Baiq Nuril Maknun dinyatakan terbukti bersalah telah melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Terkait putusan tersebut, Pengacara Baiq, Joko Jumadi menegaskan, tidak akan meminta grasi ke Presiden Joko Widodo.
"Kita tidak ingin orang yang menurut kami merasa benar malah seolah-olah bersalah meminta grasi," kata Joko kepada wartawan di Mataram, Sabtu (6/7/2019).
Menurutnya, jika meminta grasi ke Presiden sama artinya dengan mengakui bahwa kliennya bersalah.
Namun, jika Presiden mau menggunakan hak yudikatifnya, yakni memberikan amnesti kepada Baiq Nuril, Joko bersama tim pengacaranya akan sangat berterima kasih.
"Mudah-mudahan saja ada kebijakan itu (amnesti)," ucapnya.
Grasi yang merupakan hak Presiden untuk memberikan pengurangan hukuman, kata Joko, juga tidak bisa diberikan kepada Baiq Nuril, mengingat ancaman hukuman yang tersirat dalam putusan kasasinya di Mahkamah Agung di bawah dua tahun, tepatnya enam bulan penjara.
Bahkan, Joko mengatakan bahwa sebelumnya Baiq Nuril sudah menjalani separuh masa hukuman pidana penjaranya dua bulan, ketika proses hukumnya sedang berjalan.
"Jadi saat ini Baiq Nuril tinggal menjalani sisa masa hukumannya," kata Joko.
Majelis hakim dari Mahkamah Agung dalam putusan sidang Peninjauan Kembali, telah menolak permohonan terpidana Baiq Nuril. Putusan yang disampaikan Majelis Hakim Suhadi bersama anggotanya Desnayeti dan Margono, telah tertuang dalam registrasi nomor W25.U1/249/HK.01/1/2019.
Secara langsung, putusan PK itu menerima kasasi yang disampaikan Majelis Hakim Kasasi Mahkamah Agung pada 26 September 2018. Dalam putusan kasasinya, Baiq Nuril dinyatakan telah terbukti bersalah menyebarkan rekaman dugaan pelecehan seksual.
Hakim kasasi menjatuhkan pidana hukuman untuk Baiq Nuril selama 6 bulan penjara dan denda Rp500 juta subsidair tiga bulan kurungan. Vonis hukuman itu sesuai dengan Pasal 27 Ayat 1 Juncto Pasal 45 Ayat 1 UU RI Nomor 11/2008 tentang ITE.