tirto.id - Nelayan di sekitar perairan Natuna menjadi bulan-bulanan kapal asing penangkap ikan. Mereka mengaku takut melaut karena kehadiran kapal ilegal itu.
Kapal tersebut tak hanya berasal dari Vietnam, negara yang relatif dekat dengan lokasi perairan, tapi juga Cina. Kapal-kapal nelayan Cina menangkap ikan dengan kawalan kapal coast guard negara mereka.
“Sebagian nelayan khawatir melaut karena mereka berpikir akan ada ancaman dari nelayan asing,” kata Ketua Nelayan Lubuk Lumbang, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, Jumat (4/1/2020), dikutip dari Antara.
Akibat aktivitas kapal asing ini, pendapatan nelayan lokal berkurang sekitar 75 persen sejak dua bulan terakhir.
Satu kelompok nelayan biasanya memperoleh empat kotak yang masing-masing dapat menampung 100 kg ikan. Kini mereka hanya mampu memenuhi satu kotak saja.
“[Satu kotak ikan] Itu penghasilan empat hari di laut. Ada yang juga seminggu di laut dapat dua kotak,” ucap pengumpul ikan Kab. Natuna, Boy, dikutip dari Antara.
Plt. Gubernur Provinsi Kepri, Isdianto, lantas mengeluarkan pernyataan yang memicu perdebatan lama soal kebijakan di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang kini sudah ditinggalkan: penenggelaman kapal asing-ilegal. Ia meminta pemerintah pusat melanjutkan kebijakan andalan Menteri KKP era 2014-2019 Susi Pudjiastuti tersebut.
“Kami meminta Menteri Kelautan dan Perikanan (periode 2019-2024), Edhy Prabowo, melanjutkan kebijakan era Menteri Susi Pudjiastuti, yakni penenggelaman kapal asing yang mencuri hasil laut Kepri,” ucap Isdianto, Jumat (3/1/2020), seperti dikutip dari Antara.
Menurutnya, kebijakan era Susi ini memberi efek jera bagi kapal pencuri ikan. Selama ada kebijakan itu, ia bilang, pencurian ikan sangat minim bahkan bisa dibilang tak ada, terutama di Laut Kepri khusus Natuna dan Anambas. Efeknya, tangkapan nelayan melimpah.
“Di zaman Susi, tangkapan nelayan lokal di Natuna melimpah ruah meski alat tangkap nelayan kita masih kalah canggih dengan nelayan luar,” klaim Isdianto.
Menurut Periset Mandiri Ekonomi Kelautan Indonesia, Suhana, masuknya kapal-kapal pencuri ikan ilegal itu memang mengikuti perkembangan kebijakan pemerintah. Bila hari ini keberadaannya semakin marak, ia yakin pihak asing menilai kebijakan saat ini semakin longgar.
“Saya kira kapal-kapal pencuri ikan mengikuti perkembangan kebijakan yang ada di Indonesia,” kata Suhana kepada reporter Tirto, Sabtu (4/1/2020).
Kebijakan yang makin longgar terhadap pelanggaran teritori nasional terlihat lewat contoh kasus Satuan tugas (Satgas) 115 yang dibentuk pada era Susi. Menurutnya Menteri Edhy Prabowo tak kunjung memberikan sinyal yang jelas kalau lembaga ini akan dimaksimalkan perannya seperti dulu.
Berbagai pernyataan pemerintah Indonesia untuk tak lagi menenggelamkan kapal juga berpengaruh, kata Suhana. Pernyataan ini misalnya disampaikan Menko Kemaritiman dan Investasi, Luhut Pandjaitan, pada 10 Desember 2019.
Menurut Luhut, kapal asing yang sudah ditangkap dapat dihibahkan kepada koperasi nelayan atau institusi pendidikan. “Daripada kami bikin baru lagi,” katanya.
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim pernah mengatakan pilihan untuk tidak menenggelamkan kapal ilegal niscaya membuat mereka kembali berulah. Pernyataan Abdul pernah terjadi pada Februari tahun lalu. Kala itu KKP menangkap empat kapal berbendera Vietnam yang ternyata pernah ditangkap. Hal itu dimungkinkan karena kapal yang ditangkap, dilelang, dan mungkin dibeli lagi oleh si pemilik.
Merujuk data Global Fishing Watch, Suhana yakin usai pemberlakuan kebijakan penenggelaman kapal dan Satgas 115, jumlah kapal ikan ilegal berkurang. Salah satu yang paling signifikan, katanya, terlihat di Indonesia Timur.
Pembelaan Pemerintah
Luhut Pandjaitan mengatakan masuknya kapal Cina ke perairan Indonesia baru-baru ini lebih disebabkan karena kekurangan kapal patroli, bukan karena yang lain.
“Coast guard sendiri natni akan kita lengkapi,” ucap Luhut kepada wartawan di kantornya, Jumat (4/1/2020).
Ia pun menampik kalau pemerintah tak lagi menenggelamkan kapal. “Penenggelaman kapal itu tetap saja dilakukan. Hanya kalau kapal itu bisa digunakan oleh nelayan kita setelah pengadilan, kenapa tidak,” tambahnya.
Sementara Menteri KKP Edhy Prabowo memastikan Satgas 115 masih aktif.
“Satgas tetap ada, dibuat untuk koordinasi. Penanganan terhadap illegal fishing tetap kami kawal,” ucap Edhy, Senin (30/12/2019), seperti dikutip dari Antara.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Rio Apinino