Menuju konten utama

Setelah Indonesia, Malaysia Membakar Kapal Pencuri Ikan

Malaysia mulai membakar kapal nelayan asing pencuri ikan untuk menciptakan efek jera.

Setelah Indonesia, Malaysia Membakar Kapal Pencuri Ikan
Penenggelaman kapal asing di perairan Kelantan, Malaysia. FOTO/AP.

tirto.id - Selama tiga tahun terakhir Indonesia menjadi sorotan internasional dan negara-negara tetangga terkait tindakan penenggelaman dan pembakaran kapal asing pencuri ikan. Negara-negara tetangga seperti Malaysia hingga Thailand termasuk yang gerah dengan kebijakan Indonesia.

Bagi Indonesia, tindakan tegas ini sesuai dengan ketentuan hukum nasional yang berlaku. Dasar soal pembakaran kapal pencuri ikan misalnya, mengacu pada Undang-undang (UU) No 45 tahun 2009 tentang perubahan atas UU nomor 31 tahun 2004 tentang perikanan. Pada pasal 69 ayat (4) UU Perikanan jelas disebutkan "dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) penyidik dan/atau pengawas perikanan dapat melakukan tindakan khusus berupa pembakaran dan/atau penenggelaman kapal perikanan yang berbendera asing berdasarkan bukti permulaan yang cukup."

Dalam penjelasan aturan ini, bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana di bidang perikanan oleh kapal perikanan berbendera asing, misalnya kapal perikanan berbendera asing tidak memiliki

Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI), serta tertangkap basah menangkap atau mengangkut ikan di wilayah Indonesia.

Belakangan ini, tindakan membakar kapal asing ilegal juga dilakukan juga oleh negara tetangga Malaysia. Pada Rabu (30/8/2017), Malaysia membakar kapal ikan asing di lepas pantai Utara Kelantan. Tindakan membakar kapal ini merupakan kali pertama. Proses pembakaran kapal nelayan asing yang dilakukan Malaysia tersebut memakan waktu yang cukup lama karena harus mendapat persetujuan dari pihak Mahkamah.

Di Malaysia, tindakan ini harus mendapat persetujuan dari Jabatan Alam Sekitar (JAS) Malaysia untuk membakar kapal tersebut di laut setelah dikaji terkait pencemaran lingkungan jika membakar kapal di laut. Setelah mendapat persetujuan barulah pemerintah Malaysia membuat keputusan untuk membakar kapal nelayan asing. Tindakan dan kebijakan ini ditekankan untuk menunjukkan keseriusan Malaysia terhadap kapal nelayan asing yang memasuki wilayah Malaysia.

“Metode ini menunjukkan betapa seriusnya MMEA (Malaysian Maritime Enforcement Agency) mengawasi serbuan kapal nelayan asing di perairan Malaysia,” kata Wakil Direktur Jenderal MMEA Mohd Taha Ibrahim.

"Tidak ada kapal nelayan asing yang dibakar atau ditenggelamkan sebelum tindakan pengadilan dilakukan,” kata Menteri dari Departemen Perdana Menteri Datuk Seri Dr. Shahidan Kassim.

Langkah Malaysia memberantas pencurian ikan, bukan berarti mengekor Indonesia. Departemen Perikanan mereka sudah menyiapkan rencana strategis melawan pencurian ikan untuk program 2011-2020. Malaysia menargetkan bisa menekan kasus pencurian ikan 10 persen per tahun hingga 2020. Sebelum langkah pembakaran, mereka melakukan tindakan penenggelaman kapal, yang juga sudah lebih dahulu dilakukan oleh Indonesia.

Sejauh ini sudah 285 kapal asing yang ditenggelamkan Malaysia. Namun cara itu ternyata tak mampu mengurangi tindakan penangkapan ikan ilegal di perairan Malaysia. Cara baru yang kemudian di ambil adalah dengan membakar kapal nelayan asing.

Keseriusan Malaysia memberantas pencurian ikan dengan metode pembakaran kapal memang cukup beralasan. Mereka ingin memberikan efek jera termasuk dengan penenggelaman kapal. Menteri Pertanian dan Berbasis Industri Agro Malaysia Ahmad Shabery pernah mengatakan apa yang dilakukan Indonesia sangat tegas untuk menjaga sumber daya ikan Indonesia. Pada 2016, ia juga mengatakan bahwa negara-negara di Asia Tenggara akan mulai menenggelamkan kapal asing yang melanggar batas perairan dengan mencontoh Indonesia.

“Kami melihat bahwa tindakan radikal Indonesia terhadap perburuan (kapal penangkap ikan ilegal) menyebabkan deflasi dan menurunkan harga ikan karena hasil tangkapan yang melimpah,” ujar Ahmad.

Sebagai negara yang juga sedang memberantas pencurian ikan, Malaysia sudah punya undang-undang khusus perikanan sejak 1985. Undang-undang perikanan Malaysia tertuang dalam Fisheries Act 1985 yang mengatur soal larangan kapal asing menangkap ikan di perairan Malaysia kecuali negara itu memiliki kerja sama khusus dengan Malaysia.

Pada ayat 25 dijelaskan sanksi bagi kapal asing yang melanggar adalah dengan membayar denda maksimal 1 juta ringgit untuk pemilik kapal dan 100 ribu ringgit untuk setiap kru kapal. Selain itu, Malaysia melarang adanya proses bongkar muat ikan di pelabuhan Malaysia, bahan bakar atau yang berkaitan dengan distribusi ikan yang melewati Malaysia tanpa persetujuan Departemen Perikanan Malaysia. Hal ini berlaku untuk semua kapal berbendera asing.

Selain nelayan dan kapal asing, Malaysia juga bertindak tegas bagi nelayan lokal tradisional maupun komersial atau milik perusahaan penangkap ikan. Nelayan Malaysia yang boleh menangkap ikan hanyalah yang memiliki lisensi. Bagi mereka yang tak berlisensi dan nekat menangkap ikan maka dapat dikenai hukuman maksimal denda 20 ribu ringgi atau kurungan penjara maksimal 2 tahun atau keduanya.

Malaysia juga tak hanya mengatur soal lisensi penangkapan ikan, pemerintah Malaysia membagi zona penangkapan ikan berdasarkan jarak dari garis pantai. Pertama Zona A yaitu 0-5 mil laut. Zona ini hanya untuk nelayan dengan kapal berukuran di bawah 40 tonase dan menggunakan alat pancing tradisional. Kedua, Zona B di 5-12 mil laut untuk kapal di bawah 40 tonase dengan menggunakan pukat standar pemerintah.

Ketiga, Zona C di wilayah 12-30 mil laut untuk kapal dengan tonase 40-70 dengan menggunakan pukat. Sedangkan Zona D, mulai dari 30 mil laut hingga ZEE bagi kapal dengan 70 tonase ke atas. Pembagian wilayah ini untuk mengalokasikan sumber daya secara adil guna menghindari konflik antara nelayan tradisional dan komersial.

Malaysia juga bekerja sama dengan Regional Fisheries Management Organizations (RFMO) terkait pengaturan regional soal penangkapan ikan secara ilegal. RFMO juga dapat memberi rekomendasi kepada Malaysia soal sanksi yang tepat bagi kapal nelayan asing sesuai dengan pengaturan regional. Salah satu sanksi yang mungkin dapat diterapkan yaitu sanksi di sektor perdagangan.

Infografik Jangan Mancing Sembarangan

Malaysia Menjaga Sumber Daya Laut

Sebagai negara yang punya bibir pantai, Malaysia juga punya kekayaan bawah laut yang memberi kontribusi bagi pendapatan negara yang tak sedikit. Pada 2011, Malaysia mampu menghasilkan 1,6 juta ton ikan senilai 9,38 miliar ringgit atau 2,9 miliar dolar AS. Pendapatan dari sektor tersebut menyumbang 1,1 persen produk domestik bruto (PDB) Malaysia.

Baca juga: Tenggelamkan Kapal Lagi, Bu Susi?

Sektor perikanan juga memberi peluang kerja bagi warga Malaysia di seribu perusahaan penangkap ikan. Berdasarkan laporan Badan Statistik Malaysia, pada 2015, lebih dari 15 ribu warga bekerja di sektor perikanan.

Potensi laut yang juga besar menyebabkan Malaysia menjadi salah satu sasaran bagi nelayan asing. Pencurian ikan pun menjadi perhatian utama negara karena tak hanya mengancam sumber daya ikan di laut Malaysia tetapi dapat menimbulkan konflik dengan nelayan tradisional lokal dan perusahaan perikanan yang memiliki izin.

Malaysia harus menanggung kerugian sebesar 6 miliar ringgit atau 1,4 miliar dolar AS setiap tahun akibat pencurian ikan. Pelaku pencurian ikan berasal dari berbagai negara antara lain nelayan Vietnam dan Thailand. Jumlah yang dicuri diperkirakan mencapai 980 ribu ton setiap tahun.

Baca juga: Menteri Susi: Ekspor Perikanan RI Peringkat 3 Asia Tenggara

Selain ancaman dari nelayan asing, sumber daya laut Malaysia juga terancam oleh nelayan lokal yang sering menggunakan metode penangkapan ikan menggunakan “jaring buaya.” Alat itu salah satu yang dilarang pemerintah sebab dapat merusak ekosistem laut.

Pola penangkapan ikan yang tidak tepat berpengaruh pada populasi ikan yang kian menurun. Dalam 40 tahun terakhir pendapatan ikan Malaysia menurun drastis dari 2,56 ton menjadi 0,21 ton per km. Datuk Ahamas Sabki Mahmood dari departemen perikanan menyampaikan pesan tegas, bila nelayan tak mengubah pola penangkapan ikan maka Malaysia mungkin tak lagi memiliki ikan pada 2048.

“Sumber laut pasti akan punah saat peralatan yang dilarang digunakan. Nelayan harus bertanggung jawab dan sadar bahwa tindakan mereka akan merugikan negara dan rakyat dalam jangka panjang,” kata Ahamas.

Baca juga: Menteri Susi Pemer Negara Tetangga Meniru Kebijakannya

Isu pencurian ikan memang jadi persoalan di beberapa negara ASEAN tak kecuali Indonesia, Malaysia, dan negara lainnya. Juga menyangkut soal batas-batas antar negara di lautan. Namun, bila negara-negara tetangga kompak persoalan pencurian ikan setidaknya bisa dicegah dari masing-masing negara yang tegas terhadap nelayan masing-masing dan patroli bersama. Bila tidak, negara tetangga yang lain juga akan melakukan hal yang sama seperti Indonesia dan Malaysia demi sebuah efek jera.

Baca juga artikel terkait PENCURIAN IKAN atau tulisan lainnya dari Yantina Debora

tirto.id - Hukum
Reporter: Yantina Debora
Penulis: Yantina Debora
Editor: Suhendra