Menuju konten utama

Soal Kasus Rempang, DPR: BP Batam Mirip VOC

Apa bedanya BP Batam dengan VOC yang hanya mengukur garis panjang ini, lalu diduduki itu dianggap wilayahnya.

Soal Kasus Rempang, DPR: BP Batam Mirip VOC
Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Nusron Wahid (tengah) menyampaikan pemaparan dalam rapat kerja dengan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/1/2019). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/foc.

tirto.id - Anggota DPR RI Komisi VI Nusron Wahid menganggap bahwa Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam) tak jauh berbeda dengan VOC yang mengklaim tanah di Pulau Rempang secara sepihak tanpa mengindahkan hak warga di sana.

"Kalau cara berpikir seperti itu pak, mohon maaf apa bedanya BP Batam itu dengan VOC yang hanya mengukur garis panjang ini, sepanjang ini, yang diduduki itu dianggap wilayahnya," ucap Nusron dalam Rapat Kerja Komisi VI dengan Kepala BP Batam dan Menteri Investasi di Gedung DPR, Jakarta, Senin (2/10/2023).

"Tanpa memedulikan bahwa mereka adalah hak-hak warga negara disitu. Apa jangan-jangan BP Batam pun masih inlander yang ga punya hak sama dengan warga negara yang lain. Tolong pak kami kasih penjelasan soal ini," sambungnya.

Nusron pun kemudian menyinggung soal apakah sebelum terbitnya Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 28 Tahun 1992 sudah ada penduduknya atau belum. Sebab, menurutnya sudah ada bangunan di kawasan Rempang yang dibangun sejak 1930 hingga adanya makam yang sudah ada sejak 1800-an.

"Sebelum terbitnya Keppres Nomor 28 tahun 1992 di lokasi pulau rempang itu yang 570 hektar, sudah ada penduduknya apa belum pak? Sudah ada orangnya apa belum? Karena kayak yang saya temukan, informasi yang saya dapat dan saya ke sana bangunan mereka itu ada bangunan yang sudah dibangun tahun 1930, bahkan ada makam yang makam itu adalah makam tahun 1800-an," ungkap politisi Golkar tersbeut.

Menurut Nusron, Keppres Nomor 28 Tahun 1992 ini bisa berpotensi sebagai pijakan untuk menyerobot hak-hak tanah rakyat yang dilakukan oleh negara.

"Terus, di mana logikanya dan nilai kemanusiaannya? hanya selembar Keppres Nomor 28 Tahun 1992, wilayah penduduk tanahnya yang sudah di duduki, kemudian dianggap itu menjadi tanah negara. Apa ini bisa dimasukkan dalam kategori penyerobotan hak-hak tanah yang dilakukan negara terhadap rakyatnya," bebernya.

"Kecuali kalau mereka itu adalah hutan atau tanah yang kosong. Mereka sudah tinggal di situ sebelum ada Kepres tahun 1992 bahkan sebelum ada pemkot, bahkan mereka sebelum ada Indonesia merdeka," tambahnya.

Ia menegaskan, pembagian wilayah tersebut seharusnya dipilah-pilah oleh pemerintah untuk mana saja tanah yang sudah ditempati.

"Kan harus dipilah-pilah pak menurut saya, mana wilayah yang sudah ditempati oleh mereka sebelumnya mana yang belum," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait BP BATAM atau tulisan lainnya dari Hanif Reyhan Ghifari

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Hanif Reyhan Ghifari
Penulis: Hanif Reyhan Ghifari
Editor: Reja Hidayat