tirto.id - Mendengar kata investasi, kebanyakan orang sudah merasa jengah. Investasi itu ribet, mahal, membingungkan, dan bikin pusing. Stigma seperti ini yang sebenarnya membuat sebagian orang belum merasa perlu berinvestasi pada produk pasar modal seperti saham, obligasi atau reksa dana.
Kemudahan teknologi kini juga memberikan sejumlah kemudahan untuk investasi, terutama untuk pemula. Salah satu produk investasi yang cocok untuk investor pemula adalah reksa dana. Reksa dana merupakan kumpulan investasi dari banyak orang yang dikelola oleh manajer investasi. Investor tidak perlu ribet memikirkan akan memilih saham apa atau obligasi apa. Dengan kemampuan analisisnya, manajer investasi dapat mengatur hal itu.
Investasi pun sudah terdiversifikasi. Satu unit reksa dana saham misalnya, sudah terdiri atas beberapa saham. Demikian pula dengan reksa dana obligasi. Intinya, investor tinggal menyetorkan dana, lalu manajer investasi bekerja mengelola investasi tersebut. Di akhir bulan, investor menerima laporan mengenai kinerja investasinya. Kinerja ini sangat tergantung pada keadaan pasar modal, kadang naik kadang pula turun. Para manajer investasi selalu memberikan penyangkalan (disclaimer) kinerja masa lalu tidak mencerminkan kinerja yang akan datang.
Sayangnya, dalam memperkenalkan produk-produk reksa dana, manajer investasi pengelola reksa dana memiliki keterbatasan dalam menjangkau masyarakat. Maklum saja, kantor cabang manajer investasi tidak seperti bank yang ada di mana-mana.
Awal tahun 2000-an, manajer investasi mulai menggandeng bank yang memiliki nasabah papan atas untuk menjual reksa dananya. Minimum pembelian reksa dana masih berkisar antara Rp 25-50 juta. Pembelinya adalah nasabah wealth management bank yang memiliki banyak dana nganggur. Buat para first jobers, masih susah membeli reksa dana. Harus punya uang minimal Rp 25 juta baru bisa membelinya. Reksa dana pun menjadi instrumen investasi yang mahal dan sulit dijangkau kelas nasabah mass affluent nasabah kelas pekerja yang baru dapat menyisihkan sedikit dari penghasilan mereka.
Seiring dengan perkembangan teknologi, manajer investasi pun melebarkan saluran distribusinya. Tidak hanya dijual sendiri di kantor manajer investasi atau di bank dan nasabah harus mendatangi kantor, tetapi sudah mulai dijual secara daring. Penjualan secara daring dapat dilakukan baik oleh bank maupun manajer investasi melalui lamannya. Minimal pembelian pun sudah menurun, mulai dari Rp 100.000 atau Rp 250.000.
Kehadiran perusahaan financial technologi (fintech) juga membuka peluang bagi manajer investasi untuk bekerja sama. Pada Kamis (11/4), manajer investasi Mandiri Manajemen Investasi mengandeng marketplace Bukalapak dan platform penjualan reksa dana Bareksa untuk memasarkan reksa dananya.
Para investor dapat masuk ke layanan BukaReksa di Bukalapak untuk membeli reksa dana. Caranya investor harus adalah harus memiliki akun Bukalapak dan memiliki saldo di BukaDompet dengan minimal Rp 10.000. Para pengguna Bukalapak dapat mengakses fitur BukaReksa di halaman BukaDompet atau menu MyLapak. Sebelum melakukan investasi, harus melakukan pengisian formulir lalu mendapatkan notifikasi bahwa pembukaan rekening reksa dana telah disetujui.
Dalam siaran persnya, Muhammad Hanif, Direktur Utama PT Mandiri Manajemen Investasi (MMI) mengatakan, “Minat investor terhadap reksa dana syariah di Indonesia saat ini cukup besar. Saat ini Mandiri Investasi memberikan pilihan produk yang lengkap yang dapat disesuaikan dengan karakter dan profil dari investor.Total dana kelolaan produk Syariah Mandiri Investasi sampai dengan akhir Maret 2017 hampir sebesar Rp 2,7 triliun yang terdiri dari reksa dana open end, reksa dana terproteksi dan kontak pengelolaan dana (KPD).” Muhammad Hanif juga menekankan pentingnya kerja sama antara Mandiri Investasi dengan Bukalapak dan Bareksa dalam penjualan produk ini dapat meningkatkan jumlah nasabah retail pada produk reksa dana syariah.
Selain MMI, CIMB Principal Asset Management juga sudah menjual reksa dananya melalui Bukalapak. Minimal investasinya sama, sebesar Rp 10.000 saja.
Pada penghujung Oktober 2016 lalu, manajer investasi BNP Paribas Investment Partners menggandeng Indosat Ooredoo untuk memasarkan reksa dana melalui telepon selular. BNP ingin membidik investor pemula dari para pengguna telepon selular. Pengguna telepon selular di Indonesia nomor tiga terbanyak di dunia, tetapi warga yang memiliki akses ke sektor keuangan hanya 60 persen saja. Minimal investasinya juga hanya Rp 10.000
Tidak mau ketinggalan, manajer investasi plat merah Bahana TCW Investment Management juga mengandeng payment gateway DOKU untuk mempermudah nasabahnya membeli reksa dana.
Investor dapat berinvestasi reksa dana melalui aplikasi e-wallet DOKU dengan minimal investasi sangat rendah, sebesar Rp 100.000 saja. Caranya pun mudah, dengan membuka akun di e-wallet DOKU. Selanjutnya, pilih menu investasi di DOKU lalu pilih produk reksa dana misalnya Bahana Likuid Syariah atau Bahana MES Syariah Fund dengan menekan tombol beli. Pastikan saldo dana yang ada pada e-wallet minimal Rp 100.000. Setelah proses selesai akan muncul informasi pembayaran. Pembelian reksa dana ini akan diproses satu hari kerja setelah transaksi berhasil.
“Salah satu hal penting dalam memperkenalkan produk investasi adalah akses. Kita semua tidak dapat menutup diri dari kemajuan teknologi, harus ikut memanfaatkannya. Kerja sama dengan Bareksa dan DOKU, merupakan sebuah terobosan untuk memperluas akses para investor ke produk-produk investasi,” ujar Direktur Bahana TCW Rukmi Proborini dalam keterangannya.
Reksa Dana Pasar Uang dan Syariah
Dalam menjangkau investor pemula, manajer investasi kompak menyodorkan reksa dana pasar uang. Bahana TCW menawarkan produk reksa dana pasar uang untuk investor pemula yang baru mulai beranjak dari produk perbankan seperti tabungan ke pengenalan produk investasi di pasar modal yaitu reksa dana.
Investasi reksa dana pasar uang syariah semua ditempatkan pada deposito di bank-bank syariah. Reksa dana pasar uang juga tidak terlalu berfluktuasi, aman, fleksibel, tetapi dapat memberikan imbal hasil lebih tinggi dari tabungan atau deposito. Selain untuk pemula, produk ini juga cocok untuk investor yang mementingkan likuiditas. Reksa dana pasar uang dapat ditarik kapan saja sesuai dengan kebutuhan, tidak ada penalti seperti jika menarik deposito sebelum jatuh tempo. Demikian pula dengan reksa dana obligasi, tidak terlalu berfluktuasi dan memberikan imbal hasil lebih besar dibandingkan dengan produk perbankan.
“Kalau menempatkan deposito di bank, semakin besar jumlahnya semakin tinggi bunga yang didapatkan. Reksa dana pasar uang adalah kumpulan dana masyarakat, dana kecil-kecil yang digabungkan menjadi besar lalu ditempatkan pada deposito dan akan mendapatkan bunga tinggi. Ini juga salah satu keunggulannya,” jelas Rukmi. Per 31 Maret, dana kelolaan Reksa Dana Bahana Likuid Syariah sebesar Rp 86,9 miliar. Sementara dana kelolaan Reksa Dana Bahana MES Syariah Fund yang baru diluncurkan pada bulan November 2016 lalu sebesar Rp 52,3 miliar.
Produk reksa dana syariah pun banyak digemari. Ady Pangerang, CEO Bareksa menjelaskan, “Animo masyarakat untuk berinvestasi pada reksa dana syariah cukup besar di platform Bareksa. Ini terlihat dari perbandingan jumlah dana kelolaan syariah terhadap total dana kelolaan yang berada di sekitar 15%. Kalau dibandingkan dengan industri yang hanya berada di sekitar 4,5% porsi ini terlihat cukup besar. Di samping itu kami juga melihat ada sekitar 5% dari investor kami yang hanya memilih untuk berinvestasi di produk syariah. Kami berharap angka-angka ini akan meningkat pesat dengan diluncurkannya produk BukaReksa Syariah Pasar Uang.”
Berkat kecanggihan teknologi, investasi dapat dilakukan hanya dengan beberapa kali klik saja. Dana yang diperlukan pun kecil, kurang dari satu bungkus rokok, dapat dimulai dengan Rp 10.000 saja. Langkah besar yang diperlukan adalah mengubah mindset bahwa investasi itu sukar dan mahal. Kalau memegang gawai dan update status di sosial media sudah menjadi gaya hidup, seharusnya demikian pula dengan investasi reksa dana yang sudah jauh lebih mudah dan murah.
Penulis: Yan Chandra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti