tirto.id - Pemimpin junta militer Myanmar mulai mengubah sikapnya dengan rencana akan membebaskan lebih dari 5.000 tahanan politik yang dipenjara karena memprotes bahkan melakukan perlawanan dan menolak kudeta militer.
DW melaporkan, kepala junta militer Myanmar, Min Aung Hlaing mengaku membebaskan sebanyak 5.636 tahanan politik yang membangkang sebagai bagian dari perayaan Thadingyut pada 20 Oktober nanti.
Sikap Min Aung akhirnya melunak sembari mengatakan dia berkomitmen untuk perdamaian dan demokrasi setelah dia keluarkan oleh Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) mengeluarkannya dari pertemuan puncak pada 26-28 Oktober .
Diberitakan sebelumnya, Reuters melaporkan, kementerian luar negeri Singapura mengatakan, langkah untuk mengecualikan pemimpin junta Min Aung Hlaing adalah "keputusan yang sulit, tetapi perlu, untuk menegakkan kredibilitas ASEAN".
Menurut Asean, para pemimpin militer Myanmar menolak untuk memenuhi janji dialog dan de-eskalasi. Sebab, menurut Asean, perwakilan mereka dilarang bertemu dengan pemimpin sipil, Aung San Suu Kyi, yang telah digulingkan dan dipenjarakan.
Pada April lalu, Asean juga pernah mendesak dan memperingatkan jenderal Min Aung Hlaing untuk mengakhiri kekerasan di Myanmar dan segera membebaskan tahanan politik.
Desakan itu tampaknya bekerja. Sebagai pemimpin kudeta 1 Februari lalu, Min Aung Hlang mengatakan, pemerintahnya memiliki rencana lima tahap untuk memulihkan demokrasi di Myanmar.
Namun demikian, ia menuding Pemerintah Persatuan Nasional (NUG) dan kelompok etnis bersenjata telah mencoba menyabotase upaya ASEAN untuk membantu menyelesaikan krisis.
"Tidak ada yang peduli dengan kekerasan mereka, dan hanya menuntut kita menyelesaikan masalah ini," kata Min Aung Hlaing, menambahkan bahwa "ASEAN harus bekerja untuk itu" daripada menyalahkan junta.
NUG adalah wakil partai-partai anti-kudeta dan mendukung pemberontakan nasional melawan pasukan pemerintah militer. Mereka menyambut keputusan ASEAN sebagai "langkah penting". Juru bicaranya Dr Sasa meminta ASEAN untuk "mengakui kami sebagai perwakilan yang tepat".
Sementara itu, Washington Post melaporkan, pembebasan lebih dari 5.600 tahanan itu terjadi saat Myanmar menyambut perayaan Thadingyut pada 20 Oktober besok. Kerabat para tahanan terlihat menangis dan bersorak pada hari Senin, ketika orang yang mereka cintai dibebaskan dari penjara Insein di Kota Yangon.
Kendati demikian, beberapa pejabat senior dari pemerintah sipil yang digulingkan tetap berada di penjara, namun tidak jelas apakah mereka atau para pemimpin protes akan ikut dibebaskan.
Masih merujuk pada laporan Washington Post, sejak junta merebut kekuasaan dari pemerintah yang sah pada Februari lalu, mereka telah menekan pada pembangkang, termasuk lebih dari 1.000 orang telah dibunuh oleh pasukan keamanan.
Berdasarkan data Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik, setidaknya sebanyak 7.355 orang telah ditangkap, didakwa dan dihukum selama kudeta.
Editor: Iswara N Raditya