tirto.id - Siang itu matahari menyengat di langit Bekasi, tapi semangat para siswa di Sekolah Rakyat Menengah Atas (SRMA) 13 tetap menyala. Di tengah cuaca panas, mereka belajar dengan tekun, seolah gedung sederhana itu adalah rumah kedua. Bagi Annisa Nur Khofifa (17), ungkapan itu bukan sekadar kiasan. Sekolah Rakyat benar-benar menjadi tempat ia menemukan kembali arti rumah dan masa depan.
Annisa sempat kehilangan arah ketika harus berhenti sekolah di kelas dua SMA. Kondisi ekonomi keluarga yang sulit dan tanggung jawab merawat sang ayah yang sakit membuatnya terpaksa menunda pendidikan. Ia tumbuh dalam situasi keluarga yang tak mudah, penuh tekanan dan konflik, hingga pernah terlintas keinginan untuk pergi dari rumah.
“Ibu dan kakak pergi. Aku tinggal sama ayah yang sakit dan sudah tua. Untuk makan aja kadang dibantu saudara,” kenangnya pelan.
Sampai suatu hari, seorang pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) dari Kementerian Sosial memperkenalkannya pada program Sekolah Rakyat, gagasan Presiden Prabowo Subianto. Ketika tahu sekolah itu berbasis asrama, Annisa langsung tertarik.
“Pas diajak lihat sekolahnya (Sekolah Rakyat), aku langsung mau, karena boarding school. Jadi aku bisa lepas dari rumah dan punya banyak teman juga,” ujarnya di SRMA 13 Bekasi, Jawa Barat.
Namun, perjalanan Annisa tak mudah. Saat memberitahu keinginannya untuk kembali sekolah kepada sang ayah, ia justru mendapat penolakan. Beruntung, dengan dukungan pendamping PKH, Annisa tetap berangkat. Bukan ayahnya yang mengantar, tapi ia melangkah dengan tekad kuat bahwa keputusannya kali ini adalah awal baru.
Saat pertama kali melewati gerbang Sekolah Rakyat, Annisa masih ingat betul rasa takjubnya.
“Aku kaget karena belajar pakai tab sama laptop, jadi aku kagum,” katanya sambil tersenyum.
Sekolah ini memberinya pengalaman belajar yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Lebih dari sekadar ruang kelas, Sekolah Rakyat memberinya lingkungan yang aman, teman-teman baru, dan kesempatan untuk bermimpi kembali.
Dari balik catatan hariannya, Annisa menyimpan satu impian besar: menjadi pilot perempuan.
“Ada keluarga dari pihak ayah yang jadi pilot, jadi aku sering tanya-tanya gimana caranya,” ujarnya antusias.
Di hatinya, Annisa berharap suatu hari nanti ia bisa membanggakan sang ayah — mungkin dengan mengajaknya terbang di pesawat yang ia kemudikan sendiri.
“Aku pengen nunjukin ke ayah kalau aku bisa jadi pilot, bahkan bawa ayah naik pesawat,” katanya dengan senyum kecil.
Kini, setiap pagi di Sekolah Rakyat, Annisa punya alasan untuk bangun dengan semangat baru. Baginya, sekolah ini adalah simbol harapan — tempat ia belajar, tumbuh, dan menemukan keberanian untuk menatap masa depan.
Rasa terima kasih ia sampaikan kepada Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul) yang telah menghadirkan program ini.
Baginya, Sekolah Rakyat bukan hanya wadah pendidikan, tapi juga jembatan keluar dari keterbatasan, ruang bagi anak-anak untuk bermimpi lagi.
Program Sekolah Rakyat, yang digagas Presiden Prabowo bersama Menteri Sosial Saifullah Yusuf, menjadi bagian penting dari strategi pengentasan kemiskinan. Dengan target 165 titik sekolah di seluruh Indonesia pada 2025, program ini membuka peluang bagi anak-anak dari keluarga miskin dan miskin ekstrem untuk kembali bersekolah, menata masa depan, dan mengubah nasib mereka sendiri.
(INFO KINI)
Penulis: Tim Media Servis
Masuk tirto.id


































