakan agar mendamping mereka saat divaksin. Kemudian kita telah pastikan vaksin untuk anak ini aman. Seandainya ada gejala ikutan maka tidak akan membahayakan anak," kata Muhadjir.
Namun demikian, relawan LaporCovid-19 Amanda Tan pesimistis target tersebut tercapai. Sebab, vaksinasi sulit tercapai karena pemerintah hanya berfokus pada sekolah. Ia sebut ada tantangan soal transparansi sekolah karena LaporCovid-19 menduga vaksinasi akan berbasis data anak di sekolah.
“Akan sulit tercapai apabila pendaftaran di sentra non-sekolah itu dipersulit dan tidak adanya transparansi informasi kepada orang tua murid di mana mereka dapat mendapatkan vaksin, dan bagaimana mendaftarkan anaknya," kata Amanda kepada reporter Tirto, Jumat (17/12/2021).
Amanda mengingatkan, vaksinasi anak sulit terealisasi karena mengacu pada vaksinasi dewasa. Di vaksinasi dewasa masih banyak masalah. Sebagai contoh, pendataan masih sulit. Misal masih ada warga yang susah menjangkau vaksin. Masalah lain adalah sulitnya mendapatkan vaksinasi kedua.
Ia menilai praktik di DKI Jakarta bisa menjadi teknik untuk vaksinasi ini. Amanda mencatat anak murid bisa mendaftar ke sekolah masing-masing dengan catatan memiliki NIK domisili Jakarta. “Praktik ini bisa dilakukan di provinsi lain," kata Amanda.
Amanda pun mendorong agar stok vaksinasi tetap terjaga dalam program vaksinasi anak. Kemudian, ia mendorong agar puskesmas ikut digunakan sebagai tempat vaksin untuk anak-anak. Di sisi lain, pemerintah harus meyakinkan orang tua agar bisa mengizinkan anaknya untuk divaksinasi.
“Memastikan akses vaksin terjangkau oleh anak-anak. Kelompok anak-anak adalah kelompok yang sama sekali belum mendpatkan vaksin sama sekali. WHO mengatakan bahwa bagi yang belum mendapatkan vaksin sama sekali, maka perlu diberikan vaksin agar terlindungi, apalagi anak menjadi kelompok rentan karena adanya PTM,” kata Amanda.
Ketua Departemen Epidemiologi Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono justru optimistis target 6,6 juta anak divaksin hingga akhir 2021 bisa terealisasi. Ia beralasan, kecepatan vaksinasi Indonesia sudah tembus 1 juta. Dengan waktu tersisa (13 hari) dengan rerata vaksinasi di angka 600 ribu per hari, maka angka 6,6 juta bisa terealisasi.
Miko pun menilai vaksinasi anak usai 6-11 tahun lebih mudah targetnya karena mereka terkonsentrasi di sekolah. “Selama ini UKS [Unit Kesehatan Sekolah] saja kegiatan rutin, UKS itu tinggi cakupannya karena begitu kita datang ke sekolah, semua diimunisasi kecuali yang enggak masuk,” kata Miko kepada reporter Tirto.
Miko menuturkan, anak yang tidak vaksin adalah anak yang tidak sekolah saat vaksinasi. Umumnya, anak yang tidak divaksinasi karena memang tidak hadir atau memang ada keengganan dari orangtuanya untuk anaknya divaksin.
Ia mengakui, vaksinasi memang mengalami tantangan apabila dilihat secara nasional. Ada 4 provinsi, yakni Aceh, Riau, Kalimantan Selatan, dan Sumatera Barat mengalami tantangan dalam pelaksanaan vaksinasi ini. Hal tersebut berkaitan dengan pemahaman agama agar tidak divaksin.
Namun ia yakin tantangan tersebut tidak dialami di anak-anak karena anak berkumpul di sekolah. Sampai saat ini, angka vaksinasi sekolah pun berada di angka rerata 80 persen sehingga target 26,5 juta pun bisa tercapai setidaknya 80 persen dari total target di tahun depan.
“Saya yakin 80 persen atau 85 persen tercapai dari 26,5 juta," kata Miko.
Di sisi lain, epidemiolog dari Universitas Airlangga Windhu Purnomo menyoroti klaim Muhadjir yang menyebut vaksinasi anak bisa mencapai 6,6 juta anak hingga akhir Desember 2021. Menurut Windhu, pemerintah seharusnya tidak asal berbicara soal target vaksinasi anak ini.
Windhu mengingatkan, angka vaksinasi Indonesia berada di angka 1,3 juta sehari secara nasional. Sementara itu, daerah yang bisa vaksinasi anak usia 6-11 tahun hanya 106 kabupaten kota. Apabila mengacu pada kalkulasi vaksinasi, 106 kabupaten/kota tersebut hanya bisa memvaksin di angka rata-rata 450 ribu orang dengan status semua umur.
Jika mengacu pada waktu yang tersisa hingga akhir tahun (31 Desember), maka angka vaksinasi anak 6,6 juta sulit terealisasi. Sebab, angka vaksinasi di 106 kabupaten kota maksimal hampir 6 juta atau tepatnya 5,85 juta orang. Itu pun daerah tidak memvaksinasi orang dewasa dan lansia, kata Windhu.
“Jadi targetnya harus dikoreksi, harus lebih rendah karena vaksinasi anak itu harus diberlangsungkan bersama-sama dengan kelompok lain yang lebih berisiko. Tidak boleh kemudian memprioritaskan anak karena risiko anak jauh lebih rendah,” kata Windhu kepada reporter Tirto, Jumat (17/12/2021).
Windhu mengingatkan, prinsip perlindungan publik terhadap pandemi adalah melindungi warga yang rentan. Dalam kasus COVID, lansia jauh lebih berisiko daripada anak-anak. Iasebut, angka fatalitas anak di bawah 1 persen, sementara lansia hingga 15 persen.
“Jadi sekali lagi bahwa kita nggak boleh mendorong kabupaten kota mengesampingkan yang butuh demi anak. Anak itu memang enggak boleh sampai tidak bisa terlindung, tapi justru yang lebih terlindungi adalah mereka yang lebih dewasa,” kata Windhu.
Epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman mengakui bahwa vaksinasi anak lebih mudah dari sisi pelaksanaan karena faskes dan nakes yang sudah mahir. “Namun tantangannya akan datang dari ketidakpahaman orang tua. Literasi vaksin jadi penting,” kata Dicky kepada reporter Tirto.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz