tirto.id - Gudang Garam dulunya sebagai simbol kejayaan industri rokok kretek di Indonesia. Perusahaan tersebut berdiri di Kediri oleh Surya Wonowidjojo pada sejak 1958. Bos PT Gudang Garam Tbk sekarang adalah Susilo Wonowidjojo yang merupakan generasi kedua.
Pada masa jayanya, saham Gudang Garam (GGRM) pernah menembus Rp83.650 per lembar dan masuk jajaran saham papan atas di Bursa Efek Indonesia. Tapi sejak akhir 2024, harga sahamnya sempat terus terjun bebas hingga hanya tersisa Rp8.675 per lembar pada J23 uni 2025. Penurunan drastis ini mencerminkan tekanan berat yang kini dihadapi perusahaan.
Masalah tak berhenti di situ, karena publik juga dihebohkan oleh video PHK massal di pabrik Tuban, Jawa Timur. Di balik layar, laba bersih Gudang Garam ikut anjlok 81 persen dalam setahun terakhir, dari Rp 5,32 triliun pada 2023 menjadi Rp980,8 miliar di 2024. Kenaikan cukai rokok dan maraknya produk ilegal makin mempersempit ruang gerak perusahaan rokok yang dulu begitu digdaya ini.
Berbagai keadaan tak menguntungkan tersebut membuat Susilo Wonowidjojo dalam tekanan untuk mempertahankan Gudang Garam. Di sisi lain, nilai kekayaan juga turun dari waktu ke waktu menurut catatan Forbes.
Profil Susilo Wonowidjojo
Susilo Wonowidjojo (Cao Daoping) lahir di Kediri, Jawa Timur, pada 18 November 1956. Ia adalah anak ketiga dari Surya Wonowidjojo (Tjoa Jien Hwie), pendiri perusahaan rokok Gudang Garam. Sejak kecil, Susilo tumbuh di lingkungan keluarga yang kuat dalam bisnis tembakau.
Keterlibatan Susilo dalam bisnis rokok ayahnya membawa dampak positif bagi Gudang Garam. Berbagai terobosan telah dilakukannya untuk membesarkan perusahaan.
Tahun 1979, misalnya, ia mengembangkan mesin khusus yang berguna dalam produksi rokok kretek. Selanjutnya, Susilo juga berpikir untuk membuat rokok dengan kandungan nikotin dan tar lebih rendah melalui jenis kretek mild pada 2002.
Tidak hanya itu, ia turut merumuskan penemuan tentang metode memproduksi filter rokok bersama rekannya, Buana Susilo. Hasil temuannya ini memperoleh hak paten di Amerika Serikat pada 2002. Dalam risetnya, Susilo dan Buana menjelaskan cara pembuatan rokok saring menggunakan arah memanjang dengan sedikitnya memiliki dua bagian saringan berbeda.
Tongkat estafet kepemimpinan di PT Gudang Garam berpindah setelah kematian Surya Wonowidjojo pada 28 Agustus 1985. Kala itu anak tertua Rachman Halim (Tjoa To Hing) ditunjuk sebagai penggantinya dan Gudang Garam mulai masuk ke masa kejayaan di era 80-an. Sayangnya, Rachman meninggal pada 27 Juli 2008 di usia 35 tahun.
Sebagai penerusnya, kepemimpinan diserahkan pada Susilo Wonowidjojo sebagai Presiden Direktur PT Gudang Garam Tbk sejak 2009 sampai sekarang. Suami dari Melinda Setyo ini mampu membuat perusahaan melesat.
Sampai 2013 lalu, ia mengelola sekira 208 hektar area produksi yang berada di Kediri dan Pasuruan. Gudang Garam pun sempat menguasai seperlima pasar tembakau di Indonesia dengan jumlah pekerja mencapai 36.000 orang.
Forbes mencatat kekayaan Susilo sempat menyentuh USD9,2 miliar pada 2018. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, nilainya terus menurun hingga tersisa USD2,9 miliar pada 2024. Dengan demikian, kekayaan Susilo menurun sampai USD6,3 miliar (68,5 persen) selama enam tahun terakhir.
Penurunan kekayaan Susilo ini jika dikonversi ke rupiah mencapai Rp103,41 triliun dengan asumsi kurs Rp16.415 per USD1. Kendati demikian, posisinya masih berada di urutan 23 dalam daftar orang terkaya Indonesia oleh Forbes tahun 2024.
Pembaca yang ingin mengetahui informasi lainnya seputar Gudang Garam sila kunjungi tautan di bawah ini.
Penulis: Satrio Dwi Haryono
Editor: Ilham Choirul Anwar
Masuk tirto.id


































