Menuju konten utama

Sidang Ahok yang Kian Melebar ke Mana-mana

Kesaksian Ma'ruf Amin dalam persidangan kasus dugaan penistaan agama Ahok berbuntut panjang. Cecaran dari tim kuasa hukum dan Ahok yang menyeret SBY membuat situasi memanas. Luhut Binsar Panjaitan pun ikut meredam situasi.

Sidang Ahok yang Kian Melebar ke Mana-mana
Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menjalani sidang lanjutan kasus dugaan penistaan agama di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (24/1). ANTARA FOTO/Pool/Isra Triansyah

tirto.id - Sidang dugaan penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama semakin melebar ke mana-mana. Sidang kedelapan pada Selasa (31/1/2017) bahkan menyentil kaum Nahdliyin dan membuat Susilo Bambang Yudhoyono bereaksi. Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan yang juga merupakan orang dekat Presiden Jokowi akhirnya turun tangan ikut mengatasi kegaduhan.

Sidang pada Selasa mengagendakan keterangan saksi Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma’ruf Amin dan 4 orang saksi, Selasa (31/1/2017). Pertanyaan demi pertanyaan terlontar kepada Ma’ruf Amin tentang kemunculan fatwa penistaan agama hingga masalah penetapan Ahok sebagai penista agama.

Dua poin penting yang menjadi sorotan adalah pernyataan penasihat hukum Ahok, Humprey Djemat yang mencecar Ma'ruf Amin tentang telepon dari SBY kepada Ma'ruf sebelum kunjungan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Sylviana Murni ke PBNU dan Muhammadiyah tanggal 7 Oktober 2016. Humprey yang juga politikus PPP menanyakan kepada Ma’ruf Amin tentang kebenaran menerima telepon dari Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

"Apakah pada hari Kamisnya, ada telepon dari Pak SBY jam 10 lewat 16 menit yang menyatakan antara lain mohon diatur agar AHY bisa diterima di kantor PBNU? Dan yang kedua, apakah ada permintaan dari pak SBY yang mendesak dikeluarkannya fatwa (penistaan agama) terhadap terdakwa?" tanya Humphrey Djemat kepada Ma’ruf saat persidangan.

Ma'ruf membantah pernyataan Humprey. Pertanyaan ini diulang kembali oleh kuasa hukum Ahok, tetapi Ma'ruf tetap pada pernyataannya. Humphrey akhirnya menyatakan bahwa ada dua hal yang disampaikan oleh SBY kepada Ma’ruf. Pertama, permintaan agar PBNU menerima paslon nomor urut 1, Agus-Sylviana. Yang kedua adalah desakan agar MUI mengeluarkan fatwa penistaan agama kasus Basuki Tjahaja Purnama. Meskipun dibantah Ma’ruf Amin, politikus PPP itu tetap meyakini kalau ada pembicaraan antara Ketua MUI itu dengan SBY.

Kasus lain yang menjadi sorotan adalah pernyataan Ahok kepada Ma’ruf Amin. Mantan Bupati Belitung Timur itu mengatakan, dirinya mengajukan sejumlah keberatan tentang pernyataan Ma’ruf Amin saat bersaksi. Salah satu keberatan Gubernur DKI Jakarta non-aktif itu adalah saat Ketua MUI menunjuk Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab sebagai ahli agama untuk membahas dan meneliti ucapan Ahok.

"Jelas-jelas saudara Rizieq Shihab telah mendemo saya habis-habisan ketika saya mau dipastikan menjadi Gubernur DKI Jakarta menggantikan Pak Jokowi pada 2014," kata Ahok dikutip dari Antara.

Dalam sidang itu, Ahok pun menjelaskan Rizieq adalah orang paling tidak menerima dirinya menjadi Gubernur DKI Jakarta. Ia mengingatkan tentang aksi Gerakan Nasional Pelaksana Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) yang selalu meminta aparat untuk memenjarakannya setiap kali melakukan demo. Pernyataan Ahok menimbulkan polemik lantaran ia akan melaporkan saksi pelapor padahal saat itu pihak yang diperiksa adalah Ma’ruf Amin.

Memicu Respons Keras

Pernyataan Humprey tentang keterangan palsu dan respons Ahok mendapat reaksi keras dari publik, terutama warga NU. Putri Presiden RI ke-4 Gus Dur, Zannuba Arifah Chafsoh atau Yenny Wahid meminta kubu Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) untuk tidak melaporkan KH Maruf Amin ke pengadilan berkaitan dengan kesaksian Ketua Umum MUI dalam sidang dugaan penistaan agama dengan terdakwa Ahok.

"Kami berharap agar Pak Ahok maupun pengacaranya mengurungkan niat untuk membawa Kiai Maruf Amin ke pengadilan menyangkut kesaksian beliau hari ini," kata Yenny dalam pernyataan tertulis di Jakarta, Selasa (1/2/2017), seperti dikutip dari Antara.

Yenny menyatakan bisa memahami bahwa menuntut ke pengadilan adalah hak yang dimiliki oleh setiap warga negara apabila merasa diperlakukan tidak adil oleh orang lain. Akan tetapi, dirinya mengingatkan situasi bangsa yang ini dapat semakin rusak apabila terjadi pelaporan. Oleh karena itu, ia menyarakan Ahok melakukan pendekatan dialogis daripada pendekatan pidana. Yenni mengatakan saat ini begitu banyak aksi tuntut menuntut yang terjadi sehingga energi bangsa bisa habis di tengah jalan. Padahal begitu banyak persoalan bangsa yang harus dihadapi sehingga seluruh elemen masyarakat hendaknya justru bersatu padu agar bisa menuntaskannya.

"Imbauan ini saya sampaikan kepada Pak Ahok dalam kapasitas saya sebagai warga NU karena kebetulan Kiai Maruf Amin juga adalah Rois Am NU, selain juga karena usia beliau yang sudah sepuh," kata Yenny.

Partai politik pun juga mengecam sikap Ahok dan kuasa hukumnya. Sekretaris Jendral DPP PKB Abdul Kadir Karding menyatakan santri dan warga Nahdlatul Ulama (NU) akan berdiri di belakang Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma’ruf Amin, jika terdakwa kasus penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan tim advokasinya melaporkan Rais Am Pengurus Besar NU itu ke polisi. Karding mengatakan, santri dan warga NU akan selalu menjaga Ma’ruf Amin.

“Kiai Ma’ruf Amin tidak perlu khawatir akan rencana Ahok menuntut beliau karena kami, santri dan warga NU akan berdiri di belakang kiai,” kata Karding kepada wartawan, Rabu (02/01/2017).

Karding mengingatkan bahwa Ma’ruf Amin bukan hanya Ketua Umum MUI tapi juga Rois Am PBNU yang dipercaya sebagai kiai yang alim dan jujur. “Tuduhan Ahok yang disampaikan dengan nada keras, bahwa kiai berbohong, sungguh tak patut”, ujarnya.

Selain lingkungan NU dan PKB, Ketua Dewan Pertimbangan MUI Din Syamsuddin pun meminta Ahok untuk mengklarifikasi tuduhan-tuduhan terhadap Ma’ruf Amin selaku Ketua MUI. Din meminta Ahok dan kuasa hukum mengklarifikasi kebenaran pembicaraan antara SBY dengan Ma’ruf Amin.

"Perlu mengklarifikasi soal Ketua Umum MUI Ma'ruf Amin yang menerima telepon dari mantan Presiden SBY," kata Din dikutip dari Antara.

Menurut Din, tudingan Ahok kepada Ma'ruf sudah bernada sarkastik dan sangat menghina Ketua Umum MUI dan jajaran MUI di seluruh Tanah Air. Selain itu, Din menyoroti tentang pemeriksaan Ma’ruf yang berlangsung hingga 7 jam. Menurut Din, hal itu tidak manusiawi dan tidak wajar lantaran pria yang menjabat sebagai Wantimpres era Presiden SBY itu sudah tua. Selain itu, Din melihat ada diskriminasi dalam pemeriksaan saksi lantaran saksi selain Ma’ruf Amin hanya diperiksa satu hingga dua jam.

"Padahal KH Ma'ruf Amin sudah tua. Lagi pula pertanyaan-pertanyaan pengacara Ahok berbelit-belit dan menyinggung urusan pribadi," kata dia.

Untuk itu, Din mengharapkan Ahok dan tim kuasanya untuk meminta maaf atas perlakuan kepada Ma'ruf Amin untuk menghindari reaksi dari umat Islam yang cinta MUI. Apalagi Maruf merupakan bagian dari Nahdlatul Ulama (NU) yaitu sebagai Rois Aam Syuriah NU.

Di sisi lain, Komisi Hukum Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyayangkan lama waktu pemeriksaan Ma’ruf Amin. Ketua Komisi Hukum MUI Ikhsan Abdillah menyayangkan perlakuan tim kuasa hukum Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) terhadap Ketua MUI Ma'ruf Amin dalam sidang kasus dugaan penodaan agama. Menurut Ikhsan, tidak selayaknya Ma'ruf yang telah berusia 73 tahun dimintai keterangan sebagai saksi selama tujuh jam. "Ini bukan terdakwa, tapi sebagai saksi," kata Ikhsan mengingatkan, di Gedung Auditorium Kementrian Pertanian, Selasa (31/01/2017).

Ikhsan menilai kuasa hukum Ahok terlalu berbelit-belit dalam melontarkan pertanyaan. Di saat yang sama jaksa penuntut umum juga tidak memberikan proteksi kepada Ma'ruf. Padahal Ma'ruf hadir sebagai saksi atas permintaan jaksa penuntut umum. "Tadi kan menanyakan tabayyun, sudah dijawab diulang lagi. Menanyakan fatwa, sudah dijawab diulang lagi. Sampai kiai Maruf mengatakan, apa tidak dicatat? Kalau memang dia serius sebagai pengacara harusnya mencatat," ujarnya.

Ikhsan Abdillah menyatakan pertanyaan seperti masalah pembicaraan antara Ma’ruf Amin dengan SBY serta detil kemunculan fatwa dinilai sudah tidak jelas. "Pertanyaannya sudah tidak ada korelasinya, tidak relevan, ke mana-mana," ujar Ikhsan.

Untuk itu, Ikhsan menyatakan pihaknya akan memprotes hal ini ke Mahkamah Agung. "Tentu kami akan memprotes ke Mahkamah Agung. Itu sebuah cara yang tidak manusiawi ya, memperlakukan saksi secara seperti ini.", katanya.

Ahok akhirnya memberikan klarifikasi setelah tingginya tekanan dari publik. Suami Veronica Tan itu mengajukan permohonan maaf kepada Ma’ruf Amin lewat keterangan tertulis secara massal.

“Saya meminta maaf kepada KH Ma’ruf Amin apabila terkesan memojokkan beliau,” kata Ahok melalui siaran pers yang disampaikan juru bicaranya Raja Juli Antoni, Rabu (01/02/2017).

Ahok mengakui Ma’ruf Amin adalah sesepuh Nahdlatul Ulama (NU). Dalam konteks itu, dia merasa patut menghormati Ma’ruf sebagaimana tokoh dan sesepuh NU lainnya. “Saya mengakui beliau juga sesepuh NU. Dan saya menghormati beliau sebagai sesepuh NU, seperti halnya tokoh-tokoh lain di NU, Gus Dur, Gus Mus,” ujar Ahok.

Ahok pun menyangkal akan melaporkan kesaksian Ma’ruf ke kepolisian. Hal ini karena dalam persidangan tersebut Ma’ruf bertindak sebagai saksi ahli, bukan saksi pelapor. “Saya memastikan bahwa saya tidak akan melaporkan KH Ma'ruf Amin ke polisi, kalau pun ada saksi yang dilaporkan mereka adalah saksi pelapor,” kata Ahok.

Ahok juga mengklarifikasi komunikasi via telepon antara Susilo Bambang Yudhoyono dengan Ma’ruf Amin. Menurutnya hal tersebut menjadi ranah penasihat hukumnya. “Saya hanya disodorkan berita liputan6.com tanggal 7 Oktober, bahwa ada informasi telepon SBY ke Kiai Ma'ruf, selanjutnya terkait soal ini saya serahkan kepada Penasehat Hukum saya,” ujar Ahok.

Meskipun menyatakan tidak akan melapor, Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) pesimis dengan niatan Ahok untuk tidak melaporkan Ma’ruf Amin. Ketua Umum Gerakan Pemuda (GP) Ansor, Yaqut Cholil Qoumas mempertanyakan keseriusan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang menyatakan tidak akan memperkarakan Rais Aam PBNU, KH Ma`ruf Amin.

Ini terkait ketidakpuasan Ahok dan kuasa hukumya terhadap isi kesaksian Ma`ruf, dalam kapasitasnya sebagai Ketua Umum MUI, di persidangan ke-8 kasus penodaan agama pada Selasa kemarin.

"GP Ansor tidak akan tinggal diam dan dengan ini menyatakan siap mendampingi dan membela Kiai Maruf Amin sebagai pimpinan tertinggi kami, secara lahir dan batin dalam koridor hukum dan menyerukan kepada seluruh kader Ansor dan Banser untuk siaga satu komando," kata Yaqut dalam pernyataan resminya.

Membantah Ucapan Saat Sidang

Situasi mulai memanas karena isu kemudian berkembang melebar jauh. Humprey Djemat langsung menggelar konferensi pers. Humprey menegaskan persidangan yang digelar dalam kasus dugaan penistaan agama sesuai prosedur. Ia mengatakan, hakim tidak mengeluarkan teguran kepada tim kuasa hukum Ahok selama memeriksa Ma’ruf Amin.

“Selama tidak ada larangan dari majelis hakim, kita bisa bertanya, apapun juga bisa bertanya di situ,” ujar Humprey saat konferensi pers di Jalan Cik Ditiro, Jakarta, Rabu (1/2/2017).

Humprey menegaskan, hakim mempunyai wewang penuh untuk mengendalikan persidangan. Apabila hakim menilai kuasa hukum sudah kelewatan seperti suara korban terlalu pelan atau terlalu kencang, mereka bisa meminta agar saksi memperkeras suara atau sebaliknya. Oleh karena itu, akibat penerapan penggunaan khusus ini, hakim bebas melakukan apapun selama pemeriksaan belangsung.

Humprey pun mengatakan, dirinya dan para penasehat hukum Ahok tidak berusaha mengintimidasi Ma’ruf Amin. Mereka mengeluarkan pertanyaan-pertanyaan kepada pria yang pernah dua periode menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) itu lantaran Ma’ruf Amin mengisi berkas acara perkara (BAP). Dengan mengisi BAP, ulama NU itu juga berhak diperiksa di pengadilan. Menurut politikus PPP ini, hakim selaku wasit bisa menghentikan para kuasa hukum apabila pertanyaan berlebihan. Selama persidangan Ahok di pekan ke-8, hakim tidak mempermasalahkan pertanyaan Humprey. Selain itu, mereka juga tidak memaksa Ma’ruf Amin diperiksa marathon selama 7 jam. Padahal, Humprey mengklaim kalau mereka tidak sepenuhnya memeriksa Ma’ruf Amin sendirian. Hakim dan jaksa penuntut umum pun memeriksa Ma’ruf Amin. Ia menegaskan, pemeriksaan dilakukan sesuai persetujuan hakim.

“Jadi, jangan sampai pemberitaan bahwa kita itu mengerjain pak Ma'ruf amin sampai 7 jam sampai beliau kelelahan. Sebenarnya bukan tujuan kita untuk itu,” ujar Humprey.

Selama pemeriksaan, Humprey menemukan sejumlah keterangan yang mencengangkan dan perlu diklarifikasi. Ia mencontohkan tentang kesaksian Ma’ruf yang meminta agar MUI menelaah video kunjungan Ahok ke Kepulauan Seribu. Humprey mengklaim, alasan penelaahan mengada-ada. Pernyataan Ma’ruf yang bilang kalau laporan masuk tanggal 28 September 2016, Pemprov DKI Jakarta baru mengunggah video kunjungan Ahok tanggal 28 September 2016 malam. Kemudian, ia juga menyinggung masalah kemunculan pendapat dan sikap keagamaan MUI tentang kasus Ahok. Humprey melihat, pendapat dan sikap keagamaan yang dikeluarkan MUI aneh lantaran Ma’ruf Amin mengeluarkan pendapat keagamaan. Hal ini aneh mengingat fatwa umumnya jauh lebih dikenal dibandingkan pendapat keagamaan. Bahkan, ia melihat ada kejanggalan kekuatan sikap keagamaan untuk Ahok karena hanya mantan Bupati Belitung Timur itu yang mendapatkan sikap keagamaan.

“Tentu kita pertanyakan pernah enggak sebelumnya dikeluarkan pendapat dan sikap keagamaaan ini. beliau bilang belum pernah, baru kali ini. kalau begitu kasus pak ahok begitu spesial. sampai bisa dikeluarkan pendapat dan sikap keagamaan ini,” ujar Humprey.

Infografik Lika LIku Sidang Ahok

Rekaman Yang Tidak Pernah Jelas

Pernyataan kuasa hukum Ahok terkait telepon dari SBY juga memunculkan konflik lain. Pernyataan Humprey tentang adanya rekaman yang akan diserahkan kepada persidangan dalam konteks pembicaraan Ma’ruf Amin dan SBY menimbulkan pertanyaan. Beberapa anggota tim hukum ternyata tidak mengetahui secara detil tentang adanya bukti rekaman tersebut.

Tim kuasa hukum Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) Sirra Prayuna mengaku tidak mengetahui tentang pertanyaan di persidangan salah satu penasihat hukum Humphrey Djemat terkait adanya telepon antara Ketua MUI Ma'ruf Amin dengan Presiden SBY. Ia meminta agar awak media menanyakan langsung kepada Humphrey.

"Lebih baik kita tidak menduga-duga karena memang pak Humphrey yang di bidangnya," ujar Sirra kepada Tirto.

Sirra mengatakan, tim kuasa hukum Ahok terbagi atas sejumlah kelompok. Sirra dan 4 orang lain berada di konteks pidana sementara Humprey fokus pada bidang keagamaan.

Sirra tidak memungkiri, pembahasan materi tentang persidangan Ahok dibahas sehari sebelum persidangan. Akan tetapi, ia tidak mengetahui detail isi rapat sebelum sidang. Ia juga tidak tahu detil apakah tim membahas tentang pertanyaan tersebut atau tidak.

Oleh karena itu, ia menyarankan agar menanyakan langsung ke pengacara mantan Ketum PPP Suryadharma Ali. Namun, Sirra menduga, Humprey merujuk ke artikel berita di salah satu media. Ia pun yakin Humprey tidak mungkin melakukan penyadapan.

"Jadi bukan dari kita mencari-cari nomor kontaknya terus mengambil sadapannya. Kan gak mungkin lah. Kita kan ilegal kalau mau mengambil cara itu," tutur Sirra.

Penasehat hukum Ahok yang lain I Wayan Sudharta mengatakan dirinya hadir dalam pertemuan sebelum persidangan Ahok. Namun, pembahasan pertanyaan telepon Ma'ruf Amin dengan Presiden SBY sama sekali tidak disinggung dalam pembahasan para penasehat hukum.

"Ada pertemuan, tapi tidak khusus bicara spesifik masalah itu," ujar Wayan.

Dalam konferensi pers, Humprey menyinggung masalah alat bukti dan rekaman. Humprey menegaskan, dirinya tidak memungkiri tentang adanya dugaan keterlibatan Ma’ruf Amin dengan Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Humprey mengatakan kalau dirinya mempunyai bukti komunikasi antara kedua tokoh tersebut. Dalam persidangan, komunikasi antara SBY dan Ma’ruf Amin membicarakan dua poin, yakni permohonan agar sang anak yang juga paslon nomor 1 Pilgub DKI Jakarta Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni diterima pengurus PBNU dan mengeluarkan fatwa untuk kasus Ahok.

Uniknya, pernyataan pengacara Suryadharma Ali ini berbeda dibandingkan saat persidangan. Pria berkulit putih itu malah memilih untuk tidak menjelaskan rinci tentang keberadaan rekaman yang sebelumnya diungkapkan di persidangan.

"Jadi begini, saya akan sampaikan itu di persidangan. Itu jelas. Clear. Apa yang saya sampaikan itu tidak bisa saya enggak bisa bilang sekarang. Karena saya tahu kalau saya bilang sekarang ini jadi polemik lagi. Kan saya sudah tahu beberapa pendapat-pendapat dari mana dapatnya ilegal segala macam," tegas Humprey saat konferensi pers di Cik Ditiro, Jakarta Pusat, Rabu (1/2/2017).

Humprey justru berkelit dengan berkata bukti bukan sekadar rekaman. Ia mengklaim, informasi tersebut bisa saja diperoleh tidak berdasarkan rekaman. Humprey mengatakan, bukti tersebut bisa saja berasal dari kesaksian sejumlah pihak. Akan tetapi, politikus PPP itu berkelit saat ditanya rekaman kemungkinan berasal dari penyadapan dari pembicaraan Presiden SBY dengan Ma’ruf Amin.

“Wah bahaya, nih, masa mantan presiden kita rekam. Haha,” ujar Humprey sambil terbahak.

Selain itu, Humprey memastikan kalau rekaman ini sudah diperoleh jauh hari sebelum persidangan. Materi ini memang belum tentu akan ditunjukkan ke persidangan atau tidak dalam waktu dekat. Namun, ia memastikan rekaman ini tidak berasal dari lembaga aparat penegak hukum maupun dari Badan Intelijen Negara seperti yang digembor-gemborkan di media sosial.

“Enggak ada kaitannya sama yang lain-lain, itu dari Tuhan. dari Tuhan semuanya. sekarang siapa yang lebih berkuasa? BIN, polisi atau Tuhan? Tuhan dong, ya kan?” ujar Humprey.

Humprey mempertanyakan opini yang menyebutkan bahwa isi percakapan antara Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Maruf Amin yang akan diajukan ke pengadilan berbentuk rekaman. Ia mempertanyakan spekulasi soal penyadapan.

"Kenapa, sih, kalian bilang penyadapan? Yakin?" ujar Humprey.

"Saya bilang komunikasi. Ada komunikasi," lanjut Humprey.

Politikus PPP ini mengatakan, komunikasi ini berbagai bentuk sehingga tidak selamanya berkaitan dengan penyadapan. Ia pun mengklaim bahwa dirinya tidak mengatakan akan menyerahkan bukti dalam bentuk rekaman.

"Memang kita bilang di pengadilan ini rekaman pak? Kan enggak ada. Kenapa dibilang rekaman?" tegas Humprey.

Humprey mengatakan, bukti pernyataan tersebut bisa dilihat dari saksi yang mendengar atau pembicaraan Maruf Amin dengan SBY yang divideokan. Humprey mengaku komunikasi ini diperoleh saat persidangan Ahok berjalan. Ia tidak bisa membeberkan secara detil tentang bukti ini. Namun, pengacara Suryadharma Ali ini memastikan komunikasi ini sebagai bukti baru yang akan diajukan ke persidangan. Selain itu, bukti ini akan disampaikan di pengadilan.

"Ya tunggu tanggal mainnya," jelas Humprey.

SBY Merespons

Tidak lama setelah Humprey membahas tentang rekaman, SBY membuat klarifikasi. Ia mengakui adanya percakapan antara dia dengan Ma'ruf Amin melalui sambungan telepon pada tanggal 7 Oktober 2016. SBY mengisahkan, pada tanggal 7 Oktober 2016 Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni bertemu dengan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah. Sepengetahuan SBY tema pertemuan itu adalah Agus-Sylvi ingin memohon doa restu dan nasihat agar perjuangannya di Pilkada DKI Jakarta berhasil.

"Sebelum (Agus-Sylvi) berangkat saya berpesan menyampaikan salam saya kepada beliau-beliau (pengurus PBNU dan Muhammadiyah), dan saya akan senang jika kapan-kapan bisa bertukar pikiran tentang Islam dan dunia. Sebab saat ini saya tergabung dalam Wise Persons Council dari Organisasi Kerjasama Islam," jelas SBY di kantor DPP Partai Demokrat, Wisma Proklamasi Jakarta, seperti diberitakan Antara, Rabu (01/02/2017).

Selanjutnya, kata SBY, dirinya diberi tahu bahwa dalam pertemuan di PBNU, pengurus PBNU yang hadir cukup lengkap, tidak hanya Ketua Umum PBNU Said Aqil Sirajd namun juga ada Rais Aam PBNU Maruf Amin.

SBY menerima laporan, lengkapnya pengurus PBNU yang hadir karena mengira SBY turut ikut dengan rombongan Agus-Sylvi. "Dan kemudian, ada staf di sana yang menyambungkan saya dengan Pak Maruf melalui telepon, yang kaitannya bahwa kita Insya Allah suatu saat bisa berdiskusi," jelas SBY.

Ia menegaskan percakapan itu disambungkan seorang staf, bukan dirinya menelepon Maruf atau sebaliknya Maruf meneleponnya. Dan percakapan itu tidak ada hubungannya dengan kasus Ahok atau tugas-tugas MUI.

SBY meminta kepada pihak-pihak yang mempertanyakan sikap keagamaan MUI dalam kasus Ahok agar menanyakan langsung kepada MUI. Sepengetahuan SBY, MUI selaku majelis ulama melakukan musyawarah dengan ulama-ulama anggotanya sebelum mengeluarkan sikap keagamaan.

"Saya kira mudah mengecek, daripada saya defensif, tanyakan langsung apakah MUI dalam mengeluarkan pandangan keagamaannya didikte atau ditekan oleh yang namanya SBY," ujar dia.

Yang lebih mengherankan, SBY menyinggung masalah penyadapan dalam konferensi pers. Pria yang kini menjabat sebagai Ketua Umum Partai Demokrat itu mengatakan, beberapa kawannya mengingatkan kalau ponsel SBY sudah disadap.

“November tahun lalu, setelah dari keliling Jawa Tengah, saya diberitahu agar hati-hati telepon bapak dan anggota tim lain disadap. Satu bulan lalu, sahabat dekat saya tak berani terima telepon saya karena diingatkan orang di lingkungan pemerintah agar hati-hati telepon disadap," kata SBY dalam keterangan pers di Wisma Proklamasi, Jakarta Pusat, Rabu (01/02/2017).

Awalnya, SBY tidak langsung percaya dengan informasi penyadapan. Dia merasa tidak memiliki salah. Apalagi, setiap mantan presiden mendapatkan pengamanan khusus dari paspampres dalam setiap kegiatan. “Tapi saya belum yakin, salah saya apa? Mantan presiden dapat pengamanan dari paspampres. Tidak hanya orangnya, tapi juga kegiatannya, sehingga saya antara yakin tak yakin, apa iya saya disadap," ujarnya.

Selain KPK, kata SBY, ada tiga institusi negara yang memiliki kemampuan menyadap. Ketiga institusi itu adalan Badan Intelejen Negara (BIN), BAIS TNI, dan Polri. Seluruh institusi itu, kata SBY, tidak bisa sembarangan menyadap. “Harus sesuai peraturan undang-undang,” katanya.

Pria yang dulu menjabat Ketua Dewan Pembina DPP Partai Demokrat ini mengatakan menyadap secara ilegal bisa dikenai hukuman pidana. Hal ini berdasarkan UU ITE. “Salah satunya Pasal 31, setiap orang dengan sengaja atau tanpa hak melakukan intersepsi penyadapan dipidana dengan pidana penjara 10 tahun. Berat hukumannya. Atau denda 800 juta rupiah,” kata SBY.

SBY berharap negara ikut bertanggungjawab mengusut pihak yang menyadap dirinya. Dia juga memohon kepada Presiden Joko Widodo untuk memberikan penjelasan. “Supaya jelas. Ini negara kita sendiri bukan orang lain. Bagus kalau diselesaikan secara adil dan bertanggung jawab,” ujarnya.

SBY mengklaim dirinya terinjak-injak akibat disadap. Ia menilai privasinya terganggu akibat muncul isu penyadapan terhadap dirinya.

“Hak saya diinjak-injak. Privasi saya yang dijamin undang-undang dibatalkan dengan cara disadap secara tidak legal,” kata SBY dalam konfrensi pers di Wisma Proklamasi Jakarta, Rabu (01/02/2017).

Penyadapan tanpa perintah pengadilan merupakan bentuk pelanggaran hukum. SBY meminta aparat penegak hukum segera mencari siapa pihak yang telah menyadap dirinya. “Kalau yang menyadap ilegal ini bukan tim Pak Ahok dan pihak Pak Ahok, saya juga mohon kepada negara untuk diusut siapa itu,” pinta SBY.

Pernyataan dari Nahdliyin, klarifikasi Ahok, respons SBY, membuat situasi semakin tidak jelas. Keributan pada Rabu kemarin akhirnya ditutup dengan pertemuan Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan, Pangdam Jaya, dan Wakapolri dengan KH Ma'ruf Amin di kediamannya. Dalam pertemuan tersebut, MUI diminta untuk menjaga situasi tetap kondusif. Akankah hasil pertemuan itu benar-benar meredam situasi?

Baca juga artikel terkait SIDANG AHOK atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher & Felix Nathaniel
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti