tirto.id - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan Indonesia mengekspor langsung produk manufaktur ke Amerika Serikat (AS) senilai 11,98 juta dolar AS. Sebanyak 32 industri manufaktur berkontribusi terhadap total nilai ekspor tersebut.
“Seluruhnya produk manufaktur, bukan komoditas mentah. Pengiriman sekarang ini sebanyak 4.300 TEUs. Ke depannya, kami terus dorong untuk semakin bertambah,” ujar Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto dalam keterangan resminya pada Rabu (16/5/2018).
Adapun produk nonmigas yang diekspor itu meliputi alas kaki dengan kisaran mencapai 50 persen, produk garmen sebesar 15 persen, produk karet, ban, dan turunnya mencapai 10 persen, produk elektronik 10 persen, hingga produk lainnya seperti kertas, ikan beku, dan suku cadang kendaraan yang tercatat 15 persen.
Dengan adanya pengiriman langsung ke AS, Airlangga menilai produk industri manufaktur Indonesia bisa cepat sampai. Biaya logistiknya pun dapat lebih efisien hingga 20 persen, atau lebih murah 300 dolar AS untuk setiap kontainernya.
“Kalau dulu lewat Singapura, shipping time kira-kira mencapai 31 hari. Sedangkan dengan direct call ini hanya 23 hari. Sehingga membantu time to market lebih cepat,” ungkap Airlangga.
Guna semakin memudahkan proses ekspor langsung ini, Airlangga menyatakan bahwa pemerintah tengah berupaya untuk membuat perjanjian dagang dengan AS. Salah satu poin yang hendak disinggung terkait ketentuan pengenaan bea masuk sebesar 10-20 persen dari 40 persen muatan kapal.
Lewat kerja sama bilateral tersebut, Menperin berharap tarif bea masuk untuk komoditas yang masuk ke AS bisa dihapuskan alias menjadi nol persen. Harapan itu pun diupayakan agar ekspor Indonesia ke AS bisa sama seperti ekspor Thailand dan Vietnam yang telah mencapai kesepakatan nol persen.
“Tren perdagangan Indonesia dan Amerika Serikat positif dan naik terus. Direct call akan didorong kalau ekonomi kedua negara bisa melakukan early harvest. Mereka produksi kapas dan gandum, serta bisa dibarter dengan produk sepatu maupun tekstil kita,” jelas Airlangga.
Berdasarkan data yang dihimpun Kemenperin, neraca perdagangan Indonesia dengan AS mengalami surplus dalam dua tahun belakangan ini. Pada 2016, surplus terjadi sekitar 8,47 miliar dolar AS, sementara pada 2017 surplusnya sebesar 9,44 miliar dolar AS.
Sedangkan khusus untuk ekspor, total nilai ekspor nonmigas mencapai 15,68 miliar dolar AS pada 2016, dan pada 2017 angkanya meningkat jadi 17,14 miliar dolar AS.
Selain ke Amerika Serikat, Airlangga juga mengaku tengah membidik pasar untuk ekspor langsung, yakni dari Jakarta ke Rotterdam, Belanda. “Karena pintu ekspor kita di Eropa itu Rotterdam. Kalau kapal ini bisa direct call, maka semakin bersaing biayanya,” ucap Airlangga.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan bahwa jumlah impor Indonesia pada April 2018 masih lebih tinggi dari jumlah ekspor. Hal itulah yang lantas menyebabkan defisit pada neraca perdagangan bulan lalu, mengingat ekspor turun secara month-to-month jadi 14,47 miliar dolar AS, sementara impornya naik signifikan menjadi 16,09 miliar dolar AS (month-to-month).
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Dipna Videlia Putsanra