Menuju konten utama

Soal Dana Kampanye Caleg dari Sumber Ilegal, KPU Gandeng PPATK

Idham Holik mengatakan KPU memang bekerja sama dengan PPATK untuk telusuri dana kampanye caleg dari sumber ilegal.

Soal Dana Kampanye Caleg dari Sumber Ilegal, KPU Gandeng PPATK
Petugas keamanan bersiaga di halaman kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Sabtu (29/6/2019). ANTARA FOTO/Reno Esnir/aww.

tirto.id -

Komisi Pemilihan Umum (KPU) menanggapi temuan Bareskrim Polri ihwal dugaan bakal calon legislatif (bacaleg) yang terindikasi menggunakan dana kampanye Pemilu 2024 dari hasil penjualan narkoba.

Indikasi itu terungkap dari hasil penangkapan yang dilakukan jajaran terhadap anggota legislatif di beberapa daerah. Bareskrim Polri pun akan menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Komisioner KPU, Idham Holik mengatakan langkah Polri itu sudah tepat menggandeng PPATK. Sebab, PPATK merupakan lembaga yang memiliki kewenangan otoritatif untuk melakukan penelusuran aliran dana perbankan.

Adapun KPU, kata dia, tidak memiliki kewenangan untuk mengusut aliran dana.

"Ya, KPU tidak punya kewenangan mengusut aliran dana. Yang punya kewenangan mengusut aliran dana itu adalah PPATK," kata Idham saat dihubungi reporter Tirto, Kamis (25/5/2023).

Idham mengatakan KPU memang bekerja sama dengan PPATK. Kerja sama itu untuk mendukung kerja PPATK dengan memberikan informasi profil para caleg hingga daftar akuntan publik dan laporan hasil audit atas penerimaan dan pengeluaran dana kampanye.

Ia mengatakan dasar hukum pelanggraan penggunaan dana kampanye dari sumber ilegal sejatinya telah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

"Ya, terkait pelanggaran Pasal 339 Ayat 1 dan ayat 2, dalam UU pemilu itu jelas sanki pidananya terdapat dalam Pasal 527 dan 528," ucap Idham.

Pasal 527 UU No. 7 Tahun 2017 menyatakan Peserta Pemilu yang terbukti menerima sumbangan dana Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 339 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).

Lalu, Pasal 528 ayat (1) UU No. 7 Tahun 2017 berbunyi: peserta Pemilu yang menerima sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 339 ayat (2) dan tidak melaporkan kepada KPU dan/atau tidak menyetorkan ke kas negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda sebanyak 3 (tiga) kali dari jumlah sumbangan yang diterima.

Kemudian ayat (2): Pelaksana dan tim kampanye yang menggunakan dana dari sumbangan yang dilarang dan/atau tidak melaporkan dan/atau tidak menyetorkan ke kas negara sesuai batas waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 339 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda sebanyak 3 (tiga) kali dari jumlah sumbangan yang diterima.

"Hal tersebut masuk dalam tindak pidana pemilu maka Bawaslu akan melakukan penegakan hukum pemilu," pungkas Idham Holik.

Baca juga artikel terkait KPU RI atau tulisan lainnya dari Fransiskus Adryanto Pratama

tirto.id - Hukum
Reporter: Fransiskus Adryanto Pratama
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Reja Hidayat