tirto.id - Miftahul sudah berinvestasi reksa dana sejak 2015. Warga Bogor ini mengaku jarang melihat kinerja kelolaan reksa dana, meski setiap bulan mendapatkan laporan.
“Naiknya kecil ternyata, cuma 1,34 persen. Mungkin karena reksa dananya pendapatan tetap. Saya memang baru lihat kinerja reksa dana kalau sudah mendekati akhir tahun saja,” katanya kepada Tirto.
Pria 30 tahun ini mengaku tidak tahu persis produk-produk reksa dana. Menurutnya, berinvestasi di reksa dana hanya sekadar untuk menabung. Namun, pada tahun depan, ia akan mengatur ulang portofolio agar imbal hasil yang didapat bisa lebih tinggi.
Keberadaan reksa dana saat ini memang sudah tidak asing lagi di masyarakat perkotaan. Jumlah produknya pun sudah mencapai ribuan. Hingga kuartal II-2017, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat sedikitnya ada 1.527 produk reksa dana, jumlahnya naik 148 persen dari 2010 sebanyak 616 produk.
Baca juga:Semarak Produk Reksa Dana
Jenis reksa dana pun beragam, antara lain reksadana pasar uang, pendapatan tetap, campuran, dan saham. Setiap jenis reksa dana itu memiliki keuntungan dan tingkat risikonya masing-masing.
Reksa dana pasar uang memiliki risiko paling rendah dengan imbal hasil yang juga rendah. Danareksa, salah satu perusahaan manajer investasi pelat merah, mengindikasikan imbal hasil reksa dana pasar uang di kisaran 5 persen per tahun.
Kemudian, reksa dana pendapatan tetap. Tingkat risiko reksa dana pendapatan tetap masih terbilang rendah, tapi tidak serendah reksa dana pasar uang. Imbal hasil per tahunnya berada di kisaran 8 persen.
Ada juga reksa dana campuran, tingkat risikonya lumayan tinggi karena porsi dana kelolaan yang disimpan di saham lebih besar ketimbang pendapatan tetap. Imbal hasil per tahunnya di sekitar 12 persen.
Reksa dana saham, jenis produk reksa dana ini memiliki indikasi imbal hasil yang paling tinggi ketimbang reksa dana lainnya, yakni 15 persen per tahun, bahkan bisa lebih. Namun, imbal hasil yang tinggi juga diikuti dengan risiko yang tinggi pula.
Selain empat jenis reksa dana tersebut, ada juga jenis reksa dana lainnya seperti reksa dana indeks & ETF, penyertaan terbatas, terproteksi, Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) dan Dana Investasi Real Estate (DIRE).
Baca juga:Apa dan Bagaimana Investasi Reksa Dana
Dari ragam reksa dana itu tentu punya kinerja masing-masing dan tergantung manajer investasinya. Namun, secara umum bagaimana kinerja reksa dana sepanjang 2017? Reksa dana mana yang paling tinggi imbal hasilnya?
Secara umum, imbal hasil reksadana pada tiga tahun terakhir ini mencatatkan tren yang cukup positif sejalan dengan pertumbuhan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Hanya saja, agak ada sedikit anomali.
“Anomalinya itu, rata-rata kinerja atau imbal hasil dari reksa dana berbasis pendapatan tetap dan campuran justru lebih bagus ketimbang reksa dana saham,” kata Direktur Panin Asset Management Rudiyanto kepada Tirto.
Pernyataan Rudiyanto itu ada benarnya. Berdasarkan data yang diolah Tirto, rata-rata produk reksa dana pendapatan tetap dengan dana kelolaan di atas Rp500 miliar mencatatkan imbal hasil sekitar 11 persen sepanjang tahun berjalan ini, lebih tinggi dari reksa dana saham sebesar 9 persen.
Meski begitu, tidak bisa dipungkiri imbal hasil yang dicatatkan reksa dana saham tetap paling atraktif ketimbang jenis reksa dana lainnya. Dari 20 produk reksa dana dengan imbal hasil tertinggi, 11 produk di antaranya ditempati reksa dana saham. Kemudian disusul pendapatan tetap sebanyak enam produk, dan campuran satu produk. Catatan Bareksa, DMI Dana Saham Syariah menjadi reksa dana saham dengan kinerja terbaik yakni tumbuh 34,08 persen per 14 Desember 2017. Sedangkan menurut catatan Infovesta per 30 November 2017, reksa dana Millenium Dynamic Equity Fund mampu mencapai imbal hasil hingga 37,36 persen.
Sementara itu, reksa dana pendapatan tetap terbaik ditempati Simas Income Fund dengan imbal hasil tumbuh 22,89 persen. Untuk reksa dana indeks dan ETF, ditempati Premier ETF IDX30 dengan tumbuh 19,8 persen.
Direktur Mandiri Investasi Endang Astharanti menilai tingginya imbal hasil dari reksa dana saham memang berkorelasi dengan pergerakan IHSG sepanjang tahun. Saat ini, pergerakan IHSG tumbuh 12 persen ditopang oleh saham-saham blue chip.
“Kalau strateginya tepat, imbal hasil reksa dana saham bisa di atas pergerakan IHSG. Hanya saja, tingkat deviasinya [penyimpangan] juga tergolong tinggi, sampai 20 persen,” tuturnya kepada Tirto.
Namun, tidak semua produk reksa dana saham mencatatkan imbal hasil yang positif. Dari 61 produk reksa dana saham, sebanyak 6 produk mengalami imbal hasil yang negatif, bahkan ada yang terkoreksi hingga 19 persen.
Rekomendasi Tahun Depan
Reksa dana saham diperkirakan akan lebih menarik ketimbang reksa dana pendapatan tetap. Pasalnya, Bank Sentral AS saat ini akan menaikkan suku bunga acuan, sehingga bakal menekan harga obligasi yang terkait dengan kinerja reksa dana pendapatan tetap.
Baca juga: Ramai-ramai Jualan Reksa Dana via Fintech
“Misalnya Indonesia ternyata juga menaikkan suku bunga, maka harga obligasi bisa tertekan, dan pertumbuhan reksa dana pendapatan tetap tidak akan sekencang tahun ini, mungkin di kisaran 7 persen,” ujar Endang.
Di lain pihak, pergerakan IHSG pada 2018 diperkirakan akan tumbuh 10 persen. Biasanya, imbal hasil reksa dana saham juga akan tak jauh beda atau lebih dari IHSG. Namun perlu diingat, semakin tinggi perbedaannya dengan IHSG maka risiko dari reksa dana saham itu juga tinggi.
Saham yang dipilih oleh manajer investasi sangat menentukan imbal hasil dan risikonya. Pada 2018, saham yang diproyeksikan tumbuh positif di antaranya dari sektor perbankan, telekomunikasi, consumer, dan infrastruktur.
Apabila Anda investor yang ingin lebih banyak masuk ke reksa dana dan ingin mencari aman. Jangan berinvestasi di satu jenis reksa dana saja. Lakukan diversifikasi keranjang investasi reksa dana.
Reksa dana saham memang cukup menarik, risikonya juga cukup tinggi. Bagi investor konservatif, porsi dana di reksa dana saham cukup 10 persen, moderat 20 persen, dan agresif sebesar 30 persen. Ini persis seperti prinsip investasi, menempatkan uang tak hanya di satu keranjang. Namun, keputusan tetap ada di tangan Anda masing-masing.
Penulis: Ringkang Gumiwang
Editor: Suhendra