tirto.id - Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae, menjelaskan strateginya untuk mengatasi tren Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang mengalami kebangkrutan. Hingga Mei 2024, tercatat 11 BPR gulung tikar.
Menurutnya, arah pengembangan BPR saat ini merujuk pada hasil analisis dan evaluasi yang kemudian dilakukan konsolidasi untuk mendorong penguatan BPR. Konsolidasi juga menghasilkan keputusan akuisisi, merger, ataupun tindakan pencabutan izin.
"Konsolidasi dalam pengertian bahwa penguatan-penguatan terhadap BPR melalui proses merger, penggabungan, akuisisi dan lainnya akan terus kami lakukan," ucap Dian dalam Rapat Dewan Komisioner (RDK), Senin (13/5/2024).
Dengan konsolidasi, dia mengatakan langkah tersebut justru menunjukkan angka pertumbuhan kredit, dana pihak ketiga (DPK), dan aset yang semakin meningkat.
"Kalau kita lihat data statistiknya, mengenai pertumbuhan aset, kredit dan DPK itu justru menunjukkan pertumbuhannya positif secara konsisten ini naik terus," ucapnya.
Secara spesifik, data BPR dan BPRS pada 2021 sekitar 1.623 BPR dan BPRS, kemudian Maret 2024 tercatat menjadi 1.566. Di sisi lain pertumbuhan kredit mencapai 9,42 persen, DPK tumbuh 8,60 persen, dan aset tumbuh 7,34 persen.
"Jadi konsolidasi BPR ini sudah terbukti memperkuat ketahanan permodalan bank, juga dengan penguatan penerapan tata kelola dan menajemen resiko sehingga nilai tambah BPR dan BPRS terhadap masyarakat, UMKM, dan perekonomian justru semakin meningkat," ungkapnya.
Berikut 11 BPR maupun BPRS yang bangkrut dan dicabut izinnya oleh OJK:
- BPR Wijaya Kusuma
- BPRS Mojo Artho Kota Mojokerto
- BPR Usaha Madani Karya Mulia
- BPR Pasar Bhakti Sidoarjo
- Perumda BPR Bank Purworejo
- BPR EDC CASH
- BPR Aceh Utara
- BPR Sembilan Mutiara
- BPR Bali Artha Anugrah
- BPRS Saka Dana Mulia
- BPR Dananta
Penulis: Faesal Mubarok
Editor: Irfan Teguh Pribadi