Menuju konten utama

Tanggapan Kemenag terhadap 5 Rekomendasi Pansus Angket Haji 2024

Juru Bicara Kemenag, Sunanto, mengatakan rekomendasi pansus haji intinya adalah revisi regulasi untuk perbaikan, hal itu harus dihormati dan diapresiasi.

Tanggapan Kemenag terhadap 5 Rekomendasi Pansus Angket Haji 2024
Ketua Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji Nusron Wahid (kiri) dan Wakil Ketua Pansus Marwan Dasopang (kanan) memimpin Rapat Pansus Angket Haji yang menghadirkan Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama Hilman Latief, di Ruang Badan Anggaran DPR, Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/8/2024). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/foc.

tirto.id - Kementerian Agama (Kemenag) buka suara terkait lima rekomendasi Pansus Angket Haji DPR RI. Rekomendasi dibacakan saat sidang Paripurna DPR ke-8 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2024-2025 di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Senin (30/9/2024).

“Saya melihat rekomendasi pansus intinya adalah revisi regulasi untuk perbaikan. Ini tentu kita hormati dan apresiasi,” ujar Juru Bicara Kemenag, Sunanto, dalam keterangannya, Senin (30/9/2024).

Rekomendasi pertama, dibutuhkan revisi terhadap UU No 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah dan UU No 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji dengan mempertimbangkan kondisi kekinian yang terjadi dalam regulasi dan model pelaksanaan ibadah haji yang ada di Arab Saudi.

“Sedari awal Kementerian Agama sudah meminta agar ada revisi regulasi, utamanya UU Nomor 8 Tahun 2019. Sebab, sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan ibadah haji reguler, Kemenag merasakan betul kebutuhan akan revisi regulasi, terlebih melihat dinamika kebijakan penyelenggaraan haji di Arab Saudi,” ucap Sunanto.

Ia mencontohkan, Arab Saudi sejak 2023 mengumumkan kuota haji lebih awal dari biasanya. Pada saat yang sama, Kementerian Arab Saudi menerbitkan jadwal tahapan persiapan penyelenggaraan ibadah haji dengan kalender hijriah. Sementara proses pengelolaan program dan anggaran pemerintah Indonesia menggunakan kalender masehi.

“Dalam hal tertentu, ada momen yang menuntut penyelenggara mengambil kebijakan lebih cepat dan melakukan persiapan lebih awal. Hal seperti ini belum terakomodir dalam regulasi,” sebut Sunanto.

Contoh lainnya, kata dia, terkait pembiayaan bagi jemaah penggabungan mahram atau pendamping. Regulasi saat ini tidak membedakan biaya yang harus dibayar jemaah yang ikut penggabungan mahram meski masa tunggu mereka lebih singkat dari jamaah yang masuk kuota.

Menurut Sunanto, masa antrian jemaah yang berangkat dengan penggabungan mahram dan pendamping secara regulasi paling lama lima tahun. Namun, pembiayaannya disamakan dengan jemaah yang sudah menunggu dalam waktu yang lebih lama, mencapai 12-13 tahun.

“Hal semacam ini perlu direspons dalam perbaikan regulasi. Saat ini Kemenag terus melakukan harmonisasi regulasi,” ujarnya.

Rekomendasi kedua, diperlukan sistem yang lebih terbuka dan akuntabel dalam penetapan kuota haji, terutama dalam ibadah haji khusus, termasuk pengalokasian kuota tambahan. Setiap keputusan yang diambil harus didasarkan pada peraturan yang jelas dan diinformasikan secara terbuka kepada publik.

“Sistem penetapan kuota selama ini bersifat terbuka dan mengacu pada UU Nomor 8 tahun 2019, khususnya Pasal 8 dan Pasal 9. Penetapan kuota haji memang wewenang atribusi yang diberikan undang-undang kepada Menteri Agama. Pasal 64 juga jelas bahwa alokasi kuota haji khusus sebesar delapan persen itu dari Kuota Haji Indonesia yang itu adalah kuota pokok, bukan kuota tambahan,” jelas dia.

Sunanto mengatakan, dalam sejarah penyelenggaraan ibadah haji, Indonesia setidaknya tiga kali menerima kuota tambahan. Praktik pembagiannya tidak pernah sama. Tahun 2019, Indonesia mendapat 10.000 kuota tambahan dan itu seluruhnya diberikan untuk jemaah haji reguler.

Tahun 2023, Indonesia mendapat 8.000 kuota tambahan. Sebanyak 92 persen untuk jemaah haji reguler dan delapan persen untuk jemaah haji khusus. Sementara pada 2024, Indonesia mendapat 20.000 kuota tambahan, dibagi rata untuk haji reguler dan haji khusus.

“Pada tahun 2022, Indonesia mendapat kuota 100.051, dibagi 92.825 untuk haji reguler dan 7.226 untuk haji khusus. Prosentase kuota haji khusus hanya 7,2 persen, tidak sampai 8 persen. Kemenag waktu itu akan digugat Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK). Tapi, memang keputusan dari Arab Saudinya pembagiannya sudah seperti itu,” ucapnya.

“Kemenag tentu melakukan berbagai kajian untuk menjadi bahan pertimbangan dalam alokasi kuota tambahan. Kemenag juga saat ini memperbaiki prosedur dan mekanisme pengisian kuota serta memperkuat transparansi dalam menyampaikan informasi ke publik yang lebih luas. Misalnya, kuota dasar dan kuota tambahan diumumkan secara terbuka kepada publik melalui kanal-kanal berita resmi Kemenag,” lanjutnya.

Rekomendasi ketiga, dalam pelaksanaan ibadah haji khusus, Pansus merekomendasikan, hendaknya dalam pelaksanaan mendatang, peran negara dalam fungsi kontrol terhadap penyelenggaraan ibadah haji khusus, harus lebih diperkuat dan dioptimalkan.

“Rekomendasi ketiga ini sejalan dengan semangat kami untuk melakukan penguatan pengawasan. Kami sudah melakukan beberapa hal, terutama untuk penyelenggaraan umrah. Kami sudah bentuk satgas pengawasan umrah. Ke depan ini bisa diperluas termasuk pada satgas pengawasan haji khusus,” kata Sunanto.

Rekomendasi keempat, panitia angket mendorong penguatan peran lembaga pengawasan internal pemerintah, seperti Inspektorat Jenderal Kementerian Agama dan BPKP, agar lebih detail dan kuat dalam mengawasi penyelenggaraan haji.

Manakala kerja Pansus membutuhkan tindaklanjut, dapat melibatkan pengawas eksternal, seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan aparat penegak hukum, kepolisian, kejaksaan, dan KPK.

“Dalam proses penyelenggaraan ibadah haji, Kemenag sudah melibatkan berbagai pihak, untuk pengawasan, mulai dari Itjen, BPK, DPR, dan DPD RI, serta kementerian dan lembaga lain sebagai pengawas internal dan eksternal," tutur Sunanto.

"Dalam hal tertentu, misalnya, dalam layanan akomodasi/hotel di Arab Saudi, klausul kontrak membuka peluang keterlibatan aparat penegak hukum Indonesia dalam penanganan tindak pidana korupsi," ujarnya.

Rekomendasi kelima, Pansus mengharapkan pemerintah mendatang agar dalam mengisi posisi Menag dengan figur yang dianggap lebih cakap dan kompeten dalam mengkoordinasi, mengatur, dan mengelola ibadah haji.

“Soal menteri, ini hak prerogatif presiden. Termasuk penilaian kecakapan dan kompetensinya. Faktanya, baik secara kuantitatif dan kualitatif, Kementerian Agama dalam tiga tahun terakhir berhasil mencapai prestasi sangat memuaskan dalam pelayanan ibadah haji," kata Sunanto.

Ia menambahkan, Kemenag di bawah pimpinan Yaqut Cholil Qoumas banyak mendapat capaian. Ditjen Bimas Islam mencatat, ada 1.364.937 calon pengantin yang memanfaatkan program nikah gratis di KUA.

Menurutnya, ini tidak terlepas dari proses revitalisasi KUA yang selama ini dilakukan. Hingga saat ini, ada 1.206 KUA yang telah direvitalisasi.

Sampai September 2024, terdapat 255.989 bidang tanah wakaf yang telah mendapat sertifikat wakaf. Dengan aset wakaf yang aman, itu diharapkan dapat meningkatkan produktivitas.

Ia menambahkan, prestasi siswa madrasah dan perguruan tinggi keagamaan juga terus meningkat. Bahkan, ranking pertama perolehan medali OSN 2024 adalah MAN 2 Kota Malang di antara semua sekolah di Indonesia.

Dari 2021-2023, sebanyak 3.576 pesantren telah menerima manfaat dari Program Kemandirian Pesantren dalam berbagai bidang bisnis, di antaranya 832 toko, warung minimarket dan koperasi, 169 usaha laundry, 56 pengelolaan bidang food and beverages, 34 bisnis digital printing, dan ratusan jenis usaha lainnya.

Menurutnya, anggaran yang telah digelontorkan pemerintah lebih dari Rp553 miliar yang telah terdistribusi pada ribuan lembaga pesantren pada seluruh provinsi di Indonesia.

Di bidang kehidupan keagamaan, Kemenag terus menghadirkan beragam layanan keagamaan secara digital dan inklusif untuk memudahkan akses umat. Ada Al-Qur’an braille dan isyarat, Dhammapada Braille, Alkitab bahasa iyarat, dan Kitab Suci Upadesa (bagian dari Kitab Weda) isyarat.

"Selain itu, tugas dan fungsi Kementerian Agama juga sudah dilaksanakan secara optimal. Indeks Kerukunan Umat Beragama mengalami peningkatan yang menjadi cerminan kualitas kerukunan dan toleransi umat beragama di Indonesia yang kian membaik. Selain itu, indeks layanan KUA juga mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan pelayanan Kementerian Agama kepada masyarakat semakin baik," pungkas Sunanto.

Baca juga artikel terkait PANSUS HAJI 2024 atau tulisan lainnya dari Muhammad Naufal

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Muhammad Naufal
Penulis: Muhammad Naufal
Editor: Irfan Teguh Pribadi