Menuju konten utama

Sejarah Masjid Al-Aqsa dalam Pusaran Konflik Israel-Palestina

Berikut adalah sejarah Masjid Al-Aqsa yang terletak di Kota Tua Yerusalem.

Sejarah Masjid Al-Aqsa dalam Pusaran Konflik Israel-Palestina
Masjid Al-Aqsa.foto/shutterstock masjid al-aqsa

tirto.id - Masjid Al-Aqsa adalah titik konflik penting yang terjadi antara Palestina-Israel akhir-akhir ini. Kawasan situs suci ini memiliki nilai sejarah panjang dan bermakna penting bagi tiga agama abrahamik: Islam, Yahudi, dan Kristen.

Meskipun konflik Palestina dan Israel sempat bergejolak, kedua belah pihak sudah melakukan gencatan senjata setelah 11 hari perang antara militer Israel dan Hamas (Harakat Al-Muqawamah Al-Islamiyah/Gerakan Perlawanan Islam) dari Palestina.

Diwartakan Al-Jazeera, atas desakan organisasi internasional, PBB, Uni Eropa, dan banyak negara dunia lainnya, akhirnya Israel dan Hamas menyepakati gencatan senjata pada Kamis (20/5/2021). Setelah kesepakatan itu, dua belah pihak tidak dibenarkan lagi meluncurkan serangan ke wilayah masing-masing.

Namun, belum sampai 24 jam setelah putusan gencatan senjata diambil, bentrokan antara polisi Israel dan warga Palestina kembali terjadi esok harinya (Jumat, 21/5/2021). Kawasan yang menjadi titik konflik adalah masjid Al-Aqsa. Polisi Israel menembakkan gas air mata ke arah jemaah usai salat Jumat yang melukai belasan warga Palestina.

Sejarah Al-Aqsa dalam Pusaran Konflik Paestina-Israel

Kompleks Masjid Al-Aqsa terletak di Kota Tua Yerusalem, ia memiliki luas sekitar 35 hektar. Karena nilai sejarahnya yang panjang dan bermakna penting bagi tiga agama abrahamik: Islam, Yahudi, dan Kristen, maka UNESCO dari PBB menetapkan Masjid Al-Aqsa sebagai salah satu cagar warisan dunia.

Ketika konflik pertama antara komunitas Yahudi dan Palestina pada awal abad ke-20, kawasan Masjid Al-Aqsa diberi status khusus dan berada di bawah naungan komunitas internasional dalam administrasi PBB. Konflik di Palestina itu bermula ketika migrasi besar-besaran komunitas Yahudi untuk mencaplok wilayah Palestina berdasarkan restu Inggris melalui Deklarasi Balfour pada 1917.

Untuk menengahi konflik tersebut, PBB membuat rencana memisahkan kawasan Palestina menjadi dua bagian: 55 persen untuk Yahudi dan 45 persen untuk Palestina.

Putusan PBB itu tidak mencapai titik terang, bahkan ketika rencana PBB belum usai diputuskan, pada 1948, Israel sudah mendeklarasikan kemerdekaannya dengan mengakui 78 persen tanah Palestina. Deklarasi kemerdekaan itu memicu perang Arab-Israel pertama pada 1948. Kawasan Masjid Al-Aqsa terus menjadi rebutan antara Israel dan Palestina.

Kompleks Al-Aqsa menjadi penting bagi komunitas Yahudi karena kawasan itu diyakini sebagai tempat kuil-kuil Yahudi yang tertuang dalam kitab sucinya. Pada bagian barat kompleks Al-Aqsa, terdapat situs suci Tembok Ratapan bagi orang Yahudi yang diyakini sebagai sisa terakhir dari Kuil Kedua yang dulu dihancurkan Kekaisaran Romawi pada 70 M.

Sementara itu, bagi umat Islam, Masjid Al-Aqsa adalah situs tersuci ketiga setelah Masjid Al-Haram di Makkah dan Masjid Nabawi di Madinah. Dalam Islam, Masjid Al-Aqsa dikenal dengan sebutan Bait Al-Maqdis (Rumah Suci), kiblat pertama Islam sebelum dipindahkan ke Ka'bah.

Di sisi lain, bagi umat Kristen, kawasan Al-Aqsa juga diyakini sebagai tempat penyembelihan Ismael (Ismail) yang dilakukan oleh Abraham (Ibrahim). Kawasan Yerusalem, termasuk kompleks Masjid Al-Aqsa berkaitan erat dengan peristiwa dan sejarah suci dari tiga agama tersebut.

Ketika terjadi perang Arab-Israel yang kedua pada 1967, Israel menduduki Yerusalem Timur dan mengambil paksa wilayah Kota Tua Yerusalem, termasuk kompleks Masjid Al-Aqsa.

Hal ini memicu konflik berkepanjangan, terlebih lagi pada 1980, Israel mengeluarkan putusan yang menyatakan bahwa Yerusalem adalah ibukota Israel yang resmi. Sejak tahun tersebut, hingga sekarang, sebagaimana tercantum di situs pemerintahan Israel, Yerusalem ditetapkan ibukota negara tersebut.

Karena belum bisa menaklukkan sepenuhnya warga Palestina di Yerusalem, Israel terus mengipasi api konflik ini. Misalnya, pada 2000, Perdana Menteri Israel kala itu, Ariel Sharon mendatangi Temple Mount yang berada di kompleks Masjid Al-Aqsa dengan pengawalan ratusan polisi Israel, sebagaimana dilansir dari BBC.

Kedatangan Ariel Sharon itu dianggap sebagai upaya pencaplokan penuh kawasan Temple Mount sebagai wilayah Zionis. Akhirnya, kunjungan tersebut memicu ledakan Intifada II, perang antara Palestina-Israel yang menewaskan sekitar 4.219 warga Palestina dan 1.024 warga Israel.

Pencaplokan Israel atas Yerusalem memperoleh dukungan Amerika Serikat (AS) pada 2018. Presiden AS kala itu, Donald Trump mengakui kawasan Yerusalem sebagai ibukota Israel yang ditentang oleh banyak organisasi internasional.

Namun, selain Amerika Serikat, tidak ada negara dunia lainnya yang mengakui kepemilikan Israel atas Yerusalem. Karena itulah, konflik terus berlanjut atas upaya pencaplokan lahan yang dilakukan Israel, meskipun harus mengorbankan nyawa rakyat sipil Palestina dan tindak pelanggaran HAM lainnya.

Baca juga artikel terkait YERUSALEM atau tulisan lainnya dari Abdul Hadi

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Abdul Hadi
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Alexander Haryanto