Menuju konten utama

SBY: Hak Saya Diinjak-injak!

Penyadapan untuk tujuan politik adalah kejahatan yang melanggar hukum. Penegasan itu disampaikan Susilo Bambang Yudhoyono menanggapi pernyataan dari tim kuasa hukum Ahok.

SBY: Hak Saya Diinjak-injak!
Gubernur nonaktif DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok hadir dalam persidangan dugaan penistaan agama di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (10/1). Sidang kelima kasus tersebut masih beragendakan mendengarkan keterangan saksi dari pihak penuntut umum. ANTARA FOTO/Pool/Aditia Noviansyah/foc/17.

tirto.id - Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meminta aparat penegak hukum segera memproses pernyataan pengacara Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang mengklaim memiliki transkrip percakapan antara dirinya dengan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma’ruf Amin. SBY merasa pernyataan tersebut merupakan bukti dirinya telah disadap secara ilegal.

“Hak saya diinjak-injak. Privasi saya yang dijamin undang-undang dibatalkan dengan cara disadap secara tidak legal,” kata SBY dalam konfrensi pers di Wisma Proklamasi Jakarta, Rabu (01/02/2017).

Penyadapan tanpa perintah pengadilan merupakan bentuk pelanggaran hukum. SBY meminta aparat penegak hukum segera mencari siapa pihak yang telah menyadap dirinya. “Kalau yang menyadap ilegal ini bukan tim Pak Ahok dan pihak Pak Ahok, saya juga mohon kepada negara untuk diusut siapa itu,” pinta SYB.

Mantan Presiden Republik Indonesia ke VI ini mengatakan penyadapan untuk tujuan politik (political spiying) tidak bisa dibenarkan. Di banyak negara perilaku ini telah dianggap kejahatan serius. Bahkan, kata SBY, Presiden Amerika Serikat Richard Nixon mesti melepaskan jabatan karena terbukti telah menyadap lawan politiknya.

“Memang Nixon terpilih sebagai presiden tapi ada skandal penyadapan itu, akhirnya Nixon mundur, resign. Political spying itu kejahatan serius di negara manapun juga,” katanya.

Sebelumnya Selasa (31/01/2017), pengacara Ahok Humprey Djemat mencecar Ma'ruf Amin dengan sejumlah pertanyaan. Salah satunya adalah soal telepon dari SBY kepada Ma'ruf sebelum kunjungan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Sylviana Murni ke PBNU dan Muhammadiyah tanggal 7 Oktober 2016.

"Apakah pada hari Kamisnya, ada telpon dari Pak SBY jam 10 lewat 16 menit yang menyatakan antara lain mohon diatur agar AHY bisa diterima di kantor PBNU? Dan yang kedua, apakah ada permintaan dari pak SBY yang mendesak dikeluarkannya fatwa (penistaan agama) terhadap terdakwa?" tanya Humphrey Djemat kepada Ma’ruf saat persidangan.

Ma'ruf membantah pernyataan Humprey. Pertanyaan ini diulang kembali oleh kuasa hukum Ahok, namun Ma'ruf tetapmembantah. Akhirnya Humphrey mengatakan bahwa ada dua hal yang disampaikan oleh SBY kepada Ma’ruf. Pertama, permintaan agar PBNU menerima paslon nomor urut 1, Agus-Sylviana. Yang kedua adalah desakan agar MUI mengeluarkan fatwa penistaan agama kasus Basuki Tjahaja Purnama.

Ahok akhirnya memberikan klarifikasi. Dalam pernyataannya, Ahok mengatakan bahwa hal tersebut menjadi ranah penasihat hukumnya. “Saya hanya disodorkan berita liputan6.com tanggal 7 Oktober, bahwa ada informasi telepon SBY ke Kiai Ma'ruf, selanjutnya terkait soal ini saya serahkan kepada penasihat hukum saya,” ujar Ahok.

Baca juga artikel terkait PENYADAPAN atau tulisan lainnya dari Jay Akbar

tirto.id - Hukum
Reporter: Jay Akbar
Penulis: Jay Akbar
Editor: Jay Akbar