tirto.id - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia menuturkan, dari total 17.000 hektare luas Pulau Rempang hanya 7.000 hingga 8.000 hektare yang boleh dikelola. Sementara sisanya yaitu hutan lindung yang harus dijaga.
"Kami laporkan bahwa dari 17.000 hektare area Pulau Rempang, hanya 7.000-8.000 hektare lebih yang boleh dikelola, selebihnya hutan lindung," kata Bahlil usai mengikuti rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (25/9/2023).
Bahlil menuturkan, pihaknya saat ini fokus untuk pengelolaan lahan rempang dengan luas 2.300 hektare yang akan dibangun untuk lahan pabrik kaca dan solar panel.
Diketahui, perusahaan Cina, Xinyi Group direncanakan akan berinvestasi senilai Rp381 triliun di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau. Investasi tersebut untuk pembangunan industri kaca dan panel surya untuk pembangkit listrik tenaga surya (PLTS).
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengklaim, masyarakat sekitar proyek di Rempang tidak masalah dengan rencana investasi dan optimistis melalui pendekatan penyelesaian konflik yang tepat proyek ini akan tetap jalan.
Luhut menuturkan, realisasi investasi perusahaan tersebut memiliki potensi yang baik. Lewat industri yang akan dikembangkan akan mampu mewujudkan Indonesia sebagai pusat produksi kebutuhan photovoltaic (PV), solar panel, dan semikonduktor. Luhut menekankan, status Proyek Strategis Nasional (PSN) pada proyek Rempang tidak akan dicabut.
"Kenapa mesti dicabut-cabut sih, barangnya bagus. Bahwa ada yang salah satu, ya diperbaiki satu lah. Jangan main cabut. Itu kan merugikan kita," kata Luhut.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Intan Umbari Prihatin