Menuju konten utama

Penenggelaman Kapal ala Susi Dikoreksi. Apa Cara Lain Efektif?

Pengamat merasa penghapusan opsi penenggelaman kapal yang dipopulerkan Susi Pudjiastuti mubazir.

Penenggelaman Kapal ala Susi Dikoreksi. Apa Cara Lain Efektif?
petugas gabungan kementerian kelautan dan perikanan (kkp) dan tni al memusnahkan 10 kapal asing dengan cara ditenggelamkan di batam, kepulauan riau, senin (22/2). kkp dan tni al memusnahkan 30 kapal nelayan asing yang ditangkap karena mencuri ikan di perairan indonesia, yaitu delapan kapal di pulau datuk (kalimantan barat), sepuluh kapal di bitung (sulawesi utara), sepuluh kapal di batam (kepulauan riau), satu kapal di tahuna (sulawesi utara) dan satu kapal di belawan (sumatra utara). antara foto/m n kanw

tirto.id - Salah satu yang membuat Susi Pudjiastuti populer kala menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan Kabinet Kerja 2014-2019 adalah kebijakannya menenggelamkan kapal asing yang masuk ke perairan Indonesia. Kini Susi sudah lengser, pun mungkin dengan kebijakannya tersebut.

Senin (9/12/2019) kemarin, Menteri Kelautan dan Perikanan yang baru, Edhy Prabowo, mengatakan kapal sitaan "kalau bisa diserahkan ke pihak ketiga," termasuk kampus atau nelayan.

Rencana ini lantas direspons beragam. Di tengah sentimen negatif--terutama diwakili warganet--keinginan Edhy didukung penuh Menteri Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Menurut Luhut, memang ada kebijakan yang lebih baik ketimbang sekadar menenggelamkan kapal.

"Kapal buatan asing yang sudah dimiliki, ya, jadi kapal Indonesia. Ngapain ditenggelamin? Misal, orang Indonesia beli mobil mahal, masak karena buatan asing ditenggelamin? Enggak kan?" kata mantan tentara ini, dilansir dari Antara.

Luhut merinci sejumlah opsi pemanfaatan kapal asing ilegal, dari mulai dihibahkan kepada koperasi nelayan atau institusi pendidikan. "Daripada kami bikin baru lagi," katanya.

Jika pada akhirnya penenggelaman memang tak diprioritaskan lagi, Luhut memastikan itu bukan berarti pemerintah melemah memberantas praktik penangkapan ikan ilegal.

Dukungan Luhut terhadap Edhy bisa dimaklumi karena sebenarnya dia sudah sejak lama ingin kebijakan penenggelaman dihapus. Sementara Susi seperti teguh pendirian dan tampak tak peduli dengan komentar-komentar Luhut.

Karena itulah keduanya kerap adu komentar di periode pertama Jokowi.

Bagi pendiri maskapai penerbangan Susi Air itu, esensi dari kebijakan penenggelaman kapal adalah memberikan efek jera bagi pencuri ikan. Lagipula itu "bukan ide Susi Pudjiastuti, bukan juga ide Pak Jokowi," tapi amanat Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan.

Bisa Memburuk dan Rentan Mubazir

Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim menilai opsi yang diusulkan Edhy dan didukung Luhut dapat membuat penangkapan ikan secara ilegal makin merajalela. Sebaliknya, penenggelaman lebih efektif.

Kepada reporter Tirto, Rabu (11/12/2019), Abdul mengatakan "niscaya kapal-kapal pencuri ikan tersebut akan kembali berulah" jika tak ditenggelamkan.

Abdul tidak membual. Hal ini pernah terjadi pada Februari lalu. Kala itu Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menangkap empat kapal berbendera Vietnam yang ternyata pernah ditangkap.

Hal itu dimungkinkan karena kapal yang ditangkap dilelang, dan mungkin dibeli lagi oleh si pemilik.

April lalu, Susi mengatakan tidak setuju dengan kebijakan lelang karena menurutnya uang yang didapat negara tidak sebanding dengan hasil curian dan risiko penangkapan. Susi lantas mengatakan kebijakan tersebut "bukan kebijakan resmi pemerintah" tapi "oknum-oknum saja."

Selain itu, rencana menghibahkan kapal juga memungkinkan "meluasnya IUU (illegal, unreported and unregulated) Fishing" karena "tidak ada mekanisme hibah alat bukti tindak pidana perikanan," tegas Abdul.

Kritik juga disampaikan Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan Susan Herawati. Ia menilai rencana menghibahkan kapal justru rentan sia-sia atau mubazir.

Ini terjadi tahun 2012 lalu. Saat itu ada lima kapal asing yang diserahkan ke sebuah universitas di Kalimantan. Namun ternyata kapal-kapal tersebut tidak dimanfaatkan.

Umumnya, kapal yang disita pemerintah berukuran besar berada di kisaran 30 gross ton (GT) atau bahkan lebih besar. Sebagai pembanding, ukuran kapal nelayan berada di kisaran 10 GT.

Masalah muncul saat kapal sebesar itu diserahkan ke nelayan atau universitas. Mereka tak mampu menanggung biaya perawatan dan operasional yang memang terbilang mahal.

"Nelayan tradisional juga enggak mungkin menggunakan kapal yang dihibahkan," kata Susan kepada reporter Tirto.

Susan sebenarnya tidak mempersoalkan apabila kapal tidak ditenggelamkan. Pemerintah mau mempreteli untuk menambah kas negara juga tidak masalah. Hanya saja, pemerintah belum memberikan jaminan bahwa pencuri ikan tidak membandel.

"Catatan kami memang yang paling disesalkan adalah KKP berada di posisi yang limbung, ke kiri enggak dan ke kanan enggak. Penenggelaman enggak mau, tapi penegakan hukum juga enggak jelas," Susan memungkasi.

Baca juga artikel terkait KEBIJAKAN PENENGGELAMAN KAPAL ASING atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Ringkang Gumiwang