Menuju konten utama

Rencana Tarik Eks Pegawai KPK ke Polri Bukti TWK Hanya Akal-akalan

Rencana Polri menarik pegawai KPK yang gagal jadi ASN membuktikan bila TWK hanya akal-akalan menyingkirkan Novel Baswedan Cs.

Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo menunjukkan surat permintaan salinan Hasil Tes Asesmen Wawasan Kebangsaan (TWK), usai diserahkan kepada Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) KPK di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (4/6/2021). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/foc.

tirto.id - 56 pegawai KPK yang tak lulus asesmen tes wawasan kebangsaan menjadi ASN, mendapat tawaran Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo untuk bekerja di Mabes Polri. Jumlah tersebut tidak termasuk dua pegawai KPK lainnya: satu pegawai sudah memasuki masa pensiun dan satu pegawai baru yang diumumkan tidak lulus TWK kemarin.

Untuk menyegarkan pikiran, mari kita putar balik ke penyebab puluhan pegawai KPK gagal menjadi ASN.

Usulan TWK sebagai asesmen peralihan pegawai KPK menjadi ASN, tercetus dari Ketua KPK Firli Bahuri pada 5 Januari 2021. Terlegitimasi dalam Perkom 1/2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai KPK Menjadi ASN.

Setelah proses asesmen TWK berlangsung, KPK menerbitkan SK Pimpinan KPK Nomor 652/2021 tentang hasil asesmen TWK; hasilnya 75 pegawai dinyatakan tidak lulus.

Dalam konferensi pers pada 25 Mei 2021, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan 24 pegawai dari total 75 orang akan dibina lagi untuk menjadi ASN. Sementara sisa 51 pegawai tetap tak lulus, lantaran dianggap tak setia terhadap Pancasila, UUD 1945, dan NKRI.

Dalam gerbong 51 pegawai bersemayam sejumlah nama penyelidik dan penyidik yang menangani kasus-kasus top korupsi di Indonesia. Antara lain “Si Raja OTT” Kasatgas Penyelidik KPK Harun Al Rasyid, penyidik senior KPK Novel Baswedan, hingga Ketua WP KPK Yudi Purnomo.

Mereka tidak tinggal diam. Dan sempat melapor ke Komnas HAM, Ombudsman RI bahkan menggugat ke Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi atas dugaan ketidakadilan dalam asesmen TWK.

Komnas HAM menilai TWK melanggar HAM. Ombudsman RI menyatakan ada malaadminstrasi di dalam prosesnya. Sementara MK dan MA sepakat bahwa TWK sesuai konstitusi. Namun MA meminta Presiden Joko Widodo yang mengambil sikap atas polemik tersebut.

Mereka yang tidak lulus TWK akan berhenti bekerja per 1 November 2021. Namun Pimpinan KPK membuatnya lebih cepat menjadi 30 September 2021 sehingga muncul istilah G30S/TWK.

Total yang tidak lulus pun bertambah. Dari 24 pegawai yang dibina ulang oleh KPK, 6 pegawai di antaranya tidak lulus. Sehingga total pegawai KPK gagal menjadi ASN sebanyak 57 pegawai.

Pada 29 September 2021, bertambah satu penyidik muda KPK yang diberhentikan. Ia mengikuti asesmen TWK susulan, lantaran ketika jadwal pertama, ia sedang berada di Swedia untuk studi master.

Kini, total pegawai yang gagal menjadi ASN karena TWK membulat 58 orang.

Sementara itu, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis (30/9/2021), mengatakan kesempatan untuk merekrut pegawai KPK yang tidak lulus TWK seperti yang disampaikan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo berlaku untuk semuanya.

"Semua mendapat kesempatan yang sama," kata Argo seperti dikutip Antara.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mendaku sudah mendapat izin dari Presiden Jokowi. Berkelindan dengan Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengakui bahwa Sekretariat Negara menyetujui soal pengangkatan 56 pegawai KPK yang tidak lolos TWK.

"Di dalam surat jawaban itu sudah ditegaskan bahwa silakan Kapolri, tetapi pelaksanaannya kan harus berkoordinasi dengan Kementerian PAN RB dan dengan BKN, itu tertera jelas di dalam surat," kata Pratikno di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (29/9/2021).

Sementara Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menilai polemik TWK ini bisa selesai dengan rencana Kapolri tersebut. Langkah presiden menyetujui rencana itu pun sudah tepat dan benar.

“Dasarnya Pasal 3 ayat (1) PP Nomor 17/2020, presiden berwenang menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian PNS. Presiden dapat mendelegasikan hal itu kepada Polri juga institusi lain, sesuai Pasal 13 ayat (5) UU 30/2014,” cuit Mahfud MD melalaui akun Twitternya.

TWK Jelas Bermasalah

Rencana Polri untuk menarik seluruh pegawai KPK yang gagal menjadi ASN justru membuat publik bertanya-tanya. Sesuai dengan pernyataan Pimpinan KPK, menyebut 58 pegawai tersebut tidak taat dan setia terhadap Pancasila, UUD 1945, dan NKRI.

“Sikap Polri menerima pegawai TMS ini sesuai temuan Komnas HAM dan Ombudsman, bahwa TWK ini penuh masalah: ada pelanggaran HAM dan malaadministrasi,” ujar Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM Zaenur Rohman kepada reporter Tirto, Kamis (30/9/2021).

Zaenur juga mempertanyakan, rencana tersebut merupakan buah inisiatif Kapolri atau presiden. Zaenur berpegang pada putusan Mahkamah Agung, bahwa dalam hal ini hanya presiden yang berwenang mengambil sikap dan menentukan kebijakan.

Selain itu, penarikan pegawai KPK menjadi ASN Polri pun tidak tepat guna. Mereka tidak akan bisa sepenuhnya membantu upaya pemberantasan korupsi karena terganjal aturan. Karena di Polri, penyelidik dan penyidik hanya dari unsur kepolisian bukan ASN.

“[tawaran] Ini sebagai jalan tengah, agar pegawai KPK tidak bekerja lagi di KPK. Tapi tidak kehilangan pekerjaan juga,” ujarnya.

Mantan Ketua KPK Abraham Samad tidak sepakat dengan rencana penarikan pegawai KPK menjadi ASN Polri. Sebab menurutnya mereka bukan dalam posisi pencari kerja.

Mereka adalah pejuang-pejuang pemberantas korupsi yang menjaga integritas KPK tanpa pandang bulu. Dan mesti berakhir melalui mekanisme TWK, kata Samad.

“Sebaiknya presiden yang mengambil sikap. Dengan memerintahkan 57 pegawai KPK yang diberhentikan segera diangkat menjadi ASN di KPK bukan di tempat dan di instansi lain,” ujarnya kepada reporter Tirto, Kamis (30/9/2021).

Meski sampai hari di mana pegawai KPK resmi berhenti dan presiden juga belum ambil sikap, Samad tetap yakin Presiden Jokowi akan segera menentukan langkah untuk para puluhan pegawai KPK tersebut.

“Mungkin presiden sedang mempertimbangkan, kita berdoa saja dalam waktu dekat presiden mengambil sikap untuk menyelamatkan agenda pemberantasan korupsi,” tukasnya.

Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi juga mendesak agar Presiden Jokowi melaksanakan rekomendasi Ombudsman RI dan Komnas HAM. Dan segera mengangkat puluhan pegawai KPK tersebut menjadi ASN KPK.

“Dengan dasar PP 17/2020, presiden harus menegur dan mengevaluasi pimpinan KPK karena telah membuat gaduh serta meresahkan masyarakat atas tindakannya dalam penyelenggaraan TWK,” ujar Peneliti ICW Kurnia Ramadhana selaku perwakilan koalisi dalam keterangan tertulis, Kamis (30/9/2021).

Baca juga artikel terkait TWK KPK atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Hukum
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Abdul Aziz