Menuju konten utama
Periksa Data

Rekam Jejak Quick Count: Pilkada Hingga Pilpres, Hasilnya Meleset?

Secara historis hasil quick count pemilu di Indonesia sejak 2004 yang dirilis oleh beberapa lembaga survei yang mengikuti lima gelaran Pilpres termasuk Pilkada, hanya meleset tipis dari hasil KPU.

Rekam Jejak Quick Count: Pilkada Hingga Pilpres, Hasilnya Meleset?
Header Periksa Data Quick Count. tirto.id/Quita

tirto.id - "...Dari quick count yang ada sudah jelas, kami sampaikan hasil hitung cepat 12 lembaga kami dapatkan 54,4 persen dan Prabowo-Sandi 45 persen"

Pidato paslon presiden 01 Joko Widodo (Jokowi) setelah satu hari pencoblosan (18/4) soal 12 lembaga survei yang memenangkannya dalam hitung cepat (quick count) adalah narasi bagaimana hasil hitung cepat dianggap sulit dibantah dan sudah "jelas" hasilnya. Di sisi lain, kubu paslon 02 Prabowo Subianto berpendapat sebaliknya soal hitung cepat, yang dianggap hasilnya adalah pesanan.

"...saya tegaskan di sini pada rakyat bahwa ada upaya lembaga-lembaga survei-survei tertentu yang memang sudah bekerja untuk satu pihak, untuk menggiring opini seolah-olah kita kalah," kata Prabowo (17/04).

Perbedaan pandangan antara Jokowi dan Prabowo juga para pendukungnya seolah mengulang setiap momen-momen penghitungan hasil suara pemilu sebelumnya. Bagaimana metode quick count yang berbasis saintifik menjadi perdebatan. Secara historis, hasil-hasil quick count yang dirilis lembaga kridibel, hasilnya umumnya tak berbeda jauh dari hasil real count KPU.

Bagaimana rekam jejak quick count yang pernah ada selama gelaran pemilu sejak 2004 di Indonesia, pada Pilkada maupun Pilpres? Apakah hasilnya meleset jauh?

Kemunculan Lembaga Survei

Pada 2004 menjadi awal dari penerapan metode quick count untuk Pemilu di Indonesia. Lembaga Pelatihan, Penelitian, Penerangan, Ekonomi dan Sosial (LP3ES) bekerjasama dengan The National Democratic Institute for International Affairs (NDI) melakukan quick count untuk Pemilu Legislatif 5 April 2004 dengan selisih perolehan 0,9 persen dibandingkan hasil resmi KPU. Pada Pemilu Presiden Putaran I pada 5 Juli 2004, selisih perhitungan mereka kian menipis menjadi 0,5 persen.

Setelah keberhasilan LP3ES-NDI memprediksi hasil pemilu dengan metode quick count, berbagai lembaga survei turut menggunakannya untuk Pemilu dan Pilkada. Pada Pilkada DKI 2007 misalnya, LP3ES bekerjasama dengan NDI dan Yayasan Tifa, Litbang Kompas, Lembaga Survei Indonesia dan Lingkaran Survei Indonesia melakukan quick count.

Keempat lembaga survei tersebut memprediksi kemenangan pasangan Fauzi 'Foke' Bowo-Prijanto dengan perhitungan kemenangan terbesar dari Lingkaran Survei Indonesia (58,59 persen) dan kemenangan terendah dari Lembaga Survei Indonesia (56,12 persen). Dibandingkan dengan hasil resmi KPU (57,87 persen), selisih paling mendekati diraih oleh Litbang Kompas (0,11 persen) dan selisih paling besar ditempati oleh Lembaga Survei Indonesia (1,75 persen).

Pada 2008, Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) No. 23 Tahun 2013 mengatur pelaksanaan survei dan penghitungan cepat hasil pemilihan umum. Pasal 22 menyatakan bahwa lembaga survei dan hitung cepat dinyatakan terdaftar apabila melakukan pendaftaran kepada KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dengan menyerahkan persyaratan antara lain menyertakan surat pernyataan mengenai netralitas lembaga survei, benar-benar melakukan wawancara dalam pelaksanaan survei atau jajak pendapat, menggunakan metode penelitian ilmiah dan melaporkan metodologi pencuplikan data.

Quick Count di Pilkada DKI dan Pilpres

Untuk melihat ketepatan quick count dibanding dengan hasil perhitungan KPU di Pilkada dan Pemilu, kami memilih lembaga survei yang memiliki rekam jejak sepanjang metode quick count diterapkan pada pemilu di Indonesia atau sekurangnya lima kali periode Pilpres maupun Pilkada. Ini untuk mengetahui rekam jejakhasil count count dari lembaga-lembaga tersebut secara konsisten.

Penelusuran terhadap Pilkada DKI Jakarta 2012 sebanyak dua putaran, Pilpres 2014, dan Pilkada DKI Jakarta 2017 sebanyak dua putaran. Hasilnya terdapat lembaga survei yang ikut serta secara konsisten yaitu Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Lingkaran Survei Indonesia (LSI), dan Litbang Kompas sebagai lembaga survei yang mengikuti kelima ajang pemilihan tersebut.

Infografik Periksa Data Keriuhan Hitung Cepat

Infografik Periksa Data Keriuhan Hitung Cepat, Bagaimana Rekam Jejaknya

Perbandingan secara historis hasil quick count antara ketiga lembaga survei tersebut dengan KPU dalam lima kali pemilihan, menunjukkan selisih terendah 0,04 persen hingga tertinggi 2,55 persen dengan hasil KPU. Selisih ini diperoleh dari perbandingan hasil KPU dan hasil lembaga survei dari lima penyelenggaraan pemilu dari hasil hitung cepat ketiga lembaga itu.

Hasil paling mendekati real count KPU diraih oleh LSI pada Pilkada DKI Jakarta 2017 putaran pertama dan Litbang Kompas pada Pilkada DKI Jakarta 2017 putaran kedua. Sedangkan selisih paling jauh ditempati oleh LSI pada Pilkada DKI Jakarta 2017 putaran kedua.

Infografik Periksa Data Keriuhan Hitung Cepat

Infografik Periksa Data Keriuhan Hitung Cepat, Bagaimana Rekam Jejaknya

Dari rekam jejak LSI selama lima kali pemilihan, selisih 2,55 persen merupakan sebuah anomali. Pada empat pemilihan lainnya, selisih antara real count KPU dan quick count dari lembaga ini hanya di kisaran 0,04 persen hingga 0,22 persen. Sedangkan untuk SMRC, selisih antara real count KPU dan quick count untuk 5 kali perhitungan quick count berada di rentang 0,08 persen hingga 0,83 persen. Litbang Kompas mencatat rentang selisih antara 0,04 persen hingga 0,85 persen.

Estimasi suara, seperti melalui quick count, dikatakan valid jika selisih antara real count dengan estimasi masih berada dalam margin of error. Paparan SMRC dan Lembaga Survei Indonesia (24/04/2019) misalnya menyebutkan quick count mereka diperkirakan memiliki margin of error +/- 0,5 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Infografik Periksa Data Keriuhan Hitung Cepat

Infografik Periksa Data Keriuhan Hitung Cepat, Bagaimana Rekam Jejaknya

Sedangkan Indo Barometer yang turut melakukan quick count pada Pilkada DKI Jakarta 2012 (dua putaran) dan Pilkada DKI Jakarta 2017 (dua putaran) mengatakan bahwa lembaganya memiliki margin of error +/- 1 persen pada tingkat kepercayaan 99 persen.

Infografik Periksa Data Keriuhan Hitung Cepat

Infografik Periksa Data Keriuhan Hitung Cepat, Bagaimana Rekam Jejaknya

Perbedaan Hasil Quick Count Pilpres 2014

Pada gelaran Pilpres 2014 ada sesuatu yang menarik, lembaga-lembaga survei yang berpartisipasi dalam meramaikan Pilpres 2014 memberikan hasil yang berbeda. Hitung cepat yang dilakukan oleh Center for Strategic and International Studies (CSIS), SMRC, Indikator, Litbang Kompas, Poltracking Indonesia dan LSI Denny JA memberikan hasil yang memenangkan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla (JK). Hasil penghitungan mereka untuk pasangan Jokowi-JK berturut-turut adalah 51,90 persen, 52,98 persen, 52,97 persen, 52,34 persen, 53,37 persen dan 53,3 persen.

Sedangkan lembaga-lembaga survei seperti Lembaga Survey Nasional, Jaringan Suara Indonesia, Puskaptis dan Indonesia Research Center mengunggulkan pasangan Prabowo-Hatta. Hal ini terlihat dari hasil penghitungan mereka untuk pasangan Jokowi-JK, berturut-turut 49,81 persen, 49,84 persen, 47,95 persen dan 48,89 persen. Perbedaan hasil dari beberapa lembaga-lembaga survei ini akhirnya jadi dasar bagi kedua kubu untuk mendeklarasikan kemenangan.

Pada 22 Juli 2014, KPU mengumumkan hasil perhitungan suara. Pasangan Jokowi-JK unggul dengan perolehan 53,15 persen, sedangkan pasangan Prabowo-Hatta memperoleh suara 46,85 persen. Perbandingan hasil KPU dengan lembaga-lembaga survei menunjukkan LSI Denny JA sebagai lembaga survei yang memberikan selisih paling dekat (0,15 persen) dengan hasil perhitungan KPU.

Infografik Periksa Data Keriuhan Hitung Cepat

Infografik Periksa Data Keriuhan Hitung Cepat, Bagaimana Rekam Jejaknya

Posisi kedua ditempati oleh SMRC yang memberikan selisih 0,17 persen kemudian Indikator dengan selisih sebesar 0,18 persen. Sementara Lembaga Survey Nasional, Jaringan Suara Indonesia, Puskaptis dan Indonesia Research Center memberikan perkiraan yang tidak sesuai dengan perhitungan KPU. Dari hasil audit yang dilakukan oleh Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepsi) terhadap Jaringan Suara Indonesia dan Puskaptis, terbukti bahwa kedua lembaga survei tersebut berbohong.

Secara keseluruhan, perbandingan antara hitung cepat dari berbagai lembaga survei dan real count KPU di lima proses quick count pada Pilkada dan Pilpres menunjukkan bahwa selisih tipis 0,04 persen hingga paling jauh 2,55 persen, kecuali untuk kasus empat lembaga survei yang memberikan kemenangan pada Prabowo-Hatta pada Pilpres 2014.

Baca juga artikel terkait PERIKSA DATA atau tulisan lainnya dari Yuti Ariani

tirto.id - Politik
Penulis: Yuti Ariani
Editor: Suhendra