Menuju konten utama

12 Susunan Rangkaian Prosesi Pernikahan Adat Bugis dan Maknanya

Setiap prosesi pernikahan adat Bugis memiliki makna dan filosofinya masing-masing. Ketahui tahapan beserta maknanya.

12 Susunan Rangkaian Prosesi Pernikahan Adat Bugis dan Maknanya
Ilustrasi kain sutra yang umumnya digunakan pada saat pesta adat maupun pesta pernikahan adat Bugis Makassar. ANTARA / Suriani Mappong

tirto.id - Prosesi pernikahan adat Bugis merupakan salah satu cara untuk memaknai betapa sakralnya gerbang kehidupan yang baru akan mereka pijaki. Pasalnya, setiap tahapan memiliki makna dan filosofinya masing-masing.

Adat pernikahan Bugis ini umum ditemukan di Sulawesi Selatan, yang merupakan daerah dengan mayoritas penduduk Bugis. Prosesi pernikahannya melibatkan berbagai tahapan, dari lamaran hingga resepsi, dengan partisipasi seluruh keluarga kedua mempelai.

Setiap upacara dipenuhi ritual sakral yang diyakini membawa kelancaran dan berkah dalam kehidupan pernikahan. Tradisi ini tetap dijaga karena memiliki makna mendalam dalam budaya dan kepercayaan masyarakat Bugis.

Sejarah Pernikahan Adat Bugis

Dijelaskan dalam jurnal ilmiah karya Sudirman P (2016), dalam pandangan masyarakat Bugis khususnya Makassar, pernikahan dianggap sebagai sesuatu yang sangat penting, bahkan seolah-olah menjadi kewajiban.

Hal ini tercermin dalam ungkapan mereka, "Tenapa nagarna se’re tau punna tenapa nasi tuttu ulunna salangganna." Artinya, seseorang belum benar-benar sempurna jika kepalanya belum menyatu dengan bahunya.

Maksud dari ungkapan ini adalah bahwa seseorang baru dianggap sebagai manusia yang sempurna (tau) setelah menikah. Orang yang belum menikah diibaratkan sebagai tubuh yang belum lengkap, karena kepala dan badannya belum bersatu, seperti halnya hubungan antara suami dan istri yang dianggap sebagai kesatuan yang harus terhubung.

Adat Bugis pernikahan tidak hanya menyatukan dua individu, tetapi juga mempererat hubungan antara kedua keluarga dalam sebuah ikatan yang disebut Ajjuluk Sirik. Ikatan ini bermakna bahwa kedua keluarga bersatu dalam menjaga dan mendukung kehormatan masing-masing.

Dalam budaya Makassar, seseorang yang tidak memiliki keturunan disebut tau puppusuk, yang berarti orang yang tidak berkembang biak dan dianggap kurang beruntung. Sebaliknya, memiliki banyak anak dipandang sebagai tanda keberuntungan.

Hal ini seperti tertuang dalam ungkapan, "Kalumannyangmako kajaimi anaknu," yang berarti, "Kamu sudah kaya karena anakmu banyak." Pasalnya, anak dianggap sebagai pembawa rezeki.

Rangkaian Prosesi Pernikahan Adat Bugis

Inilah rangkaian proses pernikahan adat Bugis bagi kamu yang ingin menikah dengan adat asal Sulawesi Selatan ini.

1. Mammanu'manu'

Susunan acara pernikahan adat Bugis pada tahapan paling awal adalah Mammanu'manu',di mana keluarga calon mempelai pria mencari pasangan yang sesuai dengan kriteria yang diinginkan. Jika sudah menemukan calon yang cocok, keluarga akan menyelidiki latar belakangnya (mappese-pese) untuk memastikan bahwa wanita tersebut bisa dipinang.

2. Mappese-pese

Prosesi dilanjutkan dengan mappese-pese atau mendekati keluarga calon mempelai wanita untuk mengetahui lebih dalam tentangnya. Keluarga pria akan meminta bantuan kerabat dekat untuk mempertemukan mereka dengan keluarga calon mempelai wanita. Jika diterima, maka akan berlanjut ke proses lamaran.

3. Massuro/Madduta

Tahapan lamaran, disebut Massuro atau Madduta, di mana keluarga pria mengutus seorang perwakilan untuk membicarakan pernikahan dan menentukan jumlah uang panai (biaya yang harus diberikan pihak pria). Negosiasi ini menggunakan bahasa Bugis yang halus dan sopan.

4. Mappettu Ada

Setelah lamaran diterima, keluarga menentukan tanggal pernikahan (tanra esso), mahar (sompa), dan uang belanja pesta pernikahan (doi menre). Pada tahap Mappetu Ada ini, calon pengantin wanita juga menerima hantaran berupa perhiasan.

5. Mappasau Botting

Tata cara pernikahan adat Bugis yang unik salah satunya adalah Mappasau Botting. Ini merupakan ritual perawatan bagi calon pengantin wanita sebelum menikah, berlangsung selama tiga hari.

Ia dibersihkan menggunakan uap daun pandan untuk menghilangkan keringat tidak baik, lalu memakai bedak hitam dari jeruk nipis dan asam jawa agar kulitnya bersih dan bercahaya.

6. Mappanre Temme

Tradisi Mappanre Temme dalam pernikahan adat Bugis adalah memberi makan kepada seseorang yang telah khatam Al-Qur'an. Biasanya dilakukan sore sebelum pernikahan, diiringi dengan pembacaan ayat suci oleh calon pengantin.

7. Mappacci

Selanjutnya, ritual Mappaci atau penyucian jiwa dan raga calon pengantin dari keburukan. Keduanya duduk di pelaminan dan menerima doa restu dari keluarga serta tamu dengan mengusapkan pacci (daun pacar) ke telapak tangan mereka.

8. Mappasili

Prosesi dilanjutkan dengan siraman yang disebut Mappasili. Siraman dilakukan menggunakan air dari tujuh sumber mata air dengan tujuh jenis bunga, bertujuan untuk membersihkan diri dan menolak bala.

Air siraman ini ditaburkan koin, yang nantinya akan diperebutkan oleh para tamu yang belum menikah, karena dipercaya membawa jodoh.

9. Mappenre Boting dan Madduppa Boting

Mempelai pria diantar ke rumah mempelai wanita tanpa didampingi orang tua (mappenre boting). Setibanya di rumah calon istri, ia disambut dengan upacara penyambutan (madduppa boting).

10. Mappasikarawa

Setelah akad nikah, mempelai pria masuk ke kamar pengantin setelah mengetuk pintu sebagai tanda izin. Mereka melakukan sentuhan pertama sebagai suami istri, diikuti dengan pemakaian sarung yang telah dijahit, simbol kehidupan pernikahan yang terjaga.

Acara Mappasikarawa dalam pernikahan adat Bugis ini kemudian diakhiri dengan sungkem kepada orang tua.

11. Mapparola

Mapparola adalah prosesi di mana mempelai wanita melakukan kunjungan balasan ke rumah suami. Mempelai wanita membawa sarung tenun sebagai hadiah pernikahan.

12. Ziarah dan Massita Beseng

Setelah pernikahan, pasangan pengantin berziarah ke makam leluhur sebagai bentuk penghormatan. Rangkaian acara ditutup dengan massita beseng, pertemuan kedua keluarga untuk mempererat hubungan.

Baca juga artikel terkait ADAT PERNIKAHAN atau tulisan lainnya dari Nisa Hayyu Rahmia

tirto.id - Diajeng
Penulis: Nisa Hayyu Rahmia
Editor: Nisa Hayyu Rahmia & Dhita Koesno