Menuju konten utama

Mungkinkah Pegawai KPK yang Dipecat Berantas Korupsi Bareng Polri?

Bambang mengingatkan, Polri berbeda dengan KPK sehingga ia khawatir ke-56 pegawai KPK justru tidak mampu beradaptasi di korps Bhayangkara.

Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (non aktif) Giri Suprapdiono berpose usai menghadiri debat soal polemik Tes Wawancara Kebangsaan (TWK) pegawai KPK di gedung KPK Merah Putih, Jakarta, Jumat (4/6/2021). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/foc.

tirto.id - 56 pegawai KPK yang dipecat karena tidak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK) terus berjuang melawan ketidakadilan. Di tengah upaya mengambil kembali hak mereka, Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit menawarkan solusi agar ke-56 pegawai yang tidak lulus tersebut menjadi bagian dari korps Bhayangkara.

"Kami berkirim surat kepada presiden untuk memohon terhadap 56 orang TWK yang tidak lulus dan tak dilantik jadi ASN KPK, untuk bisa kami rekrut jadi ASN Polri," ucap Listyo, Selasa (28/9/2021).

Listyo menyebut, Jokowi merespons surat tersebut melalui Menteri Sekretaris Negara dan setuju dengan rencana kepolisian per 27 September 2021. "Prinsipnya, beliau setuju 56 orang pegawai KPK untuk bisa menjadi ASN Polri," kata Sigit.

Sigit pun menyebutkan alasan untuk merekrut ke-56 pegawai KPK yang tidak lolos TWK. Pertama, rekam jejak dan pengalaman ke-56 orang itu dinilai bermanfaat untuk memperkuat Polri.

Namun, niat Sigit tersebut tidak serta-merta diterima para pegawai KPK yang tidak lulus TWK. Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi KPK Giri Suprapdiono yang merupakan satu dari 56 pegawai yang tidak lulus TWK mengaku masih mempertimbangkan rencana Sigit.

"Kami masih konsolidasi dahulu bersama dengan 56 pegawai lainnya dan semua stakeholder antikorupsi untuk menyikapi kebijakan pemerintah ini," kata Giri kepada reporter Tirto, Rabu (29/9/2021).

Giri mengaku masih banyak pertanyaan di balik rencana Sigit. Ia hanya memastikan bahwa para pegawai yang tidak lulus ini akan mengambil sikap setelah ada kejelasan.

"Banyak pertanyaan dan hal yang harus diklarifikasi terkait rencana kebijakan ini. Nanti akan kami sampaikan secara resmi setelah ada kejelasan sikap kami," kata Giri.

Pegiat antikorupsi dari Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Bonyamin Saiman mengapresiasi langkah Kapolri yang ingin merekrut ke-56 pegawai KPK yang tidak lulus TWK. Ia melihat aksi Sigit sebagai upaya mengapresiasi kinerja ke-56 pegawai KPK dalam memberantas korupsi selama ini.

"Ini justru bentuk penghormatan terhadap 56 orang tersebut atas pengabdiannya di KPK dan pengabdiannya memberantas korupsi selama ini," kata Bonyamin kepada reporter Tirto, Rabu (29/9/2021).

Dalam pandangan Bonyamin, ke-56 pegawai yang ikut tes TWK sudah mengorbankan diri untuk ikut tes ASN lewat TWK. Ia mengingatkan, posisi para pegawai KPK ini sebelumnya berstatus independen dan harus merelakan independensi akibat TWK. Bonyamin menilai Sigit mengangkat ke-56 pegawai KPK karena sudah menunjukkan loyalitas kepada negara.

Bonyamin berharap agar ke-56 pegawai yang tidak lulus TWK bisa mengambil tawaran Kapolri tersebut. Ia berharap kehadiran ke-56 pegawai TWK itu bisa memperkuat pemberantasan korupsi di tubuh Polri.

Ia mengingatkan bahwa pembentukan KPK terjadi karena minimnya penindakan korupsi di tubuh Polri dan kejaksaan sehingga kehadiran 56 pegawai KPK diharapkan bisa memberikan penguatan dalam penanganan korupsi di kepolisian.

"Tetap saya pulangkan kepada 56 orang itu untuk menerima atau tidak tawaran dari kapolri ini, tapi kalau saran saya, ya diterima karena ini bentuk penghargaan dan justru bisa bedol desa kepada Dittipikor Mabes Polri dan itu akan memperkuat Mabes Polri dalam melakukan pemberantasan korupsi," kata Bonyamin.

Akan tetapi, Bonyamin menekankan bahwa kasus TWK yang dilakukan KPK menjadi tidak bermakna. Sebab, kinerja para ke-56 pegawai KPK ini justru dinilai baik oleh Kapolri padahal pimpinan KPK menggebu-gebu bilang ke-56 orang yang tidak lolos TWK ini tidak bisa dibina.

"Jadi kalau Kapolri mengatakan seperti itu berarti mereka justru dinilai hebat wawasan kebangsaannya karena memberantas korupsi itu adalah bagian dari pengabdian kepada bangsa dan negaranya," kata Bonyamin.

Namun demikian, kata dia, penerimaan para pegawai yang tidak lolos TWK tidak berarti konflik soal TWK di internal KPK berakhir. Bonyamin tetap mendorong permasalahan TWK diselesaikan, apalagi ada temuan Komnas HAM dan Ombudsman yang tetap harus ditangani.

"Soal temuan Komnas HAM dan Ombudsman tetap harus dituntaskan. Pelanggaran HAM dan pelanggaran administrasi harus dituntaskan, tidak terhapus meski 56 jadi ASN Polri," kata Bonyamin.

Dinilai Sesuai dengan Peraturan Polri

Sementara itu, peneliti kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menilai, Kapolri bisa mengangkat ke-56 pegawai yang tidak lulus TWK karena diatur dalam Peraturan Polisi Nomor 3 tahun 2020 tentang Pembinaan Karier Pejabat Fungsional. Pengangkatan dengan cara 'inpassing' dibolehkan dalam rangka memenuhi kebutuhan organisasi dengan memenuhi syarat dan ketentuan sebagaimana Pasal 7 Perpol tersebut.

Akan tetapi, Bambang mengingatkan, Polri berbeda dengan KPK sehingga ia khawatir ke-56 pegawai KPK yang tidak lulus TWK itu justru tidak mampu beradaptasi di korps Bhayangkara, apalagi beberapa pegawai tidak lulus TWK adalah eks Polri.

"Hanya saja bila melihat polemik terkait dengan TWK di KPK, ini artinya Polri tak butuh standar TWK yang kontroversial tersebut. Dengan pengangkatan 56 mantan pegawai KPK ke Polri, apakah akan membuat kinerja Polri secara umum akan bertambah baik? Mengingat bahwa ada sebagian yang sebelumnya juga pernah memilih meninggalkan Polri bergabung dengan KPK," kata Bambang saat dihubungi reporter Tirto.

Bambang menambahkan, "Artinya apakah 56 mantan anggota KPK yang bergabung ke Kepolisian bisa mewarnai pemberantasan tipikor di Polri? Mengingat kultur organisasi di Polri yang berbeda dengan KPK," kata Bambang mempertanyakan.

Bambang menekankan, gagasan pengangkatan masih sebatas tawaran sehingga tidak bisa dikaitkan dengan masalah soal etis-tidak etis. Ia hanya melihat bahwa tawaran Kapolri adalah sebagai bentuk niat baik meski berarti Kapolri mengecilkan esensi dari konflik TWK yang digaungkan para 56 pegawai tidak lulus TWK, apalagi masalah TWK sudah mengarah pada masalah politis karena menunggu sikap Jokowi yang tidak jelas dalam konflik TWK.

"Sebagai seorang bawahan, berbaik-baik, dan menawarkan solusi itu memang sudah pada semestinya," kata Bambang.

Di sisi lain, Bambang juga menyoalkan penempatan para eks pegawai KPK karena bisa memicu konflik internal.

"Bila 56 mantan pegawai KPK tersebut menerima tawaran, posisi apa yang akan diberikan Kapolri? Ini tentunya akan menjadi persoalan juga. Karena bila sudah masuk di lembaga Polri, tentunya tak adil bila mereka mendapatkan keistimewaan tersendiri dibanding anggota Polri yang lain," kata Bambang.

Respons Setneg soal Surat Kapolri

Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengakui Sekretariat Negara menyetujui soal pengangkatan 56 pegawai KPK yang tidak lolos TWK. Ia juga mengakui Sekretariat Negara menyilakan Kapolri Jenderal Listyo Sigit melaksanakan gagasan untuk mengangkat para ekas pegawai KPK dengan berkoordinasi ke kementerian dan lembaga terkait.

Hal tersebut sesuai surat Mensesneg yang dikirimkan ke Kapolri Sigit sebagai respons gagasan mengangkat ke-56 pegawai yang tidak lolos TWK.

"Di dalam surat jawaban itu sudah ditegaskan bahwa silahkan Kapolri tetapi pelaksanaannya kan harus berkoordinasi dengan Kementerian PAN RB dan dengan BKN, itu tertera jelas di dalam surat," kata Pratikno di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (29/9/2021).

Pratikno tidak menyoalkan wajib atau tidak bagi para pegawai yang tidak lolos TWK. Ia beralasan, masalah pegawai KPK menerima permohonan Kapolri untuk menjadi bagian Polri atau tidak merupakan wewenang Sigit selaku pemimpin tertinggi di korps Bhayangkara.

Namun ia memastikan bahwa perbincangan pengangkatan 56 pegawai KPK yang tidak lulus TWK tidak melibatkan Presiden Jokowi secara langsung.

"Enggak dengan Pak Presiden, tidak, jadi Pak Kapolri berkunjung ke Pak Menpan RB, di situ ada saya juga, di situ ada Pak Kepala BKN, jadi membahas itu," kata Pratikno.

Pratikno menambahkan, "Jadi kan surat jawaban sudah, tindak lanjutnya sebagaimana isi surat kami itu Kapolri harus berkoordinasi dengan MenPAN-RB dan kepala BKN."

Baca juga artikel terkait TWK KPK atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz
-->