Menuju konten utama

Makna, Filosofi Siraman Pengantin Jawa Seperti Kaesang dan Erina

Semua tradisi dalam adat Jawa memiliki makna tersendiri, termasuk siraman dalam acara pernikahan.

Makna, Filosofi Siraman Pengantin Jawa Seperti Kaesang dan Erina
Erina Gudono dan Kaesang Pangarep. instagram/Erina gudomo

tirto.id - Kaesang Pangarep dan Erina Gudono akan melaksanakan pernikahan dengan adat Jawa pada 10 Desember 2022. Sesuai dengan tradisi yang ada, pasangan ini akan menjalani prosesi siraman sehari sebelum akad nikah, yaitu pada Jumat, 9 Desember 2022.

Siraman kedua calon mempelai akan dilakukan di dua tempat yang berbeda. Kaesang akan melakukan siraman di Solo, sementara Erina di kediamannya di Yogyakarta.

Dalam adat pernikahan Jawa, tradisi siraman termasuk salah satu prosesi yang harus dijalani oleh pasangan calon pengantin sebelum melangsungkan pernikahan. Lalu apa makna dan filosofinya?

Pengertian siraman dan tata caranya

Siraman berasal dari kata siram yang artinya mengguyur atau memandikan calon mempelai. Tujuannya adalah agar calon mempelai bersih lahir dan batin sebelum menjalankan akad nikah maupun rangkaian acara lainnya.

Siraman biasanya dilakukan di sekitar pukul 11.00 atau pada pukul 15.00 sore. Pada prosesi ini, biasanya ada tujuh orang pinisepuh atau sesepuh yang nantinya bertugas memandikan atau melakukan siraman, termasuk orang tua dari calon pengantin.

Urutan prosesi siraman:

  • Menyiapkan air siraman
Kembang setaman (mawar, melati, kenanga, dan bunga kantil) dimasukkan ke dalam tempat air yang digunakan untuk siraman.

Setelah itu dua buah kelapa yang sudah diikat sabutnya ikut dimasukkan ke dalam tempat air.

  • Menjemput calon pengantin
Calon pengantin yang sudah siap dan memakai busana siraman harus menunggu terlebih dahulu di kamar. Ia kemudian akan dijemput oleh kedua orang tuanya dan digandeng menuju tempat prosesi siraman berlangsung.

Sementara itu, para pinisepuh ikut mengiringi dari belakang sambil membawa ubarampe, yaitu kain jarik motif grompol dan nagasari, handuk, serta padupan.

  • Proses siraman
Setelah pembacaan doa, siraman pun dimulai. Siraman dilakukan pertama kali oleh ayah dan diikuti oleh ibu dari calon pengantin. Setelah itu barulah para pinisepuh ikut memandikan dan memberikan berkahnya.

Orang terakhir yang memandikan calon pengantin adalah juru rias atau sesepuh yang sudah ditentukan sebelumnya. Orang terakhir ini kemudian mengeramasi calon pengantin dengan landha merang (untuk sampo), santen kanil (untuk menghitamkan rambut), dan banyu asem (sebagai kondisioner).

Sementara tubuhnya juga akan dilumuri dengan konyoh, yakni lulur yang terbuat dari campuran tepung beras, kencur, dan diberi 5 warna. Konyoh berfungsi sebagai sabun yang bisa menghaluskan kulit. Setelah itu, tubuh calon pengantin kembali disiram sampai bersih.

Calon pengantin lalu memanjatkan doa, sedangkan juru rias mengucurkan air dari kendi untuk digunakan berkumur sebanyak tiga kali.

Juru rias juga akan mengguyurkan air kendi ke kepala (tiga kali), membersihkan wajah, telinga, leher, tangan, dan juga kaki (masing-masing sebanyak tiga kali).

Saat air kendi habis, juri rias memecah kendi di depan kedua orang tua calon pengantin sambil mengucap 'wis pecah pamore'.

  • Mengantar kembali ke kamar
Acara siraman diakhiri dengan mengantar calon pengantin kembali ke kamar. Calon pengantin akan digandeng oleh kedua orang tuanya menuju kamar agar bisa mempersiapkan diri untuk menjalani acara selanjutnya.

Makna dan filosofi acara siraman

Semua tradisi dalam adat Jawa memiliki makna tersendiri, termasuk siraman dalam acara pernikahan. Mengutip dari jurnal Makna Simbolik Upacara Siraman Pengantin Adat Jawa, berikut arti dari prosesi siraman:

1. Makna siraman

Siraman bertujuan untuk membersihkan calon pengantin, baik secara lahir maupun batin. Dalam hal fisik, siraman dimaksudkan untuk membersihkan sekaligus menyegarkan badan. Hal ini sangat diperlukan karena calon pengantin akan melewati banyak prosesi atau acara dalam pernikahannya sehingga membutuhkan fisik yang prima.

Fisik yang bersih dan segar tentunya juga akan berpengaruh baik pada psikis si calon pengantin. Tak hanya itu, siraman juga bermakna sebagai pembersihan jiwa, baik dari dosa, sifat buruk, hingga pengaruh negatif dari luar. Dengan demikian, calon pengantin siap melangkah ke pernikahan dalam keadaan bersih dan suci.

2. Makna dari waktu pelaksanaan siraman

Siraman dilakukan pada pukul 11.00 karena konon para bidadari turun untuk mandi di waktu tersebut. Jadi, calon pengantin diibaratkan sebagai bidadari karena waktu mandinya yang sama.

Namun ada pula siraman yang dilakukan pada pukul 15.00 karena alasan kepraktisan. Dengan demikian, calon pengantin tidak perlu menunggu terlalu lama untuk menjalani prosesi berikutnya.

3. Makna dari pelaku siraman

Selain orang tua, pelaku siraman (pinisepuh) biasanya dipilih dari keluarga yang masih utuh (tidak bercerai), punya kehidupan bahagia, dan sukses dalam hal karier atau mendidik anak. Harapannya agar kebahagiaan dan kesuksesan mereka menular kepada sang calon pengantin.

Jumlah pelaku siraman yang selalu ganjil juga dikarenakan ada keyakinan bahwa Tuhan menyukai bilangan ganjil. Meski tidak ada batasan, biasanya pelaku siraman berjumlah tujuh orang.

Dalam bahasa Jawa, tujuh berarti pitu. Pitu dikaitkan dengan kata pitulungan (pertolongan). Harapannya adalah calon pengantin akan selalu mendapat pertolongan dari Tuhan sekaligus memberikan bantuan kepada orang lain yang membutuhkan.

4. Makna dari perlengkapan siraman

Ada banyak perlengkapan dalam prosesi siraman yang juga memiliki arti tersendiri, beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:

  • Kembang setaman: melambangkan keharuman yang diharapkan bisa membuat tubuh pengantin wangi sekaligus mengharumkan namanya.
  • Dua kelapa yang diikat: simbol pasangan pengantin yang akan selalu bersama.
  • Konyoh lima warna: diharapkan agar semua cahaya menyatu pada tubuh calon pengantin sehingga auranya bersinar, indah dipandang, dan tampak berwibawa.
  • Kain jarik grompol: motif ini bermakna berkumpul/ bersatu, jadi diharapkan segala sesuatu yang baik (rezeki dan kebahagiaan) akan berkumpul untuk sang calon pengantin.

Baca juga artikel terkait LIFESTYLE atau tulisan lainnya dari Erika Erilia

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Erika Erilia
Penulis: Erika Erilia
Editor: Nur Hidayah Perwitasari