tirto.id - Kejaksaan Agung mengungkap beberapa pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang amat berkaitan dengan aktivitas jurnalistik. KUHP baru itu akan mulai diberlakukan pada Januari 2026.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa meski KUHP baru tidak memuat pasal khusus soal delik pers, namun terdapat beberapa pasal yang berpotensi diterapkan dalam aktivitas jurnalistik.
“Ada beberapa pasal yang berpotensi relevan dan dapat diterapkan pada aktivitas jurnalistik, di antaranya berkait dengan pencemaran nama baik dan fitnah, KUHP baru masih mengatur delik pencemaran nama baik,” kata Harli Siregar, di Hotel Grand Mahakam, Jakarta Pusat, Senin (23/6/2025).
Menurut Harli, hal itu tertuang dalam Pasal 310 dan Pasal 311 tentang pencemaran nama baik dan fitnah yang kini diperbaharui ke Pasal 433 tentang fitnah dan pasal 434 tentang pencemaran nama baik pada UU Nomor 1/2023 KUHP.
Meski demikian, menurut dia, penerapan pasalnya tetap harus mempertimbangkan kaedah jurnalistik dan prinsip praduga tak bersalah.
Harli mengatakan pasal lainnya yang bisa menyasar jurnalis adalah terkait tindak pidana penyebaran berita bohong. Hal itu diatur dalam Pasal 263 dan 264 KUHP.
“Pasal dalam KUHP baru mengatur tentang penyebaran berita bohong yang dapat menimbulkan keonaran di masyarakat,” tutur dia.
Harli menjelaskan insan pers diharapkan memiliki keakurasian dalam membuat berita. Sehingga, memang benar-benar menjadi media klarifikasi informasi bagi masyarakat.
“Yang ketiga terkait dengan penyebaran berita atau pemberitahuan bohong tentang harga barang. Jadi bukan hanya tentang manusia, tentang harga barang pun dibahas di sana,” ujar Harli.
Pemberitahuan bohong, kata dia, tertuang dalam pasal 265 KUHP. Dalam aturan tersebut disebutkan bahwa berita bohong terkait barang akan dijerat pidana karena berpengaruh pada harga dan kurs mata uang.
Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan Dewan Pers, Abdul Manan, mengatakan setidaknya ada 32 pasal dalam UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berpotensi menjerat jurnalis dari ancaman pidana. Dari jumlah tersebut, 18 di antaranya terkait pemidanaan.
Abdul mengatakan, terdapat perubahan dalam KUHP baru yang resmi disahkan pada tahun 2023. Disebutkannya, penghapusan sejumlah pidana ringan dan semangat pemulihan dalam pemidanaannya.
Abdul mengungkapkan di dalamnya adalah perubahan jenis delik dari sejumlah delik pidana biasa menjadi delik aduan, misalnya tentang penghinaan kepala negara. Namun, tak dipungkirinya memang banyak pasal yang bisa mempidanakan jurnalis seperti pada KUHP lama.
“Di KUHP yang baru, penghinaan terhadap kepala negara dan istitusi negara berubah dari delik umum menjadi delik aduan. Artinya, Presiden sendiri yang harus melapor jika merasa dirugikan oleh pemberitaan," kata dia.
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Fransiskus Adryanto Pratama
Masuk tirto.id

































