tirto.id - Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana mengklaim bahwa makanan dan minuman yang tersaji di program Makan Bergizi Gratis (MBG) dalam kualitas kesehatan yang terjamin. Klaim Dadan ini merespons beredarnya surat angket di media sosial perihal kerelaan penerima MBG menanggung konsekuensi kesehatan.
Kantor Kementerian Agama Kabupaten Brebes yang menaungi madrasah, menerbitkan surat pernyataan menerima atau menolak program MBG yang ditujukan ke pelajar dan orang tua pelajar. Dalam beberapa poin, disebutkan bahwa penerima MBG bersedia menanggung risiko atas kejadian alergi hingga gangguan pencernaan seperti diare setelah menyantap MBG.
Meski menjamin kualitas MBG, Dadan mengatakan keputusan untuk ikut program pemerintah ini sepenuhnya ada di masing-masing masyarakat. "BGN melaksanan intervensi pemenuhan gizi kepada yang berhak. Jika ada yang berhak untuk sementara tidak ingin menerima haknya, tentu harus dihormati," kata Dadan saat dihubungi Tirto, Selasa (16/9/2025).
Dadan menegaskan bahwa kualitas gizi program MBG diawasi secara berjenjang oleh sejumlah pihak. Mulai dari pengawasan dari Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), yang didalamnya ada ahli gizi dan berkoordinasi dengan dinas kesehatan setempat. Ditambah ada peranan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam setiap porsi makanan, yang disebut telah dibuat 1 miliar porsi.
"Kami berusaha sebaik mungkin untuk zero accident. Kita tingkatkan terus kualitas layanan agar makin baik dan tidak ada lagi kejadian," ujar Dadan.
Ihwal adanya surat angket soal MBG di Brebes, Dadan mengatakan polemik ini sudah diselesaikan. Mediasi telah dilakoni antara pihak madrasah atau sekolah dengan SPPG MBG setempat. Intinya, poin soal kerelaan menerima konsekuensi kesehatan atas gizi MBG ditarik.
"Pihak madrasah menarik angket tersebut dan menjelaskan ke wali murid bahwasanya angket tersebut ditarik dan murni membagikan angket terkait alergi siswa saja," mengutip salah satu poin hasil mediasi yang dikirim Dadan.
Perkara keracunan penerima MBG bukan sekadar isu belaka, lantaran sudah terbukti terjadi di sejumlah daerah.
Analisis dari Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) mengekspos, satu di antara penyebab utama terjadinya keracunan adalah belum optimalnya implementasi standar keamanan pangan seperti Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP) dalam pelaksanaan program MBG.
HACCP adalah sistem manajemen risiko yang mengatur keamanan pangan di setiap fase, mulai dari proses produksi hingga distribusi makanan.
“Penerapan standar keamanan pangan yang belum optimal, ditambah dengan kekurangan pengaturan keamanan pangan dalam petunjuk teknis, menjadi catatan penting yang harus segera ditangani oleh Badan Gizi Nasional untuk memastikan kualitas pangan yang lebih baik,” ucap Founder dan CEO CISDI, Diah S. Saminarsih dalam keterangan pers, April 2025.
Penulis: Rohman Wibowo
Editor: Alfons Yoshio Hartanto
Masuk tirto.id


































