Menuju konten utama

7 Prosesi Upacara Pernikahan Adat Aceh dan Tahapannya

Pernikahan adat Aceh dipengaruhi oleh berbagai budaya, termasuk Arab, China, Eropa, dan Hindia. Berikut susunan prosesi pernikahan adat Aceh.

7 Prosesi Upacara Pernikahan Adat Aceh dan Tahapannya
Pernikahan Adat Aceh. pinterest/Teuku Nashrol El-Muzein

tirto.id - Proses pernikahan adat Aceh memiliki sejarah yang panjang dan kompleks. Ini dipengaruhi oleh berbagai budaya, termasuk Arab, Eropa, Tionghoa, dan India. Proses ini penting dilakukan khususnya bagi mempelai yang akan melangsungkan pernikahan adat Aceh.

Apa saja tata cara pernikahan adat aceh? berikut adalah prosesi pernikahan adat Aceh.

Prosesi Pernikahan Adat Aceh

Pernikahan adat Aceh merupakan warisan budaya yang sarat makna dan tradisi. Setiap tahapannya mencerminkan nilai-nilai kekeluargaan, kesopanan, serta penghormatan terhadap adat istiadat yang telah diwariskan secara turun-temurun.

Mulai dari proses lamaran hingga upacara pernikahan, setiap prosesi memiliki simbol dan filosofi tersendiri. Lalu, bagaimana tahapan nikah adat aceh? Berikut tahapan dan penjelasannya.

1. Ba Ranup (Tahap Lamaran)

Ba Ranup, yang berarti "membawa sirih," adalah tradisi turun-temurun dalam masyarakat Aceh saat seorang pria melamar perempuan.

Dalam proses ini, keluarga pria akan mengutus seorang yang bijak berbicara, disebut seulangke, untuk mencari jodoh bagi anak lelaki mereka. Jika seulangke menemukan gadis yang cocok, ia akan memastikan status gadis tersebut sebelum menyampaikan maksud lamaran.

Pada hari yang disepakati, para tetua dari pihak pria datang ke rumah keluarga gadis dengan membawa sirih sebagai simbol pengikat lamaran. Setelah prosesi selesai, pihak pria kembali, sementara keluarga gadis berdiskusi dengan putrinya untuk menentukan apakah lamaran diterima atau tidak.

2. Jak Ba Tanda (Tahapan Pertunangan)

Setelah lamaran diterima, keluarga pria kembali untuk peukong haba, yakni pembicaraan mengenai tanggal pernikahan, besaran mahar (jeulamee), dan jumlah tamu. Biasanya, sekaligus dilakukan upacara pertunangan (jak ba tanda), yang ditandai dengan pemberian cincin sebagai simbol pinangan.

Dalam prosesi ini, pihak pria membawa hantaran seperti buleukat kuneeng (ketan kuning), tumphou, buah-buahan, pakaian, dan perhiasan. Jika pertunangan batal karena pihak pria, cincin dianggap hangus, sementara jika pihak wanita yang membatalkan, cincin harus dikembalikan dua kali lipat.

3. Jeulamee (Penentuan Mahar)

Dalam nikah adat aceh, mahar berupa emas atau uang dengan jumlah berbeda di setiap daerah. Di Aceh Barat, mahar emas berkisar belasan hingga puluhan mayam. Sementara di Aceh Barat, jumlahnya lebih kecil tetapi ditambah peng angoh (uang tambahan) untuk membantu pesta dan perlengkapan kamar pengantin.

Mahar umumnya ditentukan pihak perempuan, dengan kecenderungan meningkat bagi kakak beradik. Namun, jumlahnya tetap bisa disesuaikan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.

4. Pesta Pelaminan

Sebelum pernikahan, diadakan upacara meugaca atau boh gaca (memakai inai) selama tiga hari tiga malam bagi kedua pengantin. Tradisi ini dipengaruhi budaya India dan Arab, namun kini hanya pengantin perempuan yang menjalankannya.

Setelah itu, dilakukan persiapan ijab kabul. Dahulu, prosesi ini berlangsung di KUA atau meunasah tanpa kehadiran pengantin perempuan. Kini, ijab kabul sering dilakukan di masjid besar, seperti Masjid Raya Baiturrahman, dihadiri kedua mempelai, keluarga, serta tamu undangan.

Prosesi ini dipimpin oleh wali nikah, penghulu, serta saksi, dengan lafal akad yang disesuaikan dengan adat setempat.

Setelah ijab kabul, digelar pesta pelaminan baik di hari yang sama maupun berbeda. Selain merayakan kebahagiaan, acara ini bertujuan memperkenalkan kedua mempelai kepada keluarga besar dan masyarakat.

5. Tueng Linto Baro (Menerima Pengantin Laki-laki)

Prosesi tueng linto baro adalah penerimaan pengantin pria oleh keluarga pengantin wanita dalam adat Aceh. Pengantin pria datang bersama rombongan keluarga dan kerabat untuk menghadiri pesta. Mereka disambut dengan jamuan khas bernama idang bu bisan, yang terdiri dari nasi dan hidangan khusus untuk besan.

Setelah makan, rombongan keluarga pria berpamitan pulang, sementara pengantin pria tetap tinggal hingga acara berakhir dan duduk di pelaminan bersama pengantin wanita.

6. Tueng Dara Baro (Menerima Pengantin Perempuan)

Prosesi ini adalah kebalikan dari tueng linto baro, yaitu giliran keluarga pengantin wanita yang datang ke acara keluarga pengantin pria. Prosesi ini merupakan bentuk penerimaan secara adat dan menjadi bagian dari tradisi pernikahan Aceh.

7. Peusijuek (Doa Restu)

Peusijuek adalah tradisi adat aceh nikah yang berasal dari budaya India yang telah beradaptasi dengan nilai-nilai Islam. Prosesi ini bertujuan memberikan doa, restu, serta semangat bagi seseorang dalam momen penting kehidupannya.

Dalam pernikahan, peusijuek dilakukan oleh kedua keluarga pada berbagai tahap, seperti sebelum dan setelah ijab kabul, serta saat di pelaminan. Namun, tradisi ini tidak hanya terbatas pada pernikahan.

Peusijuek juga dilakukan dalam berbagai peristiwa, seperti sebelum berangkat haji, menggunakan barang baru seperti rumah atau kendaraan, saat bayi pertama kali menginjak tanah, hingga untuk ibu hamil.

Baca juga artikel terkait ADAT PERNIKAHAN atau tulisan lainnya dari Risa Fajar Kusuma

tirto.id - Diajeng
Kontributor: Risa Fajar Kusuma
Penulis: Risa Fajar Kusuma
Editor: Dhita Koesno