tirto.id - Chaeruddin (59), telah mengabdikan lebih dari separuh usia hidupnya untuk mengajar di SD Bhakti Luhur, Petogogan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Di sekolah itu, ia menapaki tangga karier secara perlahan hingga kini menduduki kursi kepala sekolah.
Lima tahun menjabat kepala sekolah, Chaeruddin mengakui ada banyak tantangan yang harus dihadapi. Keuangan sekolah yang tidak stabil menjadi salah satu persoalan terbesar yang nyaris membuat sekolah itu berhenti beroperasi.
Ia bercerita, sekolah yang berdiri sejak tahun 1970-an itu sempat tak sanggup membayar jasa para tenaga pengajar secara tepat waktu. Salah satu faktornya adalah banyak murid yang menunggak pembayaran Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP).
Meski begitu, Chaeruddin memaklumi alasan di balik banyaknya penunggakan SPP itu. Sebab, mayoritas murid yang bersekolah di SD Bhakti Luhur berasal dari keluarga kurang mampu.

“Kita sebagai pendidik, tidak mungkin kan selalu mengharuskan bayar secepat mungkin. Memang kita lihat keadaan para orangtua murid,” kata Chaeruddin kepada reporter Tirto, Selasa (15/7/2025).
Beberapa bulan terakhir, Chaeruddin mulai melihat secercah cahaya masa depan yang lebih baik. Pasalnya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, melalui Dinas Pendidikan (Disdik) telah memilih SD Bhakti Luhur menjadi salah satu dari 40 sekolah yang akan mengikuti program sekolah swasta gratis tahun ajaran 2025/2026 ini.
Pada tahap pertama pelaksanaan program sekolah swasta gratis itu, baru ada dua sekolah di tingkat SD yang terlibat, yakni SDS Bina Pusaka di Koja, Jakarta Utara, dan SD Bhakti Luhur. Menurut Chaeruddin, SD Bhakti Luhur terpilih mengikuti tahap awal karena sekolahnya memenuhi semua persyaratan, salah satunya adalah tidak adanya sekolah negeri di kelurahan setempat.
“Alasan sekolah kami dipilih karena satu, wilayah kelurahan kami tidak ada sekolah negeri. Jadi sekolah [yang dipilih adalah] yang tidak ada [sekolah negeri] satupun,” ucapnya.
Chaeruddin menyebut dampak dari program sekolah swasta gratis langsung dirasakan oleh manajemen SD Bhakti Luhur. Pada tahun ajaran ini, jumlah siswa baru yang mendaftar di sekolah itu meningkat hingga 100 persen. Jika biasanya siswa baru yang mendaftar hanya berjumlah 14 orang, pada tahun ini sudah ada 28 orang yang masuk dan siap belajar.
“Oh iya, jelas [ada peningkatan murid yang masuk]. Hampir 100 persen. Tahun kemarin hanya 14 ya. Ini sudah 28, jadi sudah 100 persen peningkatannya. Mereka [para orang tua murid] berpikir logis. Satu, [sekolahnya] gratis. Yang kedua, dekat,” ungkap Chaeruddin.
“Jadi anak-anak juga bisa dengan nyaman belajar, tidak berpikir ada bayaran, jadi pure belajar,” kata Chaeruddin.
Program yang dimulai pada era kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung ini disambut baik oleh Siti Masitah (44), seorang ibu rumah tangga yang menyekolahkan anaknya di SD Bhakti Luhur. Ibu dua anak itu mengaku sangat terbantu karena mampu menekan pengeluaran bulanan.
Biasanya, ia harus mengeluarkan uang sebesar Rp115 ribu tiap bulan untuk bayar SPP sekolah.
Setelah tidak lagi dipungut biaya, menurut Siti, kini dirinya bisa lebih fokus memenuhi kebutuhan penunjang anak dalam bersekolah, seperti membeli buku tulis ataupun seragam baru.
“Yang selama ini beranggapan untuk beli buku, beli apa, merasa berat, alhamdulillah mereka sekarang dengar kabar [sekolah swasta gratis] itu aja udah senang. Senang banget,” kata Siti kepada reporter Tirto sambil tersenyum lebar.
Pada awalnya, Siti tak larut dalam euforia ketika pertama kali dengar kabar sekolah tempat anaknya menuntut ilmu akan digratiskan oleh Pemprov Jakarta. Ia mengaku sempat khawatir kabar itu hanya sekadar wacana.
Ternyata program sekolah swasta gratis benar-benar terealisasi.
Dengan cepat kabar mengenai program itu menyebar di lingkungan tempat Siti bermukim, hingga mengakibatkan jumlah murid baru yang mendaftar tahun ajaran ini mengalami lonjakan.
“Sebelum awal masuk [tahun] ajaran baru ini, kita sengaja belum woro-woro. Karena kan kita belum tau wacananya ini seperti apa, pasti atau tidaknya. Tapi info sekolah gratis ini akhirnya [menyebar dari] mulut ke mulut ya,” sebutnya.

Antusiasme menyambut program sekolah swasta gratis ini juga dirasakan oleh Ema Ratna (42), ibunda dari Ahmad Tirmidzi (10), seorang murid yang duduk di bangku kelas 4 SD Bhakti Luhur.
Ema mengatakan, program itu sangat membantu perekonomian keluarganya. Selain itu, dengan digratiskannya biaya SPP, ia berharap anaknya bisa lebih semangat dalam menuntut ilmu karena tidak lagi terbebani oleh biaya bulanan.
“Mudah-mudahan sih lebih semangat anak-anaknya, orang tuanya juga lebih memperhatikan anak-anaknya,” ujar Ema.
Menurut Ema, selama ini banyak yang menganggap murid di sekolah swasta tidak perlu mendapatkan bantuan karena dinilai sudah mampu bayar SPP. Padahal, ia banyak menemukan sesama orang tua murid mengalami kesulitan bayar SPP hingga uang pangkal pada awal masuk sekolah.
“Banyak, banyak sekali [yang kesulitan untuk membayar SPP]. Ada yang belum bayar setahun, dua tahun, bahkan uang pangkal belum,” ucapnya.
Ketika pertama kali dengar kabar wacana sekolah swasta gratis, Ema menduga program itu akan menggantikan program Kartu Jakarta Pintar (KJP). Namun, ternyata justru melengkapi program bantuan pendidikan yang diberikan oleh Pemprov DKI Jakarta.
“Kita pikir awalnya untuk pengalihan KJP. Artinya Pemprov sudah tidak memberikan KJP ke orang tua melalui pihak sekolah. Saya pikir gitu awalnya. Ternyata makin bagus, ada sekolah gratis ini,” tutur Ema.
Ema berharap, nantinya bukan hanya ia dan keluarganya yang terbantu oleh kehadiran program itu. Ia ingin Pemprov DKI semakin menggencarkan program tersebut di seluruh wilayah ibu kota.
4.932 Siswa Jakarta Terbantu Program Sekolah Swasta Gratis

Pemprov Jakarta telah resmi memulai tahapan uji coba pelaksanaan program sekolah swasta gratis sejak dimulainya tahun ajaran baru pada Senin (14/7/2025). Sekretaris Dinas (Sekdis) Pendidikan DKI Jakarta, Taga Radja Gah, mengatakan pada tahapan uji coba ini terdapat 4.932 siswa baru yang akan mengikuti uji coba program itu di berbagai tingkatan pendidikan, mulai dari tingkat SD, SMP, SMA, SMK, hingga SLB.
“Jadi [program] sekolah swasta gratis ini [sudah ada] 40 sekolah piloting. Jadi menjalankan seperti biasa, mereka [mengikuti] pendaftaran, seperti sekolah-sekolah reguler. Sudah mulai hari ini,” kata Taga saat dikonfirmasi pada Senin.
Dari 40 sekolah swasta yang diuji coba, Taga menyebut, ada sebanyak 142 rombongan belajar (rombel) yang akan mulai belajar pada tahun ajaran 2025/2026 ini. Taga menjelaskan, masing-masing sekolah sudah mendapatkan kuota kursi siswa baru, yakni sebanyak 32 siswa per rombel.
Adapun jumlah rombel di tiap sekolahnya bervariasi. Ada sekolah yang mendapatkan jatah satu rombel, namun ada juga yang mendapatkan jatah dua rombel.
“Kalau misalnya sekolah itu menerima dua rombel, satu rombelnya 32 [siswa untuk] yang SD ya. Makanya kan dua rombel 64 [siswa]. Nah nggak boleh lebih dari 64 [siswa],” jelasnya.

Ia menegaskan, penerbitan Pergub itu akan dikebut, mengingat vitalnya peran Pergub itu sebagai payung hukum pelaksanaan program sekolah swasta gratis.
“Pergubnya sedang disusun. [Program sekolah swasta gratis] itu harus mempunyai payung hukum supaya kita paham dari mana kita harus mulai,” kata Rano kepada para wartawan di kawasan Kramat Pela, Jakarta Selatan, Selasa (15/7/2025).
Rano menjelaskan, penggodokan Pergub itu telah berada dalam tahap harmonisasi di Biro Hukum. Sementara di sisi anggaran juga sedang disiapkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan Tahun 2025.
Pemprov DKI disebutnya juga telah menyosialisasikan program itu ke pemerintah pusat melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan juga Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen).
“DPRD juga sudah tingkat harmonisasi, juga dengan [Kementerian] Dikdasmen ya. Dengan Kemendagri, segala macam,” jelasnya.
Rano menambahkan, sosialisasi itu dilakukan karena pelaksanaan program sekolah swasta gratis bukan hanya menjadi wewenang dari Pemprov DKI, melainkan juga pemerintah pusat.
“Karena itu bukan hanya wewenang dari Pemprov semata, itu juga kementerian harus tahu,” ucap Rano.
Di sisi lain, Ketua Komisi E DPRD DKI Jakarta, Muhammad Thamrin, mendukung penuh pelaksanaan program sekolah swasta gratis itu. Menurutnya, pelaksanaan program itu sejalan dengan amanat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengharuskan pemerintah untuk menggratiskan sekolah swasta.
Thamrin berharap, Jakarta dapat menjadi daerah pertama di Indonesia yang menjalankan amanat dari Putusan MK tersebut secara bertahap.
“Tahap pertama penerapan sekolah gratis ini juga sejalan dengan Putusan MK, bahwa pemerintah wajib menyediakan pendidikan dasar gratis, termasuk di sekolah swasta. Jakarta diharapkan menjadi yang pertama dalam melaksanakan putusan MK tersebut secara bertahap,” kata Thamrin kepada para wartawan di Jakarta, Selasa.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu juga memastikan bahwa regulasi dan anggaran untuk program itu akan dimasukkan ke dalam Peraturan Daerah (Perda) APBD Perubahan. Sementara untuk petunjuk teknis (juknis) pelaksanaan program itu, nantinya akan dicantumkan di dalam Pergub.
“Dari sisi regulasi, anggaran, dan pembiayaan, akan ada dalam Perda APBD Perubahan. Tinggal nanti disiapkan Pergub atau Kepgub untuk [petunjuk] pelaksanaannya,” tukas Thamrin.
Penulis: Naufal Majid
Editor: Rina Nurjanah
Masuk tirto.id


































