tirto.id - Naiknya Adolf Hitler dari Partai Nazi menjadi kanselir Jerman pada 1934 membuat segalanya berubah. Dalam enam tahun kedepan, Jerman menjelma menjadi negara polisi. Semuanya diatur ketat dalam garis besar haluan Partai Nazi.
Hitler menggelorakan kembali semangat Pan-Jermanisme, sebuah keinginan untuk menyatukan seluruh daerah penutur bahasa Jerman ke dalam satu negeri Jerman Raya. Pan-Jermanisme juga dilandasi pemikiran etnosentris nan rasis lewat kebijakan anti-semitnya memberangus etnis minoritas seperti Yahudi, Gipsi dan lainnya.
Lebensraum (“Ruang Hidup”), sebuah prinsip ideologi ekspansionis Nazi menginginkan tanah dan bahan mentah yang lebih untuk tumbuh kembang rakyat berdarah Jerman. Akibatnya negara-negara tetangga seperti Polandia, Ukraina, Cekoslovakia dicaplok.
Awalnya Inggris, Perancis dan Rusia mulanya tidak mau terseret merespons aksi-aksi militer Jerman. Namun, justru karena itulah Jerman leluasa mencaplok Austria pada 12 Maret 1938 dan Cekoslowakia yang dimulai pada 1 Oktober 1938.
Melihat manuver agresif Jerman yang sudah banyak melanggar Perjanjian Versailles yang berlaku sejak 1918 dan mengikat Jerman sebagai negeri pecundang Perang Dunia I, Inggris dan Perancis akhirnya mengumumkan akan memerangi Jerman jika Polandia atau Rumania diserbu.
Baca juga: Ketika Hitler Berkampanye Anti-Tembakau
Sebelumnya, pada Januari 1934, Jerman sudah menandatangani sebuah pakta non-agresi dengan Polandia. Rupanya langkah yang diambil Hilter kurang dari setahun sejak menjabat sebagai kanselir Jerman ini tidak mendapat respons positif di kalangan warga Jerman pendukung Hitler, yang bermula dari kenyataan bahwa Polandia mendapat bagian dari bekas provinsi Jerman di Prusia Barat, Poznan, dan Silesia bersamaan dengan penandatanganan Perjanjian Versailles.
Sang Führer pun merancang siasat dan mengkondisikan agar saat Jerman menyerang Polandia, tidak ada perlawanan aliansi antara Prancis dan Polandia. Hitler kemudian menjalin komunikasi dengan Uni Soviet dan menegosiasikan sebuah pakta non-agresi pada 1939 atau yang disebut Pakta Molotov–Ribbentrop. Pakta tersebut memungkinkan dipecahnya Polandia menjadi dua bagian, masing-masing untuk Jerman dan Soviet. Tentunya, Jerman dapat dengan leluasa menyerang Polandia tanpa ancaman intervensi Soviet.
Pada 1938, Inggris dan Perancis benar-benar tidak siap melawan Jerman. Kedua negara berusaha menjaga kedamaian Eropa dengan cara memberikan konsesi terlalu banyak kepada Jerman, misalnya menyetujui upaya kembali mempersenjatai (rearmament) Jerman sejak 1935 dan remiliterisasi wilayah Rhineland pada 1936, ketika Angkatan Darat Jerman diterjunkan untuk menduduki wilayah tersebut. Dua hal ini sekali lagi melanggar Perjanjian Versailles yang menjadi landasan perdamaian pasca-Perang Dunia Pertama.
Baca juga: Ketika Hitler Menghabisi Ernst Rohm, Kawan Dekatnya
Seminggu setelah penandatanganan Molotov–Ribbentrop di Moskow, Jerman benar-benar menyerang Polandia pada 1 September 1939. Tepat sebelum fajar menyingsing, tentara Nazi muncul dari seluruh penjuru Polandia. Di timur lewat Prusia, di wilayah utara yang berbatasan langsung dengan Jerman, di selatan lewat Silesia dan dibantu pasukan Slovakia.
Serangan pada hari pertama juga diluncurkan oleh pesawat Jerman ketika membombardir kota Wielun dan menewaskan hampir 1.200 orang. Lima menit kemudian pada pukul 4.45 pagi, giliran kapal perang Jerman Schleswig-Holstein melepaskan tembakan ke posko transit di Westerplatte, kota Danzig.
Baca juga: Israel Diperangi Negara-Negara Arab dan Menang
Serangan terhadap Danzig sekaligus membuka invasi besar-besaran di Polandia dengan masuknya sekitar 1,5 juta personel Angkatan Darat Jerman. Serbuan ini dicatat dalam sejarah sebagai awal dari dimulainya Perang Dunia Kedua.
Unit tempur Jerman terdiri lebih dari 2.000 tank dan lebih dari 1.000 pesawat. Dalam serangan besar-besaran itu, dengan mudah pasukan Jerman menembus pertahanan dan memasuki jantung Polandia di Warsawa. Reaksi Inggris dan Prancis—yang sebelumnya telah memberi jaminan bagi Polandia—segera menyatakan perang kepada Jerman pada 3 September 1939. Mereka mulai memobilisasi tentara termasuk mempersiapkan warga sipil.
Setelah pasukan Jerman membombardir Polandia dari udara, Warsawa akhirnya menyerah pada 27 September 1939. Sisa-sisa angkatan perang Polandia menyerah pada awal Oktober setelah kehilangan sekitar 65.000 prajurit dan ribuan warga sipil. Sesuai perjanjian, Uni Soviet baru muncul untuk menyerang Polandia pada 17 September 1939. Sungai Bug menjadi garis pemisah antara wilayah Polandia yang diduduki oleh Jerman dan Soviet.
Baca juga:
Pada Oktober 1939 Jerman sukses mencaplok kembali wilayah Prusia Barat, Poznan, Silesia atas, dan Danzig. Kota-kota yang sudah diduduki Jerman seperti Warsawa, Krakow, Radomdan Lubin langsung diperintah oleh seorang gubernur jendral sekaligus pengacara Partai Nazi, Hans Frank.
Dalam pertempuran akhir antara Jerman dan Polandia yang disebut sebagai Pertempuran Kock, pasukan tentara merah Soviet dan Nazi Jerman resmi mendapat kendali penuh atas Polandia pada 8 Oktober 1939. Keberhasilan ini menandai berakhirnya Republik Kedua Polandia meski negeri itu tidak pernah secara resmi menyerah.
Nazi Jerman masih menduduki sisa-sisa Polandia ketika akhirnya memutuskan untuk menggelar Operasi Barbarossa unntuk menyerang Uni Soviet pada 22 Juni 1941. Pertempuran babak besar antara Nazi Jerman dan Uni Soviet masih berlanjut saat invasi Jerman melibatkan Rumania, Italia, Hungaria dan Kroasia untuk menyerang Kota Stalingrad di wilayah Uni Soviet pada 23 Agustus 1942. Polandia sendiri berstatus tanah pendudukan Jerman sampai Januari 1945.
Baca juga:
- Nazi Jerman Dikalahkan Uni Soviet di Pertempuran Kursk
- Usai Jerman Hitler Kalah, Ke Mana Perginya Mantan SS-NAZI?
Meskipun Perang Dunia Kedua berakhir pada 1945 dan Uni Soviet telah bubar pada 1991, Polandia sulit lepas dari orbit geopolitik Rusia. Kenangan akan Perang Dunia II tetap kuat tertancap di seluruh Eropa, terutama bagi orang Polandia yang menyaksikan negerinya menjadi medan kekejaman berbagai pihak.
Penulis: Tony Firman
Editor: Windu Jusuf