Menuju konten utama

Saat Prabowo & Luhut Lembek Lawan Pencuri Ikan dari Cina di Natuna

Cina semakin menantang kedaulatan Indonesia tapi Prabowo dan Luhut justru menunjukkan sikap ramah terhadap pencuri ikan.

Saat Prabowo & Luhut Lembek Lawan Pencuri Ikan dari Cina di Natuna
Menhan Prabowo Subianto (kiri) bersama Kepala Bakamla Laksdya Bakamla A Taufiq R (tengah) dan Menlu Retno Marsudi menyapa wartawan seusai konferensi pers terkait kasus Natuna di Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat (3/1/2020). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/aww.

tirto.id - Cina semakin menantang kedaulatan Indonesia di Perairan Natuna, Kepulauan Riau. Minggu (5/1/2020) masih ada kapal nelayan Cina yang masih bertahan di Laut Natuna. Tak hanya kapal nelayan, mereka juga didampingi kapal milik otoritas pemerintahan Cina.

Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Pangkogabwilhan) I TNI Laksamana Madya TNI Yudo Margono menyatakan kapal-kapal asing tersebut bersikukuh menangkap ikan secara legal yang berjarak sekitar 130 mil dari perairan Ranai, Natuna.

"Mereka didampingi dua kapal penjaga pantai dan satu kapal pengawas perikanan Cina," kata Yudo Margono dalam konferensi pers di Pangkalan Udara TNI AL di Tanjungpinang, Kepri, Minggu (5/1/2020) seperti dikutip dari Antara.

TNI sudah melakukan gelar operasi dengan menurunkan dua unsur KRI guna mengusir kapal asing tersebut keluar dari Laut Natuna. Operasi ini, kata Yudo, tetap akan dilanjutkan dan tak memiliki batas waktu sampai kapal Cina betul-betul angkat kaki dari wilayah maritim Indonesia.

Sikap Lembek Dikritik

Sayangnya, semangat TNI untuk menjaga kedaulatan NKRI ini tak didukung pemerintahan Presiden Joko Widodo. Pemerintah Indonesia justru memilih upaya damai dengan melakukan diplomasi ketimbang menangkap kapal pencuri ikan asal Cina.

Hal itu terlihat dari ucapan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto yang menanggapi tenang polemik laut Natuna yang jelas-jelas diklaim oleh Cina sebagai bagian dari wilayahnya.

“Kita cool saja. Kita santai kok ya,” ucap Prabowo kepada wartawan saat ditemui di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jumat (3/1/2019).

Tak hanya Prabowo yang menanggapi santai, Menko Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan juga meminta perkara ini tak perlu dibesar-besarkan.

Luhut mengatakan, Indonesia memang tidak pernah mengakui klaim Cina. Hanya saja, ia menyebut bila Cina hanya sekadar lewat di laut itu, pemerintah tidak bisa berbuat banyak.

Namun, bila ada aktivitas ekonomi seperti menangkap ikan, ia memastikan hal itu tak boleh dilakukan tanpa seizin Indonesia. “Kita tidak pernah mengakui klaim itu. Itu sederhana kok, enggak usah terlalu diributkan,” ucap Luhut.

Sontak, pernyataan dua mantan jenderal TNI ini mendapatkan kritikan dari berbagai pihak. Mereka terlihat lembek dan tak garang kala berhadapan dengan Cina. Padahal, sosok dua menteri Jokowi ini dikenal beberapa kali dalam retorikanya tampak garang.

Adalah mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang turut mengkritik lembeknya Prabowo sebagai Menhan dengan memilih jalur diplomasi dalam menangani kapal aparat penjaga laut dan pencari ikan Cina di Laut Natuna.

Menurut Susi, harus dibedakan antara pencurian ikan dengan mempertahankan persahabatan antar negara.

"Persahabatan antar negara tidak boleh melindungi pelaku pencurian Ikan & penegakan hukum atas pelaku Ilegal Unreported Unregulated Fishing (IUUF)," twit Susi pada, Sabtu (4/1/2020).

Susi juga menegaskan, pemerintah Cina juga tak boleh melindungi pelaku IUUF tersebut. Sebab hal tersebut merupakan kejahatan lintas negara. "Persahabatan dan investasi bukan pencurian Ikan," tuturnya.

Susi memang dikenal garang saat menjadi Menteri KKP. Di bawah kendalinya, kapal-kapal asing yang menangkan ikan secara ilegal bakal ditenggelamkan. Beda dengan kebijakan Menteri KKP, Edhy Prabowo saat ini yang memilih tak meneruskannya.

Apalagi, Susi berang dengan sikap pemerintah saat ini yang lebih tunduk kepada investasi daripada mempertahankan kedaulatan negara.

"Investasi atau mau nyolong? Kan begitu tho. Jadi aneh kalau ada ekonom-ekonom atau pejabat yang bicara, ya karena penenggelaman kapal investor takut tho," kata Susi dalam video tersebut.

"Kalian kalau mau investasi bikin pabrik, beli, bikin pasar. Pasar ikan boleh, budidaya boleh. Nangkep ikan itu urusan orang kita. Masak nangkep ikan saja harus orang asing. Memangnya kita enggak mampu apa?" imbuhnya.

Kehadiran Fisik RI Amankan Natuna dari Klaim Cina

Menurut Guru Besar Hubungan Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana, kehadiran fisik aparat Indonesia sangat diperlukan dan patut diapresiasi.

“Karena dalam konsep hukum internasional, klaim atas suatu wilayah tidak cukup sebatas klaim di atas peta atau melakukan proses diplomatik, tapi harus ada penugasan,” kata Hikmahanto seperti dilansir Antara.

Hikmahanto mencontohkan kasus kekalahan Indonesia pada 1998 di Mahkamah Internasional dalam perkara perebutan Pulau Sipadan dan Ligitan. Indonesia kalah karena minimnya kehadiran fisik pemerintah.

Dalam kasus Natuna, lanjut Hikmahanto, menyarankan kehadiran fisik itu tidak cuma ditempuh dengan penambahan pasukan pengamanan dan armada.

Tidak kalah penting untuk dilakukan adalah mendampingi nelayan-nelayan lokal. Pendampingan ini penting untuk melawan kapal-kapal nelayan Cina yang mendapat pengawalan dari negaranya dan mendapatkan jaminan bahwa kerja nelayan Indonesia tidak dihalau atau bahkan diusir apabila bertemu kapal penjaga asal Cina.

Upaya penambahan kekuatan militer ini pun justru mendapatkan dukungan dari Bupati Kabupaten Natuna Abdul Hamid Rizal.

Lewat penambahan kekuatan militer, kata Rizal, pemerintah Indonesia bisa memantau, mencegah, dan menangkal upaya mengganggu kedaulatan wilayah.

"Mendukung penuh sikap TNI dan Kementerian Pertahanan Republik Indonesia untuk menggelar kekuatan yang lebih besar lagi di Wilayah Natuna," kata Rizal melalui keterangan tertulisnya, Sabtu (4/1/2020).

Rizal sangat ingin pemerintah Indonesia bertindak tegas mempertahankan kedaulatan dengan mengerahkan kekuatan dan sumber daya yang ada.

Seakan tak percaya terhadap kebijakan diplomasi yang diambil pemerintah pusat dalam mempertahankan kedaulatan, Rizal berani mengusulkan agar pemerintah Kabupaten Natuna dan Anambas diperkuat menjadi provinsi khusus.

Sebab berdasarkan UU Nomor 23/2014, pemerintahan kabupaten atau kota tidak memiliki kewenangan terhadap perairan laut. Implikasinya, pemerintah kabupaten tak bisa berbuat bayak untuk menjaga dan mengelola wilayah perairan Natuna.

"Dengan dijadikannya Natuna sebagai provinsi khusus maka akan meningkatkan kewenangan dan kemampuan dalam menjaga,mengelola dan turut serta mengawal wilayah pantai dan laut di Natuna khususnya wilayah perbatasan yang saat ini merupakan kewenangan Provinsi Kepulauan Riau," ujarnya.

Baca juga artikel terkait NATUNA atau tulisan lainnya dari Bayu Septianto

tirto.id - Politik
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Zakki Amali