Menuju konten utama

Rumusan Rekonsiliasi 1965 Telah Disetujui Kemenkopolhukam

Simposium Nasional Tragedi 1965 sebagai upaya pemerintah Indonesia menyelesaikan kasus HAM berat telah menghasilkan sejumlah rumusan untuk rekonsiliasi. Setelah disetujui oleh pemerintah, melalui Kemenkopolhukam, usulan rumusan tersebut nantinya akan diserahkan pada Presiden Jokowi.

Rumusan Rekonsiliasi 1965 Telah Disetujui Kemenkopolhukam
Gubernur Lemhanas Agus Widjojo. (Tirto/Andrey Gromico)

tirto.id - Ketua Panitia Pengarah Simposium Nasional Tragedi 1965 Agus Widjojo mengungkapkan, usulan rumusan rekonsiliasi peristiwa 1965 telah disepakati pemerintah dan akan segera diserahkan kepada Presiden Joko Widodo.

“Yang penting sudah ada rumusan pemerintah, nanti akan disampaikan kepada Presiden melalui Menko Polhukam [Wiranto],” ujarnya usai mengikuti rapat tentang penyelesaian kasus 1965 di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat (5/8/2016).

Namun, Agus tidak bisa memastikan waktu pasti dokumen rekomendasi penyelesaian kasus 1965 tersebut diserahkan kepada Presiden karena itu sudah menjadi wewenang Menko Polhukam.

Simposium Nasional Tragedi 1965 diselenggarakan pada April 2016 sebagai upaya pemerintah Indonesia menyelesaikan kasus HAM berat antara lain yang pernah terjadi pada 1965 di mana diduga ratusan ribu orang diduga terbunuh dalam kaitannya dengan pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Menurut Agus, rekonsiliasi atas kasus 1965 melalui penyelenggaraan simposium tersebut lebih menggunakan pendekatan sejarah.

"Pendekatan ini lebih objektif, dan komprehensif jadi kita seperti memutar film mengenai peristiwa '65, kita mendengarkan apa yang terjadi sebelum peristiwa dan setelah peristiwa tersebut," kata dia.

Gubernur Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional itu menilai bahwa peristiwa pembantaian besar-besaran pada masa pemerintahan Presiden Soeharto itu didasari motif tertentu dan dilakukan secara sistemik.

Penyelesaian peristiwa 1965, menurut dia, penting dilakukan karena Indonesia adalah bangsa yang besar yang sudah seharusnya berani melihat pada masa lalu dan berbesar hati mengakui kesalahan.

Sementara itu, anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Hasyim Muzadi sempat menyampaikan penolakannya terhadap arah penyelenggaraan simposium yakni untuk mendesak Presiden Joko Widodo atas nama negara meminta maaf kepada para korban tragedi 1965.

"Desakan tersebut pasti membebani Presiden, baik secara politik, keamanan maupun ekonomi, bahkan bisa terjadi kegoncangan," kata Muzadi.

Menurut dia, kalau yang dimaksud adalah "negara yang meminta maaf" kepada korban 1965, tentu salah alamat karena negara tidak pernah salah apa-apa.

"Yang bisa salah adalah rezim pemerintahan dalam masa pemerintahannya. Mengapa kejadian zaman pemerintahan Pak Harto harus Pak Jokowi yang meminta maaf?" pungkasnya.

Baca juga artikel terkait SIMPOSIUN NASIONAL TRAGEDI 1965

Sumber: Antara
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari