Menuju konten utama

Ombudsman Ungkap BP Batam Belum Kantongi Sertifikat HPL Rempang

Hak pengelolaan yang dimohonkan pihak BP Batam belum diterbitkan dengan alasan lahan yang dimohon belum clean and clear.

Ombudsman Ungkap BP Batam Belum Kantongi Sertifikat HPL Rempang
Sejumlah permukiman, kolam ikan, dan ladang milik warga berada di dalam kawasan hutan Taman Buru Rempang, Batam yang beralih fungsi menjadi permukiman, lahan perkebunan, ataupun lahan pertanian secara ilegal di Kepulauan Riau, Jumat (26/11/2021). ANTARA FOTO/Teguh Prihatna/hp.

tirto.id - Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menyampaikan hasil temuan sementara atas tindak lanjut penanganan masalah proyek Rempang Eco City. Salah satunya, sertifikat hak pengelolaan (HPL) atas nama BP Batam belum diterbitkan.

"Hak pengelolaan yang dimohonkan pihak BP Batam belum diterbitkan dengan alasan lahan yang dimohon belum clean and clear karena masih dikuasai oleh masyarakat," ungkap Anggota Ombudsman RI Johanes Widijantoro, Jakarta (29/9/2023).

Berbeda dengan HPL BP Batam yang belum keluar, Johanes mengatakan, masyarakat di tiga kampung tua yang terdampak proyek Rempang Eco City, yaitu Sembulang,Tanjung Banun, dan Pasir Panjang justru secara sah diakui sebagai pemilik tanah.

"Penguasaan secara fisik bidang tanah itu mereka buktikan juga, bahwa mereka membayar pajak bumi dan bangunan (PBB)" ucap Johanes.

Diketahui, BP Batam telah mencadangkan alokasi lahan Pulau Rempang sekitar 16.500 hektar. Lahan ini akan dikembangkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) menjadi kawasan industri, perdagangan, hingga wisata.

Ombudsman juga menemukan sejumlah warga yang menolak direlokasi oleh BP Batam. Alasannya, karena mereka telah turun temurun berada di sana dan tidak adanya jaminan terhadap mata pencaharian warga.

"Bicara soal sumber-sumber ekonomi, kita bicara kehidupan masyarakat. Itu sampai hari ini belum bisa kita lihat apa bentuk konkretnya," ucap Johanes.

"Kalau kita lihat, sebagian mata pencaharian mereka itu nelayan. Ketika ada pabrik di situ enggak serta merta mereka jadi operator mesin di pabrik. Kan enggak semudah itu juga," lanjutnya.

Alasan lain yang membuat warga menolak relokasi adalah karena kondisi rumah yang dijanjikan jauh dari ekspektasi mereka.

"Kalau bicara rumah tinggal, yang tadinya kita lihat situasi dan kondisinya sudah seperti itu tiba-tiba dibuat rumah petak atau rusun atau apa, itu bukan masalah yang sederhana. Mesti dilihat secara komprehensif," tambah Johanes.

Dirinya juga menyoroti proses pengamanan dan penegakan hukum yang tidak tepat. Misalnya, penahanan terhadap 35 orang tersangka terkait kericuhan unjuk rasa di Kantor BP Batam pada 11 September 2023.

"Kami berkoordinasi dengan Polres Barelang untuk membebaskan tersangka yang tidak terkait dengan masalah hukum. Mereka hanya mempertahankan haknya," jelas Johanes.

Baca juga artikel terkait OMBUDSMAN RI atau tulisan lainnya dari Iftinavia Pradinantia

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Iftinavia Pradinantia
Penulis: Iftinavia Pradinantia
Editor: Reja Hidayat