Menuju konten utama

Sejumlah Guru Curhat ke DPR Belum Diangkat Jadi PPPK dari 2021

Ikatan Pendidik Nusantara mendesak pemerintah menyelesaikan pengangkatan guru lulus passing grade pada 2021 terlebih dulu.

Sejumlah Guru Curhat ke DPR Belum Diangkat Jadi PPPK dari 2021
Suasana Rapat Dengar Pendapat Umum bersama Ikatan Pendidik Nusantara dan Pengurus Besar PGRI bersama Komisi X DPR RI, di Kompleks Parlemen, Senin (14/7/2025).tirto.id/ M. Irfan Al Amin

tirto.id - Ketua Umum Ikatan Pendidik Nusantara, Hasna, meminta pemerintah menunda pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) guru pada 2025. Hal itu dikarenakan adanya ribuan guru honorer yang telah lulus passing grade (PG) 2021 tapi belum diangkat menjadi PPPK hingga saat ini.

Menurutnya, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah telah menjanjikan untuk mengangkat guru yang telah lulus PG untuk menjadi PPPK.

"Mestinya pemerintah itu menyelesaikan yang PG 2021, baru mengambil lagi dan menyelesaikan honorer yang lain," kata Hasna dalam Rapat Dengar Pendapat Umum bersama Komisi X DPR RI, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (14/7/2025).

Hasna menjelaskan ada sejumlah kendala yang menyebabkan sistem kontrak PPPK menjadi kian tidak pasti. Di Donggala, Sulawesi Tengah, Hasna menceritakan terdapat sejumlah PPPK yang tak kunjung diangkat menjadi PPPK akibat keterbatasan anggaran. Menurutnya, anggaran pendidikan harus menjadi prioritas dalam proses penyusunan APBD maupun APBN.

"Kalau bicara soal anggaran, memang daerah punya keterbatasan. Tapi kenapa anggaran pendidikan tidak ada, sementara korupsi di daerah merajalela," katanya.

Dia juga mengungkapkan jika masih banyak guru yang tidak tercatat dalam data Badan Kepegawaian Negara (BKN), meski para guru tersebut telah terdaftar di Data Pokok Pendidikan atau Dapodik.

Salah satu penyebabnya, kata Hasna, adalah asal muasal gaji para guru yang berasal dari dana komite sekolah dan bukan dari APBN atau APBD.

“Bayangkan, ada guru yang sudah mengabdi 16 tahun tapi tidak masuk dalam database BKN hanya karena pembiayaan dari komite,” katanya.

Dirinya mempertanyakan kebijakan pemerintah yang menetapkan ASN menjadi dua status yaitu PNS dan PPPK. Menurutnya, kedua status tersebut menimbulkan ketimpangan di internal para guru, sehingga terkesan ada diferensiasi tugas, walaupun secara kewajiban tetaplah sama yaitu mencerdaskan bangsa.

“Kami ini guru, garda terdepan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Tapi kenapa justru kami dikotak-kotakkan menjadi ASN PNS, ASN PPPK full-time, dan part-time?” katanya.

Dalam forum yang sama, Ketua DPC Ikatan Pendidik Nusantara (IPN) Kabupaten Karimun, Mahadi, meminta pemerintah agar membuka peluang peralihan status bagi guru dan tenaga kependidikan berstatus PPPK menjadi PNS.

Menurutnya ketimpangan status dan ketiadaan perlindungan membuat nasib guru PPPK kian terpuruk meski beban kerja mereka setara dengan PNS.

Salah satu keresahan yang dihadapi guru PPPK adalah ketidakpastian ketika pensiun. Menurutnya, banyak fasilitas dari negara yang terputus usai mereka purna tugas, salah satunya adalah BPJS dan ketiadaan uang saku berupa pesangon.

"Pertama, tidak adanya payung hukum dan kepastian hukum untuk mendapatkan hak setelah pensiun. Saat ini kami tidak adanya Pak, dasar hukum tentang setelah pensiun. Selepas itu, setelah kami tua renta nanti setelah 60 tahun atau lebih BPJS kami akan terputus. Jadi secara otomatis kami sudah tua renta, tidak kuat bekerja," kata Mahdian.

Baca juga artikel terkait GURU HONORER atau tulisan lainnya dari Irfan Amin

tirto.id - Flash News
Reporter: Irfan Amin
Penulis: Irfan Amin
Editor: Bayu Septianto