Menuju konten utama
Sidang Sambo

Rangkuman Hasil Sidang Vonis Sambo-PC Putusan Hakim Hari ini

Apa vonis hakim di sidang putusan Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J?

Rangkuman Hasil Sidang Vonis Sambo-PC Putusan Hakim Hari ini
Terdakwa kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat, Ferdy Sambo (kanan) berpelukan dengan istrinya yang juga terdakwa Putri Candrawathi (kiri) saat mengikuti sidang lanjutan di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (13/12/2022). ANTARA FOTO/Galih Pradipta/aww.

tirto.id - Sidang putusan vonis terhadap Ferdy Sambo (FS) beserta istrinya, Putri Candrawathi (PC), dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J telah digelar hari ini, Senin (13/2/2022) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Lantas, apa putusan hakim kepada FS dan PC?

Irjen Ferdy Sambo, mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv-Propam) Polri, dan Putri Candrawathi selaku terdakwa menjalani sidang terbuka pembacaan vonis. Sidang dipimpin Wahyu Iman Santoso selaku ketua majelis hakim dengan hakim anggota Morgan Simanjuntak dan Alimin Ribut Sujono.

Sidang tersebut turut dihadiri ibunda Brigadir J, Rosti Simanjuntak, didampingi tim kuasa hukum, Martin Simanjuntak. Selain itu, sidang pembacaan putusan vonis terdakwa Ferdy Sambo dan PC disaksikan sejumlah masyarakat, awak media, serta dijaga ketat aparat keamanan.

Dalam kasus pembunuhan Brigadir J, Ferdy Sambo dan PC divonis lebih berat dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Jaksel. Sebelumnya, JPU menuntut Ferdy Sambo dihukum pidana penjara seumur hidup. Sedang PC sebelumnya dituntut penjara selama 8 tahun.

Hasil Putusan Sidang Ferdy Sambo: Vonis Hukuman Mati

Putusan vonis sidang Ferdy Sambo di PN Jaksel dibacakan langsung oleh ketua majelis hakim Wahyu Iman Santoso. Ferdy sambo terbukti dan diyakini bersalah dan dijerat sejumlah pasal, di antaranya Pasal 340 Subsider Pasal 338 Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Hakim juga menilai Ferdy Sambo terbukti melanggar Pasal 49 Pasal 33 UU/19/2026 tentang perubahan atas UU/11/2008 tentang ITE jo.

Majelis hakim menepis sejumlah keterangan seperti adanya pelecehan seksual, hingga menepis dugaan Ferdy Sambo tak terlibat langsung dalam penembakan. Hakim juga memberi hukuman lebih berat dibanding vonis sebelumnya lantaran sejumlah alasan. Ferdy Sambo juga disebut melakukan pembunuhan secara berencana.

“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa tersebut dengan hukuman mati,” kata Wahyu Iman Santoso dalam persidangan yang didengarkan langsung oleh terdakwa pembunuhan.

Terkait tepisan dugaan pelecehan seksual terhadap PC, Wahyu mengatakan bahwa dakwaan pelecehan seksual tersebut sulit dibuktikan mengingat posisi PC sebagai istri Kadiv Propam Polri saat itu, cukup timpang dibandingkan dengan Yosua.

“Sangat kecil kemungkinannya korban melakukan kekerasan seksual atau pelecehan terhadap Putri Candrawathi,” kata Wahyu.

Hakim juga menilai, tak adanya bukti membuat dugaan tersebut dimentahkan pihaknya, termasuk ihwal gangguan mental usai trauma akibat pelecehan maupun perkosaan.

Dugaan pelecehan seksual tersebut sebelumnya digunakan untuk menjadi dasar perintah kepada Bharada E menembak Brigadir J yang terjadi di rumah dinas Ferdy Sambo, di Duren Tiga, Jaksel.

“Adanya alasan demikian [pelecehan seksual] patut dikesampingkan,” tegas Wahyu selaku ketua majelis hakim.

Selain itu, majelis hakim juga menyimpulkan, Ferdy Sambo melakukan penembakan dengan sarung tangan untuk menghilangkan barang bukti, sehingga menepis dugaan bahwa Sambo tak terlibat langsung dalam penembakan.

“Majelis hakim memperoleh keyakinan yang cukup bahwa terdakwa telah melakukan penembakan terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat dengan menggunakan senjata api jenis Glock, yang pada waktu itu dilakukan terdakwa (Ferdy Sambo) dengan menggunakan sarung tangan,” tegas Wahyu.

Kesimpulan itu diperkuat dengan kesaksikan Mantan Kasubnit 1 Reskrimun Polres Metro Jaksel, Rifaizal Samual, yang mengungkapkan bahwa Ferdy Sambo membawa senjata api dalam hoster pada saat olah kejadian perkara (TKP). Ditambah dengan kesaksian terdakwa penembakan sebelumnya, Richard Eliezer alias Bharada E.

Keyakinan hakim juga diperkuat dengan keterangan sejumlah ahli yang dihadirkan. Hakim juga menimbang keterangan Ahli Forensik dan Medikolegal Farah Primadani yang menyebut terdapat 7 luka tembak yang masuk dan 6 luka tembak yang keluar dari jasad Brigadir J.

Dugaan ini makin diperkuat dengan fakta bahwa senjata yang dimiliki terdakwa Bharada E hanya berkapasitas 17 peluru dan tak pernah diisi penuh. Sedangkan saat itu, senjata api milik Bharada E masih menyisakan 12 peluru. Hakim menyebut, Sambo melakukan lebih dari 1 tembakan.

“Maka dapat disimpulkan, adanya dua atau tiga perkenaan tembakan yang bukan merupakan perbuatan Saksi Richard (Bharada E),” tambah Wahyu.

Lebih lanjut, Wahyu menyebutkan jika pembunuhan terhadap Yosua ditemukan unsur terencana. Dalam perencanaan, Ferdy Sambo memerintahkan Bharada E untuk menambahkan peluru senjata miliknya. Ferdy Sambo disebut pula meminta Bharada E untuk mengambil senjata HS milik Yosua untuk kemudian diberikan kepadanya.

“Hal ini diartikan bahwa terdakwa telah memikirkan segala sesuatunya yang sangat rapi dan sistematis,” terang Wahyu.

Wahyu mengungkapkan, vonis yang lebih berat dibanding tuntutan sebelumnya juga didasari bahwa tindakan Ferdy Sambo telah menimbulkan luka mendalam terhadap keluarga korban.

Selain itu, Ferdy Sambo juga dianggap telah mencederai marwah institusi Polri atas tindakannya. Ferdy Sambo dinilai terbelit-belit dalam memaparkan sejumlah keterangan.

Atas berbagai pertimbangan tersebut, tak ada alasan yang menjadi pertimbangan untuk meringankan tuntutan Ferdy Sambo yang sebelumnya hukuman seumur hidup. Justru sebaliknya, Ferdy Sambo kini divonis hukuman mati.

Hasil Putusan Sidang Putri Candrawathi: Vonis 20 Tahun Penjara

Putri Candrawathi alias PC divonis hukuman bui selama 20 tahun dalam pembacaan putusan sidang di PN Jaksel, Senin (13/2/2023) bersamaan dengan pembacaan vonis eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo.

PC disebut terlibat dalam rencana pembunuhan Yosua Hutabarat dan dinilai bersalah dengan melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 Ayat 1 KUHP.

“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Putri Candrawathi dengan pidana penjara selama 20 tahun,” kata ketua majelis hakim Wahyu Iman Santoso dalam persidangan.

Vonis yang lebih berat dari tuntutan sebelumnya JPU selama 8 tahun didasari sejumlah alasan. Wahyu menegaskan, tindakan yang telah dilakukan PC yang saat itu berstatus sebagai pengurus Bhayangkari dianggap mencoreng wajah Polri.

Hakim juga mengatakan, selama ini PC terbelit-belit dalam memberi keterangan sehingga menyulitkan penegak hukum dalam menuntaskan kasus. Pemberat hukuman Putri Candrawathi juga dilandasi bahwa terdakwa dinilai tak kooperatif serta enggan mengakui kesalahannya.

Putri Candrawathi juga dinyatakan berbohong saat menyebut bahwa sebelumnya ia tak tahu-menahu atas peristiwa penembakan Yosua Hutabarat. PC beralasan, saat itu dirinya tengah tertidur sehingga menyatakan tak mengetahui tembakan tersebut. Dugaan itu dinilai tak masuk akal mengingat situasi saat kejadian.

“Tembakan yang dilakukan oleh Richard Eliezer tentunya sangat keras. Apa lagi pintu rumah lantai 1 telah ditutup saksi pelaku terlebih dahulu,” kata hakim Morgan Simanjuntak.

Seperti putusan Sambo sebelumnya, dugaan pelecehan yang dilakukan Yosua terhadap Putri Candrawathi dinilai janggal. Hakim juga menyatakan, tidak ada hal yang dapat meringankan tuntutan PC, sehingga ia divonis lebih berat dari tuntutan 8 tahun penjara menjadi vonis 20 tahun penjara.

Pro-Kontra Terhadap Vonis Sambo dan Istri

Vonis hukuman mati Sambo dan bui 20 tahun PC menuai sejumlah reaksi, baik yang pro maupun yang kontra. Ibunda Yosua tak kuasa menahan tangis usai mendengar putusan vonis hakim.

Sejumlah pihak juga mengapresiasi putusan hakim itu. Pakar Hukum Pidana Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Prof. Hibnu Nugroho, mengatakan bahwa putusan tersebut menunjukkan indepedensi hakim.

“Artinya, dengan vonis mati ini, hakim betu-betul independen,” kata Prof Hibnu, Senin (13/2/2023) dilansir Antara.

Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD juga turut bereaksi. Lewat akun Twitternya, Mahfud MD mengatakan bahwa vonis hakim terhadap Sambo dan istrinya sudah sesuai dengan rasa keadilan yang diinginkan publik selama ini.

“Pembuktian oleh jaksa penuntut umum memang nyaris sempurna. Para pembelanya lebih banyak mendramatisasi fakta,” tulis Mahfud MD, Senin (13/2/2023).

Namun demikian, Komnas HAM justru menilai hukuman mati bukan lagi menjadi hukuman pokok merespons pembacaan sidang Sambo.

Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro, berharap hukuman mati di Indonesia dapat dihapuskan melalui KUHP yang baru. Terlebih, bagi pihaknya, hukuman mati menyalahi hak hidup kaitannya dengan HAM.

Meskipun begitu, Atnike menegaskan pihaknya tetap menghargai proses hukum Ferdy Sambo dan istrinya. Lebih lanjut, Atnike menyatakan bahwa tindakan Sambo merupakan tindakan kejahatan yang serius.

“Hukuman mati bukan lagi menjadi hukuman pidana pokok, dan berharap agar penerapan hukuman mati ke depan dapat dihapuskan,” kata Atnike melalui keterangan tertulis dikutip dari Antara.

“Kejahatan yang dilakukan terdakwa Ferdy Sambo merupakan kejahatan yang serius. Terlebih dengan menggunakan kewenangannya sebagai aparat penegak hukum,” tegasnya mewakili Komnas HAM.

Baca juga artikel terkait AKTUAL DAN TREN atau tulisan lainnya dari Dicky Setyawan

tirto.id - Hukum
Kontributor: Dicky Setyawan
Penulis: Dicky Setyawan
Editor: Iswara N Raditya